Galon Sekali Pakai: Yes or No?

Pada tahun 2020 lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kehadiran produk baru dari sebuah perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) terkemuka. Perusahaan ini meluncurkan produk air mineral yang dikemas dalam galon sekali pakai.

Semenjak kemunculan produk ini, masyarakat dari berbagai kelompok berbondong-bondong menyampaikan sikap pro kontra mereka. Bahkan sempat ada petisi untuk membatalkan pemasaran produk ini. Pasalnya, sekarang ini kampanye pengurangan produk plastik sekali pakai sedang giat dilakukan di berbagai wilayah.

Perusahaan terkait mengklaim kemasan galon sekali pakai ini sebagai produk kemasan yang ramah lingkungan. Untuk membahas lebih lanjut mengenai galon sekali pakai ini, Clapeyron mewawancarai salah seorang Guru Besar Teknik Kimia UGM.

Kemasan Galon Isi Ulang Berbahaya?

Sebagian masyarakat mengatakan bahwa kemasan galon isi ulang tidak terjamin kehigienisannya dan harganya juga terbilang cukup mahal hanya untuk sekedar air mineral. Marketing Manager perusahaan AMDK terkait mengatakan bahwa inovasi galon sekali pakai hadir sebagai jawaban atas keinginan masyarakat mendapatkan air mineral yang lebih higienis dengan harga yang lebih murah, dilansir dari kumparan.com.

Kemasan galon isi ulang terbuat dari senyawa Bisphenol-A (BPA) yang membentuk Polycarbonate (PC). Material ini biasa dipakai untuk pembuatan produk yang transparan, kaku, dan dapat digunakan untuk waktu yang lama. Di balik semua keunggulan tersebut, material BPA memiliki bahaya yang terbilang cukup fatal bagi kesehatan. Material BPA yang larut dalam makanan/minuman akan berpotensi menyebabkan kanker.

Prof. Ir. Rochmadi, S.U., Ph.D., seorang guru besar di UGM yang ahli dalam bidang sintesis dan degradasi polimer membenarkan pernyataan bahwa gugus fenil yang terdapat dalam senyawa kimia, tidak hanya BPA, dapat berpotensi menyebabkan kanker. Rochmadi mengatakan, “Memang kalau Bisphenol-A sendiri itu bahaya, tapi kalau sudah jadi polimer tidak.”

BPA merupakan salah satu bagian dari monomer plastik yang kemudian akan mengalami polimerisasi—pembentukan ikatan—menjadi polikarbonat. Dalam proses polimerisasi, mungkin akan ada sisa monomer yang belum sempat bereaksi membentuk ikatan menjadi polimer. Hal ini tentu bisa menimbulkan bahaya seperti yang telah disebutkan di atas.

Menanggapi terkait sisa monomer dalam polimerisasi ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia sudah menetapkan suatu standar untuk plastik kemasan makanan dan minuman yaitu Food Grade. Standar ini berlaku untuk semua kemasan plastik termasuk galon isi ulang dan galon sekali pakai.

“BPOM seharusnya sudah memeriksa sisa monomer yang tertinggal jumlahnya sangat sedikit sehingga bisa memberikan label Food Grade pada kemasan tersebut,” ungkap Rochmadi

Tidak hanya pada proses polimerisasi, tetapi kemasan plastik juga perlu diperhatikan saat penggunaannya. Ikatan polimer yang sudah terbentuk suatu waktu juga bisa lepas (depolimerisasi) dan membuat material BPA terdifusi keluar dari plastik serta mencemari makanan/minuman dalam kemasan tersebut. Salah satu kondisi yang dapat memicu pemutusan ikatan polimer ini adalah suhu tinggi. Selain itu, sinar UV dari matahari juga berperan untuk mempercepat proses depolimerisasi tersebut.

Pertanyaannya sekarang, apakah kemasan galon sekali pakai yang dibuat oleh perusahaan ini sudah mendapat label Food Grade dari BPOM? Untuk bisa mendapat izin edar di pasaran, tentunya kemasan ini sudah melalui berbagai pengujian, salah satunya adalah pengujian Food Grade sehingga kemasan galon sekali pakai yang digunakan sudah terjamin keamanannya

Plastik Bisa Didaur Ulang

Mungkin sebagian dari kita belum pernah mendengar soal plastik yang bisa didaur ulang. Ternyata berdasarkan sifatnya, beberapa jenis plastik bisa didaur ulang (recycle). Salah satunya adalah plastik jenis PET (Polyethylene Terephthalate) yang digunakan untuk kemasan galon sekali pakai.

Plastik jenis PET ini dapat didaur ulang menjadi serat fiber, kemudian dapat digunakan untuk produksi kain dan masker. Selain itu, PET juga dapat didaur ulang menjadi barang berbahan dasar plastik lagi namun kualitasnya akan lebih rendah dari barang plastik yang bukan hasil daur ulang.

Apakah galon PET yang didaur ulang menjadi galon lagi akan memakai semua bahan plastik bekas? Tentu tidak. Ada proses pencampuran antara material hasil daur ulang dengan material baru (polimernya masih fresh) guna menjaga kualitas dan kehigienisan produk hasil daur ulang.

Pengawasan perlu dilakukan pada proses produksi produk daur ulang, khususnya untuk produk kemasan makanan dan minuman. Bukan hanya untuk produksi skala besar, melainkan pengawasan juga perlu dilakukan untuk produksi skala kecil menengah seperti usaha mikro. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dari produk yang akan dihasilkan. Produk yang telah jadi juga perlu diuji lagi di laboratorium untuk mendapatkan label Food Grade sebelum beredar di pasaran.

Apabila ditinjau dari sisi ekonomi, daur ulang plastik dapat menjadi sumber pendapatan terutama bagi kelompok pemulung (ekonomi sirkular). Hal ini dikarenakan plastik daur ulang bernilai lebih tinggi ketika disetor ke pengepul. Kalau begitu, mengapa tidak semua plastik yang bisa didaur ulang dikumpulkan? Mengapa masih ada plastik yang mencemari lautan? Hal ini kembali lagi pada perilaku kita masing-masing.

Untuk mengumpulkan dan memilah sampah plastik, ongkos yang dibutuhkan cukup besar dan hal ini berdampak pada ongkos daur ulang yang juga semakin besar. Maka, kita perlu membantu meminimalkan biaya ini, salah satunya dengan memilah sampah plastik di lingkungan kita.

Apabila plastik dapat didaur ulang, apakah hal tersebut dapat diartikan plastik merupakan bahan yang ramah lingkungan? Sebagian dari kita pasti memikirkan pertanyaan ini setelah membaca penjelasan di atas. Meskipun bisa didaur ulang, produksi plastik yang masih menggunakan minyak bumi jelas merupakan masalah. Hal ini dikarenakan minyak bumi adalah energi yang terbatas dan tidak terbarukan. Selain itu, minyak bumi menyumbang emisi gas karbondioksida (CO2) yang mencemari udara dan memicu pemanasan global. Hal ini tentu menjadi masalah yang sudah lama kita temui dan masih menjadi PR kita untuk membantu menyelamatkan bumi.

Walaupun galon sekali pakai bisa didaur ulang, bukan menjadi sebuah jaminan bahwa setiap galon sekali pakai yang beredar akan didaur ulang. Perusahaan sebagai produsen perlu ikut bertanggung jawab terkait kegiatan daur ulang ini seperti yang termuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Berbicara mengenai daur ulang kemasan plastik, perusahaan AMDK yang mengeluarkan produk galon sekali pakai ini belum memiliki Recycling Business Unit milik mereka sendiri. Namun, Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) mengatakan bahwa perusahaan AMDK terkait telah melakukan kerjasama dengan APSI sebagai wujud implementasi daur ulang kemasan galon sekali pakai, dilansir dari laman industri.kontan.co.id.

Sebagai konsumen, pilihan berada di tangan kita masing-masing. Namun akan lebih baik jika kita lebih bijak dalam penggunaan kemasan plastik di kehidupan sehari-hari. Plastik dulunya diciptakan agar bisa kita pakai berulang kali sehingga dapat mengurangi penebangan pohon untuk membuat paper bag. Tetapi seiring perkembangan zaman, plastik menjadi kemasan sekali pakai dan memenuhi tempat tinggal kita. Maka dari itu, sebaiknya kita bijak dalam menggunakan plastik. Plastik bisa didaur ulang, namun tidak semua plastik akan didaur ulang.

 

Data, tulisan, dan gambar oleh Melisa Ruth Angelica