Fakultas Teknik Menerbitkan Surat Edaran Dekan FT UGM tentang Larangan LGBT
Kronologis
Belum lama ini, keluar Surat Edaran Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada tentang Larangan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di lingkungan Fakultas Teknik. Surat yang ditandatangani pada Selasa, 12 Desember 2023 oleh Dekan Fakultas Teknik ini langsung viral dan dijadikan pembicaraan di media sosial. Pendapat-pendapat yang mendukung maupun menolak tindakan ini banyak ditemukan pada kolom diskusi media sosial. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Semua bermula dari laporan mahasiswi atas ketidaknyamanannya ketika menggunakan fasilitas umum perempuan di lingkungan FT UGM. Setelah itu, surat edaran tentang larangan LGBT ini beredar sebagai respons fakultas terhadap laporan tersebut di mana seorang mahasiswa yang berpenampilan seperti perempuan (transpuan atau biasa kita kenal dengan istilah transgender) menggunakan fasilitas kampus milik perempuan—seperti toilet perempuan—di lingkungan Fakultas Teknik UGM. Setelah beberapa minggu sejak kejadian tersebut, tepatnya pada tanggal 29 Desember 2023, akun sosial media UGM ikut memberikan respons dengan membagikan informasi resmi tentang sikap universitas mengenai larangan LGBT di Fakultas Teknik.
Surat Edaran FT UGM
Dalam Surat Edaran FT UGM Nomor 2480112/UN1/FTK/I/KM/2023, terdapat dua poin yang disampaikan dalam surat tersebut. Pertama, FT UGM menolak dan melarang aktivitas dan penyebarluasan LGBT bagi seluruh masyarakat FT UGM karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia 1945, dan norma yang berlaku di Indonesia. Kedua, FT UGM bisa memberikan sanksi maksimal terhadap dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan yang terbukti memiliki perilaku dan/atau melakukan penyebarluasan paham, pemikiran, sikap, dan perilaku yang mendukung LGBT. Selain itu, disebutkan juga bahwa hal tersebut disampaikan dalam rangka mewujudkan lingkungan pembelajaran yang kondusif dalam penyelenggaraan Tridharma, serta untuk mencegah penyebarluasan paham, pemikiran, sikap, dan perilaku yang mendukung dan/atau terlibat dalam LGBT di lingkungan FT UGM.
Dilansir dari BBC.com, hasil wawancara dengan Wakil Dekan Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Fakultas Teknik UGM mengatakan bahwa mereka yang menetapkan identitas dirinya sebagai LGBT masih bisa mendapatkan pendidikan di FT UGM. Akan tetapi, tindakan-tindakan yang membuat sebagian komunitas yang lain merasa tidak nyaman tidak diperbolehkan dalam lingkungan FT UGM. Kemudian terkait dengan surat edaran ini, keberadaannya masih dalam tahap peninjauan ulang, meskipun secara legalitas masih berlaku sampai saat ini.
LGBT Dalam Psikologi
Pada tahun 1952, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-I) menyatakan kaum homoseksual sebagai “gangguan kepribadian sosiopat”. Kemudian, pada tahun 1968, kaum homoseksual dinyatakan sebagai perilaku “penyimpangan seksual”, dan pada tahun 1973, homoseksual dinyatakan sebagai “penyakit mental”. Akan tetapi, pada tahun itu pula melalui American Psychiatric Association (APA), kaum homoseksual dinyatakan “bukan penyakit mental”. Penghapusan homoseksual dari daftar penyakit mental oleh APA tidak dilatarbelakangi oleh beberapa terobosan ilmiah, melainkan atas keributan yang terjadi oleh kaum homoseksual pada masa itu yang berpotensi menyebabkan tindak kekerasan.
Menurut Charles W. Socarides MD (psikiater dan psikoanalisis di Amerika yang meneliti tentang kaum LGBT), gay bukan merupakan bawaan sejak lahir atau genetik. Menurutnya, mereka berubah karena wawasan dan berpikir secara sadar dan telah berkembang menjadi gaya hidup alternatif bagi masyarakat. Artinya, seseorang dapat memiliki orientasi seksual LGBT dengan adanya informasi dan wawasan yang membuat pola pikir seseorang hingga orientasi seksualnya juga berubah. Berdasarkan pemahaman ini, bagaimana pandangan LGBT bila dilihat dari perspektif Pancasila dan UUD 1945?
Perspektif Pancasila dan UUD 1945
Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa di Indonesia terdapat banyak individu dengan orientasi seksual LGBT. PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) memprediksi jumlah LGBT sekitar tiga juta jiwa di tahun 2011. Tak hanya itu, beberapa lembaga survey independen dalam maupun luar negeri menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 3% penduduk yang memiliki orientasi seksual seperti ini. Akan tetapi, belum ada peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur secara eksplisit tentang orientasi seksual. Meski demikian, kedudukan LGBT secara implisit dijelaskan pada Pasal 3 UU No. 39 tahun 1999 Tentang HAM yang menyatakan bahwa setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat; setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil; dan setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Dilansir dari mpr.go.id, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengatakan kalau aktivis LGBT berdalih pemenuhan Hak Asasi Manusia, maka konstitusi yang berlaku di Indonesia (UUD Negara Republik Indonesia 1945) mengatur bahwa HAM di Indonesia bukanlah HAM liberal sebagaimana diberlakukan di beberapa negara barat. HAM yang diakui konstitusi di Indonesia adalah HAM yang tunduk pada pembatasan yang dibuat oleh UU dan harus sejalan dengan nilai-nilai agama yang diakui di Indonesia. Tafsiran HAM di Indonesia seharusnya dimasukan dalam pengertian Pancasila, dengan demikian HAM di Indonesia adalah HAM yang berketuhanan, yang berkemanusiaan adil dan beradab, yang menjunjung persatuan Indonesia, yang mengatasi perbedaan dengan musyawarah mufakat, dan yang mengedepankan keadilan.
Kesimpulan
Dengan terbitnya Surat Edaran Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada tentang Larangan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, lahirlah berbagai pandangan terkait dengan isu ini. Banyak yang berpendapat bahwa keputusan hal itu adalah keputusan yang tepat, tetapi banyak juga yang tidak setuju akan keputusan tersebut. Di luar dari tepat atau tidaknya keputusan tersebut, lingkungan kampus sebagai pusat pendidikan harus bersikap adil dalam membuat suatu keputusan yang tidak hanya menguntungkan sebagian pihak. Di sisi lain, lingkungan kampus harus tetap dijaga agar lingkungan pembelajaran dapat tetap berjalan kondusif sesuai dengan penyelenggaraan Tridharma.
Tulisan oleh Sebastian
Data oleh Sharfina Putri Nurul Shadrina
Ilustrasi oleh Kelvin Kenzie