Hari Raya Nyepi adalah hari perayaan tahun baru umat Hindu pada pergantian kalender Saka. Nyepi berasal dari kata sepi atau sunyi. Perayaan ini bermakna bahwa tidak adanya aktivitas apapun yang dilakukan kecuali hanya memohon kepada Tuhan yang Maha Agung untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).
Dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan upacara penyucian diri, yang biasa disebut Melasti. Upacara melasti biasa dilakukan di sumber air seperti laut ataupun danau. Sehari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan upacara Bhuta Yadnya atau yang sering disebut Tawur Agung. Upacara tersebut ditujukan kepada Bhuta Kala agar tidak menyebarkan hal negatif kepada umat dan diiringi dengan persembahan banten menurut kemampuan tingkatan umat.
Tibalah puncak acara Nyepi, umat Hindu akan melakukan Catur Brata penyepian. Tidak ada aktivitas apapun layaknya kota mati, hal ini dilakukan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehari setelah Nyepi dinamakan Ngembak Geni atau umat dapat beraktivitas kembali. Pada umumnya umat akan bersilaturahmi dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap rasa syukur, serta saling meminta maaf dari siang hingga sore hari.
Tahun ini, umat hindu lagi-lagi harus merayakan Nyepi bersama pandemi seperti tahun sebelumnya. Terlihat dari jumlah korban yang terjangkit virus Covid-19 masih merebak baik di Indonesia maupun di mancanegara.
Suasana Nyepi yang berbeda sangat terasa di Bali. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Majelis Desa Adat (MDA) mengeluarkan surat edaran yang mengatur pelaksanaan rangkaian Hari Raya Nyepi tahun Saka 1943 di beberapa desa di Bali. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa terdapat pembatasan jumlah peserta dalam beberapa upacara ritual sebelum Nyepi dan peniadaan pawai ogoh-ogoh sebagai tradisi untuk mengusir roh jahat.
Akhir kata, Clapeyron mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1943 bagi yang merayakan!
Data dan tulisan oleh Sultan Ibrahim Salam
Gambar oleh Setiawan Nugroho