Menuju Malioboro Khusus Pedestrian, Apa Dampaknya?

 

Manusia merupakan makhluk yang dianugerahi sepasang kaki oleh Tuhan. Sudah selayaknya manusia pasti akan berjalan kaki untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Dalam berjalan kaki, manusia pasti membutuhkan lajur untuk berpindah. Meninjau konteks ini, seharusnya terdapat jalur yang dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki. Jalur tersebut dinamai dengan jalur pedestrian. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999), jalur pedestrian merupakan lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki. Jalur pedestrian dapat berupa trotoar, penyeberangan sebidang (penyeberangan zebra dan penyeberangan pelican), dan penyeberangan tidak sebidang. Penggunaan jalur pedestrian ini telah diterapkan di banyak kota besar di Indonesia, misalnya yaitu jalur pedestrian di Jalan Asia Afrika Bandung dan jalur pedestrian di Kota Lama Semarang. Hal ini juga akan resmi berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Yogyakarta terkenal akan objek wisatanya yang menarik, bahkan wisatawan mancanegara juga tertarik mengunjungi objek wisata di Yogyakarta. Salah satu objek wisata yang menjadi pusat perhatian lokal maupun internasional yaitu Malioboro. Malioboro dikenal sebagai kawasan pusat perbelanjaan sekaligus wisata yang menjadi ikon Kota Yogyakarta. Kawasan ini membentang dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro , dan Jalan Margo Mulyo atau dari Tugu Pal Putih sampai perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Seiring berkembangnya zaman, kawasan Malioboro kini menjadi kawasan yang semakin padat akan penduduk maupun wisatawan.

Berbagai hal telah dilakukan oleh Pemerintah DIY untuk membuat Malioboro tetap indah dan nyaman untuk dikunjungi, salah satunya yaitu alih fungsi trotoar yang dulunya digunakan sebagai lahan parkir menjadi tempat wisatawan pejalan kaki, sehingga wisatawan bisa lebih nyaman ketika berwisata dan berbelanja di Malioboro. Untuk membuat wisatawan merasa lebih nyaman dan aman, Pemerintah DIY menetapkan kebijakan yaitu dengan membuat Malioboro menjadi daerah pedestrian. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan ruang kepada masyarakat agar dapat lebih menikmati kawasan Malioboro. Selain itu, hal ini juga dilakukan sebagai bentuk upaya dalam merawat Malioboro.

Pemberlakuan ini dimulai secara bertahap, di mana pada akhir-akhir ini sedang dilakukan uji coba Malioboro sebagai jalur semi pedestrian. Pemberlakuan Malioboro sebagai jalur semi pedestrian dilakukan selama dua minggu, yaitu pada 3-15 November 2020. Disebut semi pedestrian karena jalurnya masih bisa dilewati oleh beberapa kendaraan, seperti Bus Trans Jogja, kendaraan kepolisian, kendaraan layanan kesehatan, pemadam kebakaran, dan kendaraan patroli. Uji coba ini bertujuan untuk penataan transportasi di kawasan Malioboro sebagai konsekuensi pengajuan Sumbu Filosofi DIY sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia Tak Benda kepada The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).

Salah satu dokumen persyaratan pengajuan tersebut adalah kondisi transportasi yang tidak macet dan tidak berpolusi. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan uji coba jalur semi pedestrian perlu diterapkan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada beberapa simpang dan ruas jalan yang berada di kawasan Malioboro. Beberapa di antara rekayasa tersebut adalah Jalan Mayor Suryotomo dan Jalan Mataram satu arah ke utara, Jalan Abu Bakar Ali dan Jalan Pasar Kembang satu arah ke barat, serta Jalan Letjen Suprapto satu arah ke selatan. Dalam rekayasa ini juga ada perubahan posisi, penambahan, dan pengurangan lampu lalu lintas atau APILL, salah satunya yaitu lampu lalu lintas di sisi selatan Tempat Khusus Parkir Abu Bakar Ali (TKP ABA) digeser sedikit ke timur hingga sebelah timur pintu masuk TKP ABA.

Adanya kebijakan uji coba semi pedestrian tersebut tentu menimbulkan berbagai dampak. Dampak tersebut dapat berupa dampak yang baik maupun yang buruk. Dampak baik dari adanya uji coba tersebut yaitu kualitas udara di kawasan Malioboro membaik. Hal ini dikarenakan kendaraan yang lewat di sepanjang kawasan Malioboro sangat sedikit, sehingga kadar karbon dioksida yang tersebar sangat minim. Selain itu, kawasan Malioboro dapat lebih memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan. Hal ini disebabkan minimnya kendaraan yang lalu-lalang melewati kawasan Malioboro, sehingga polusi maupun suara kendaraan tidak mengganggu wisatawan.

Di sisi lain, dampak buruk sangat dirasakan oleh pelaku bisnis di sepanjang kawasan Malioboro. Hampir semua pedagang di kawasan Malioboro mengalami penurunan penjualan. Omzet yang mereka dapatkan turun hingga 50 persen. Hal tersebut juga terjadi di Mal Malioboro dan juga hotel-hotel di kawasan Malioboro. Apabila penurunan penjualan ini dibiarkan, sangat mungkin pelaku bisnis mengalami kegagalan penjualan dan bisa gulung tikar. Selain itu, uji coba ini menyebabkan sulitnya bongkar muat barang untuk toko-toko di Malioboro dikarenakan waktu bongkar muat barang untuk aktivitas ekonomi di kawasan Malioboro hanya dapat dilakukan setelah jam 10 malam sampai sebelum jam 6 pagi.

Sejatinya, pemanfaatan jalur pedestrian tidak akan pernah menjadi benar-benar efektif apabila tidak disertai komitmen dan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Bergerak dari hal ini, adanya edukasi mengenai pentingnya jalur pedestrian yang nyaman serta kesadaran untuk beralih ke transportasi publik sangat penting untuk diberikan, baik kepada masyarakat maupun pemerintah, agar tercapai kebermanfaatan secara menyeluruh.

Data oleh Salma Zulfa
Tulisan oleh Alkansa Jesiro Syam
Gambar oleh Bulan Aura