Sejak Oktober lalu, tepatnya pada 27 Oktober, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo membebaskan tarif Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu). Jembatan yang mulai dioperasikan sejak 2009 ini awalnya mengenakan tarif tertentu kepada setiap golongan kendaraan yang melintas. Tarif itu pun sempat mengalami perubahan pada 1 Maret 2016 sebesar 50 persen, bahkan bebas tarif bagi kendaraan roda dua.
Sebelum Jembatan Suramadu hadir, masyarakat Surabaya maupun Madura menggunakan moda transportasi perairan untuk melakukan penyeberangan. Pelabuhan Ujung di Surabaya menjadi primadona transportasi saat itu. Pada musim mudik, PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) selaku pengelola menyiapkan 19 armada kapal untuk menampung sekitar 25 ribu penumpang.
Berbeda dengan sekarang, Pelabuhan Ujung kini hanya menyediakan tiga kapal dengan jam operasi mulai pukul 05.30 WIB hingga 21.00 WIB saja. Meski biaya menyeberang dengan kapal tidak terlalu mahal, yaitu hanya Rp7.000,00 untuk sepeda motor, kapal di Pelabuhan Ujung tetap semakin sirna dari pilihan moda transportasi masyarakat setempat. Dilansir dari suara.com, sejak Jembatan Suramadu hadir, penurunan penumpang di Pelabuhan Ujung mencapai 85 persen.
Penurunan penumpang mengakibatkan kerugian terhadap operator penyeberangan Pelabuhan Ujung-Kamal sebesar Rp1 miliar per kapal. Dengan tarif operasional yang tetap murah dan biaya perawatan yang tidak terduga, sejak 2015 PT ASDP merugi sekitar Rp15 miliar setiap tahunnya.
Namun, bukan berarti Jembatan Suramadu telah memberikan keuntungan besar kepada Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Selama ini, Jembatan Suramadu hanya memberikan kontribusi sebesar Rp120 miliar, tidak sampai triliunan seperti perkiraan Presiden Joko Widodo.
Jembatan yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan Madura ini nyatanya memang bukan solusi satu-satunya untuk menghilangkan ketimpangan antara Surabaya dan Madura. Kebijakan ini diambil juga sebagai salah satu langkah Presiden Joko Widodo untuk terus mengembangkan Madura dalam mencapai pemerataan pembangunan.
Meski begitu, nasib Pelabuhan Ujung-Kamal diharapkan tidak luput dari perhatian Pemerintah. Dengan digratiskannya tarif Jembatan Suramadu, masyarakat akan beralih menggunakan jembatan daripada kapal penyeberangan. Untuk itu, sinergi antarlembaga diperlukan dalam menjaga nyawa pelabuhan, misalnya dengan mengembangkan potensi wisata bahari yang ada.
Tulisan oleh Hanan Zharifah W
Gambar oleh Ogi Sugasi Basri