Beranda Sipiloka Jalur Penghentian Darurat: Penyelamat Ketika Rem Blong

Jalur Penghentian Darurat: Penyelamat Ketika Rem Blong

oleh Redaksi

Saat melintasi jalan tol atau jalan dengan tanjakan dan turunan, kerap dijumpai jalur menanjak yang terpisah dari jalan utama. Keberadaan jalur tersebut merupakan bagian dari komponen keselamatan jalan. Lantas, sebenarnya apa fungsi jalur tersebut dan bagaimana penggunaannya?

Dilansir dari Kumparan, Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) mengungkap data kecelakaan lalu lintas berdasarkan kondisi kendaraan pada tahun 2018. Kegagalan sistem pengereman menjadi penyebab yang paling sering dijumpai pada kasus kecelakaan lalu lintas akibat kondisi kendaraan. Jumlah kasus kecelakaan akibat gagalnya sistem pengereman pada tahun 2018 mencapai 9.333 kasus, sedangkan pada tahun 2017 mencapai 7.083 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah kasus mencapai hampir 32 persen.

Kegagalan sistem pengereman yang memicu terjadinya kecelakaan kerap ditemui di area turunan panjang. Pasalnya, kondisi geometrik ruas jalan berupa turunan panjang sangat berpotensi menyebabkan fenomena brake fading, yaitu peristiwa saat kampas rem pada kendaraan mengalami kelebihan panas (overheat). Peristiwa ini biasanya dialami oleh kendaraan berat, seperti bus dan truk, yang menggunakan gigi persneling tinggi saat melewati turunan panjang. Perilaku pengemudi yang hanya mengandalkan fungsi kerja dari rem utama (service brake) dalam mengendalikan kecepatan di jalan menurun berpotensi memicu terjadinya brake fading.

Keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas merupakan aspek krusial. Fasilitas perlengkapan jalan yang mencakup alat pengendali dan pengaman pengguna jalan diperlukan. Alat pengaman pengguna jalan terdiri atas beberapa komponen, salah satunya adalah jalur penghentian darurat.

Jalur penghentian darurat (runaway truck ramp) juga biasa disebut jalur penyelamat. Lantas, mengapa bisa disebut jalur penghentian darurat? Seberapa krusialkah keberadaan jalur tersebut sebagai komponen pengamanan dalam berlalu lintas?

Pengertian dan Fungsi Jalur Penghentian Darurat

Menurut Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan, jalur penghentian darurat adalah jalur yang disediakan pada jalan yang memiliki turunan tajam dan panjang untuk keperluan darurat atau untuk memperlambat laju kendaraan apabila mengalami kegagalan fungsi sistem pengereman. Istilah lain jalur penghentian darurat adalah runaway truck ramp. Runaway truck ramp merupakan suatu jalur yang khusus disediakan untuk kendaraan yang mengalami kondisi darurat sehingga dapat meminimalisasi terjadinya risiko yang tidak diinginkan.

Jalur penghentian darurat sebagai bagian dari alat pengaman pengguna jalan berfungsi untuk mengantisipasi terjadinya lepas kendali atau kontrol di area turunan panjang akibat kegagalan fungsi sistem pengereman atau rem blong pada kendaraan. Jalur ini berada di lokasi tertentu yang menjauh dari jalan utama dan konstruksinya dibuat menanjak dengan tujuan membantu meredam daya luncur. Kehadiran jalur ini diharapkan mampu meredam laju kendaraan agar tidak mengalami kecelakaan, kerusakan, maupun bahaya lainnya.

Jalur penghentian darurat juga diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 14 Tahun 2021. Peraturan ini merupakan Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan mengenai jenis bahan atau material, kriteria minimum, bagian-bagian, serta jenis jalur penghentian darurat.

Material, Kriteria Minimum, dan Jenis-Jenis Jalur Penghentian Darurat

Jalur penghentian darurat ditempatkan pada area-area yang dinilai rawan terjadi kecelakaan lalu lintas. Untuk konstruksinya, jalur penghentian darurat terbuat dari bahan atau material yang cukup bervariasi, seperti beton cor, aspal beton, hingga kerikil dan pasir. Sementara itu, jalur penghentian darurat hanya didesain untuk kondisi kecepatan operasional lalu lintas mencapai 120 km/jam hingga 140 km/jam. Standar minimum untuk ukuran jalur penghentian darurat mempunyai panjang 50 meter, lebar 10 meter, dan kelandaian 15 persen.

Jalur penghentian darurat terdiri dari beberapa jenis, meliputi kelandaian tanjakan, kelandaian turunan, kelandaian datar, dan timbunan pasir. Namun demikian, sebagaimana fungsinya untuk menghentikan kendaraan yang mengalami lepas kendali atau kontrol di turunan panjang, maka desain jalur penghentian darurat yang umumnya digunakan adalah jenis kelandaian tanjakan.

Bagian-Bagian Jalur Penghentian Darurat

Jalur penghentian darurat juga terdiri dari bagian-bagian yang berfungsi dalam mendukung fungsinya. Bagian-bagian tersebut meliputi lajur pendekat, landasan penghenti (arrested bed), lajur tambahan (service load), serta marka dan rambu.

Lajur pendekat merupakan lajur yang mengakomodasi perpindahan dari lajur lalu lintas normal menuju lajur darurat. Menurut aturan, panjang minimum lajur pendekat adalah 300 meter dan sudut yang dibentuk antara lajur lalu lintas dengan lajur pendekat diusahakan agar seminimum mungkin. Lajur pendekat juga harus difasilitasi dengan keberadaan rambu peringatan dan rambu larangan untuk parkir maupun berhenti di sepanjang lajur tersebut. Pemasangan rambu tersebut bertujuan agar tidak menghalangi kendaraan lain yang sewaktu-waktu membutuhkan lajur tersebut.

Kemudian, pada bagian selanjutnya terdapat landasan penghenti (arrested bed). Landasan penghenti disyaratkan memiliki lajur yang lurus dan jarak lateral yang mencukupi dengan lajur lalu lintas. Lajur didesain sedemikian sehingga material terjaga dan tidak terlempar ke lajur lalu lintas. Selain itu, landasan penghenti serta transisi antara lajur pendekat dan landasan penghenti diusahakan mempunyai permukaan yang rata. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi apabila terdapat gundukan kerikil di area tersebut yang berpotensi terlempar keluar dari lajur dan menimbulkan risiko terhadap keselamatan pengguna jalan lainnya yang berada di samping jalur darurat.

Pada beberapa landasan penghenti, terdapat mounding (barisan gundukan) dan water barrel. Kedua komponen ini hanya diperuntukkan apabila kebutuhan panjang lajur penghenti tidak dapat terpenuhi dan kecepatan kendaraan yang memasukinya tidak lebih dari 40 km/jam. Umumnya, landasan penghenti tidak disarankan menggunakan mounding karena berpotensi menimbulkan risiko perlambatan horizontal secara mendadak yang bisa berakibat cedera pada pengemudi, kehilangan kontrol, dan kerusakan properti yang lebih besar.

Sementara itu, lajur tambahan (service road) mempunyai fungsi khusus untuk lintasan truk penarik kendaraan yang terjebak. Untuk memudahkan evakuasi kendaraan yang terjebak, diperlukan pemasangan angkur di samping arrested bed dengan interval setiap 45 meter. Lajur tambahan diatur sejajar dengan jalur darurat. Lebar antara keduanya berkisar antara 3,6 hingga 4,2 meter.

Marka dan rambu pada jalur penghentian darurat juga diperlukan sebagai pemberi informasi, perintah, dan peringatan. Selain itu, marka yang berfungsi mempertegas adanya keberadaan jalur darurat di sekitarnya juga diperlukan pada daerah transisi antara lajur lalu lintas normal dan jalur darurat.

Jalur Penghentian Darurat di Indonesia

Jalur penghentian darurat banyak ditemui pada jalan tol di Indonesia. Salah satunya terdapat di Jalan Tol Trans Jawa seperti Tol Cipularang, hingga kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.

Selain itu, terdapat pula jalur penghentian darurat di Fly Over Kretek (FO Kretek). Pembangunan jalur penghentian darurat tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya angka kecelakaan lalu lintas di FO Kretek. Pembangunan jalur penghentian darurat tersebut merupakan penanganan jangka menengah yang direkomendasikan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Jalur penghentian darurat di FO Kretek ini dilengkapi fasilitas seperti guard rail, susunan ban sebagai fender, dan dinding penahan beton yang bertujuan agar lebih dapat meredam laju dari kendaraan yang mengalami rem blong dengan memanfaatkan jalur tersebut. Lajur penyelamat di FO Kretek ini sudah teruji saat terdapat truk yang mengalami rem blong di turunan Kretek arah utara (Prupuk) pada 2 September 2019. Truk tersebut selamat karena berhasil mengalihkan kendaraan ke jalur penghentian darurat. Dengan adanya kejadian tersebut, jalur penghentian darurat yang dibangun dengan tepat terbukti dapat meminimalisasi terjadinya risiko kecelakaan lalu lintas akibat permasalahan kegagalan fungsi pengereman.

Pembangunan jalur penghentian darurat harus benar-benar menyesuaikan kebutuhan dan mengikuti persyaratan yang sudah ditetapkan. Desain jalur tersebut harus dipastikan keamanannya sehingga mampu mengakomodasi kendaraan yang mengalami permasalahan. Jangan sampai jalur yang semula disediakan untuk menyelamatkan pengguna kendaraan justru berpotensi mencelakai karena desainnya yang tidak sesuai.

Tulisan oleh Indah Wildan Nuriah
Data oleh Farah Nabilah Fadli
Ilustrasi oleh Tiara Ramadhani

Artikel Terkait