Beranda Berita Konservasi Flora dan Fauna Pantai Selatan Bersama Civil Environment Conservation

Konservasi Flora dan Fauna Pantai Selatan Bersama Civil Environment Conservation

oleh Redaksi

Akhir pekan tidak menghalangi semangat mahasiswa Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM untuk terus menjaga alam dan melaksanakan aksi peduli lingkungan. Pada Minggu, 28 Agustus 2023, Civil Foundation (Cifound)—yang juga bernaung di bawah Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM—mengadakan kegiatan Big Project Cifound 2023, yaitu Civil Environment Conservation.

Tahun ini, Big Project Cifound mengangkat tema “Back to Nature”. Tema ini diangkat sebagai evaluasi bagi seluruh mahasiswa agar tetap memperhatikan flora dan fauna di tengah-tengah kontribusi mereka untuk bidang sosial dan masyarakat. “Harapan saya, kegiatan ini bisa jadi awal mula kegiatan konservasi lainya di KMTSL dan menjadi salah satu fokus edukasi ke seluruh mahasiswa DTSL FT UGM,” ujar Fatih selaku ketua Civil Environment Conservation.

Big Project Cifound tahun ini berfokus pada tiga kegiatan besar, yaitu penanaman bakau di Kawasan Konservasi Mangrove Pantai Baros, konservasi penyu, dan pembuatan ecobrick yang dilaksanakan di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Pelangi. Di Pantai Baros, acara dibuka dengan sambutan Tantri Nastiti Handayani selaku Sekretaris DTSL FT UGM, Fikri Firdaus selaku Ketua Cifound 2022/2023, dan Muhammad Fatih Husaen selaku Ketua Civil Environment Conversation 2023.

“Kegiatan ini adalah salah satu langkah kita untuk menyukseskan SDGs, terutama terhadap lingkungan. Selamat melaksanakan kegiatan, tetap jaga K3, dan have fun!” pesan Tantri dalam sambutannya. Selanjutnya, penyerahan bibit bakau dari Keluarga Pemuda Pemudi Baros (KP2B) pada Tantri sebagai perwakilan DTSL dilakukan sebagai bentuk simbolis bahwa acara Civil Environment Conservation sudah dimulai. 

Sebelum menanam bakau, seluruh peserta mendapat pengarahan dari Shidiq, salah satu anggota KP2B dan juga salah satu pengelola hutan mangrove. Dalam pengarahannya, peserta diberi tahu manfaat menanam bakau di pantai serta tata cara menanam bakau yang baik dan benar. 

“Bakau ini ditanam bersama dengan batang bambu dan diikat dengan tali rafia. Saat menanam, batang bambunya harus mengarah ke arah pantai agar dapat menahan ombak yang akan merobohkan bakau,” ujar Shidiq sambil memperagakan cara menanam bibit bakau. Shidiq juga menjelaskan bahwa kawasan mangrove berfungsi untuk mencegah abrasi pantai agar tidak tergerus, menahan sampah agar tidak masuk ke wilayah pertanian saat air pasang, dan menjaga agar kadar garam pada air yang digunakan untuk pertanian tidak terlalu tinggi.

Setelah diberi bibit bakau, batang bambu, dan tali rafia, semua peserta Civil Environment Conservation berjalan menuju lokasi penanaman bakau. Peserta diarahkan untuk turun ke pantai dan membuat lubang tanam dengan dibantu oleh anggota KP2B. Meski dangkal, bakau tetap perlu ditanam dengan menekan langsung di akarnya bersamaan dengan batang bambu sehingga peserta harus membungkuk dan terendam air pantai. Sebagian peserta ada yang sangat bersemangat untuk turun ke pantai, sementara sebagian lagi memilih untuk menanam bakau di tepi pantai yang airnya tidak terlalu dalam. Di akhir kegiatan, lebih dari seratus bibit bakau sudah ditanam oleh peserta Civil Environment Conservation. 

Kegiatan berikutnya dilanjutkan setelah istirahat dan makan siang di Pantai Pelangi yang dapat ditempuh 15 menit perjalanan dari Pantai Baros. Di lokasi ini, kegiatan yang akan dilakukan adalah praktik membuat ecobrick dan rilis tukik. 

Ecobrick itu solusi alternatif untuk pengolahan sampah yang ada di laut. Untuk beberapa sampah, kita (4K) sendiri sudah bekerja sama dengan startup pengelolaan sampah anorganik. Namun, ada beberapa jenis plastik yang penerimaannya terbatas, yaitu plastik kresek dan plastik kemasan. Nah, sampah-sampah plastik itu yang nanti kita cacah dan dibuat menjadi ecobrick,” jelas Daru selaku salah satu founder Aksi Konservasi Yogyakarta (4K) saat memberi arahan kepada peserta Civil Environment Conservation. 

Ecobrick perlu dipadatkan sehingga plastik yang diperlukan juga harus banyak. Nantinya, ecobrick akan dibuat menjadi monumen atau bangunan yang semoga dapat menjadi pengingat bahwa masih banyak sampah plastik di lingkungan,” tambahnya sambil memperlihatkan ecobrick yang sudah selesai dibuat. 

Peserta kemudian duduk bersama dengan kelompok yang sudah dibagikan sebelumnya untuk secara bergantian mempraktikkan pembuatan ecobrick dan melihat proses konservasi penyu. Pada sesi pembuatan ecobrick, peserta diarahkan untuk bekerja sama membersihkan plastik dari tanah dan kemudian memotongnya kecil-kecil agar muat dimasukkan ke dalam botol. Peserta tampak aktif bekerja sekaligus bertanya sesekali mengenai sampah pada pendamping pembuatan ecobrick dari 4K.

Di sesi lain, peserta diajak untuk melihat-lihat proses konservasi penyu yang ada di Pantai Pelangi. Telur dari penyu yang datang sepanjang bulan Maret sampai Agustus di sepanjang Pantai Selatan Yogyakarta akan dipindahkan untuk dijaga dan ditetaskan di tempat konservasi. Hal ini dilakukan karena masyarakat sekitar masih banyak yang mencuri telur penyu untuk dijual dan dikonsumsi. Sebagai fauna yang dilindungi, hal ini tentunya wajib dilakukan agar menjaga ekosistem laut dan populasi penyu itu sendiri.

“Saya berharap nantinya 4K dapat berkembang lebih lagi–mungkin dengan mendapat investasi atau bekerja sama dengan pihak-pihak lain–sehingga kegiatan konservasi di sini dapat berlangsung dengan lancar dan terfasilitasi dengan lebih baik,” tutur Danang, salah satu anggota 4K saat ditanya harapannya untuk 4K di masa depan.

Acara diakhiri dengan melakukan pelepasan tukik langsung di Pantai Pelangi. Setelah mendengarkan arahan dari pihak 4K, seluruh peserta berbaris untuk mendapatkan tukik dan wadahnya. Terdapat kurang lebih dua puluh ekor tukik yang akan dilepaskan. Senangnya, seluruh peserta mendapat waktu sekitar 15 menit untuk melakukan dokumentasi bersama tukik sebelum dirilis. Peserta kemudian berjalan lebih dekat ke arah bibir pantai agar tukik dapat berjalan ke laut dengan mudah. Seluruh peserta Civil Environment Conservation terlihat sangat senang sekaligus haru saat mengabadikan momen ketika tukik dilepaskan, terutama saat tukik tersapu ke belakang oleh ombak lalu kembali berusaha berjalan menuju laut. 

Data dan tulisan oleh Nur Zakia Ahmat

Dokumentasi oleh Tim Cifound

Gambar disunting oleh Maruta Bagas

Artikel Terkait