
Gelanggang Mahasiswa UGM diresmikan pada 31 Juli 1975 oleh Menteri Dalam Negeri Letnan Jenderal TNI H. Amir Machmud. Bangunan ini menjadi melting point pergerakan mahasiswa di Yogyakarta. Selain itu, Gelanggang Mahasiswa juga digunakan oleh Dewan Mahasiswa UGM serta Dewan Mahasiswa se-Yogyakarta. Setelah kebijakan NKK-BKK dengan pembubaran Dewan Mahasiswa se-Indonesia di tahun 1978–1979, organ-organ eks Dewan Mahasiswa UGM berubah menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang mulai tahun 1980 menempati gedung ini sebagai sekretariat kegiatan.
Gelanggang Mahasiswa UGM menjadi tempat lahirnya belasan ribu aktivis kegiatan kemahasiswaan dan lahirnya berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa, seperti Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung tanggal 29 Oktober 1985, Unit Kesehatan Mahasiswa tanggal 13 Mei 1985, Satuan Resimen Mahasiswa tanggal 8 September 1977, UKM Bulutangkis tanggal 5 Mei 1983, dan sebagainya. Setelah lulus dari UGM, Aktivis Gelanggang Mahasiswa menjadi para pelaku budaya, seni, olahraga, maupun pemimpin institusi seperti universitas dan pemerintahan. Saking fenomenalnya, aktivis gelanggang sampai memelesetkan kata UGM menjadi Universitas Gelanggang Mahasiswa.
Gelanggang turut melahirkan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada “Gelanggang” (Kagama Gelanggang) dan istilah “Cah Gelanggang” yang merupakan sebutan bagi para aktivis yang sedang dan pernah berkegiatan di Gelanggang Mahasiswa UGM. Selain itu, bangunan ini digunakan untuk kegiatan pengenalan UKM di UGM, yaitu Gelanggang Expo (Gelex) UGM mulai tahun 1999. Mulai tahun 2003, Gelanggang juga digunakan sebagai posko layanan bantuan advokasi bagi mahasiswa baru UGM yang dibuat oleh jaringan divisi advokasi se-UGM serta digunakan untuk tempat penyelenggaraan Hearing Rektorat setiap tahunnya. Gelanggang Mahasiswa UGM sejak awal berdirinya tidak dieksklusifkan bagi mahasiswa UGM maupun kegiatan UKM UGM saja, tetapi digunakan dan dilangsungkan secara umum dengan biaya rendah, bahkan gratis.
Sejak tahun 1980, Gelanggang Mahasiswa UGM melahirkan berbagai organisasi kemahasiswaan Unit Kegiatan Mahasiswa dengan total 54 UKM yang terbagi ke empat jenis bidang sesuai dengan kegiatan, yaitu bidang olahraga, rohani, khusus, dan seni. Sayangnya, bangunan gelanggang di tahun 2009 sudah mulai memprihatinkan seperti kondisi sebagian dari atap bangunan yang hampir lepas akibat tidak adanya perhatian dan perawatan dari UGM. Rencana renovasi secara menyeluruh bergulir mulai tahun 2015, tetapi hal ini tidak kurun terjadi dalam waktu dekat. Pada tanggal 27 Juli 2017 diadakan pertemuan antara Pihak UGM dan Tahir Foundation serta pembentukan Tim Perencanaan Pembangunan Gelanggang. Selanjutnya, dalam rapat koordinasi pengembangan fasilitas kampus UGM tanggal 15 Agustus 2018 disebutkan bahwa terdapat permasalahan/konflik terkait rencana pembangunan ulang gelanggang. Saat Hearing Rektorat 6 Mei 2019, isu renovasi dan pembangunan gelanggang dibahas kembali dengan penegasan bahwa biaya tidak akan menggunakan biaya mahasiswa, melainkan dari mitra. Wacana pembangunan ini bergulir kembali dengan kegiatan sosialisasi Preliminary Design Kawasan Gelanggang di tanggal 19 Februari 2020.
Pembangunan ulang yang awalnya hanya kawasan Gelanggang Mahasiswa, berubah kepada tiga bangunan besar di sampingnya, yaitu Bank BNI, Gedung DSSDI, dan Gedung PKKH. Namun, di tahun ini, pandemi COVID-19 melanda dengan mengakibatkan seluruh kegiatan di kampus ditiadakan. Situasi ini mendorong aktivis mahasiswa UGM dan alumni gelanggang membentuk relawan Gelanggang Bergerak yang menggunakan bangunan gelanggang menjadi posko bantuan. Di tengah situasi COVID-19, Rektorat UGM tetap melaksanakan pembongkaran dan pembangunan Kawasan “New Gelanggang”. Forkom UKM UGM dan MWA UM UGM per tanggal 18 April 2020 mengajukan naskah usulan pembangunan kawasan gelanggang yang salah satu isinya meminta penundaan pengosongan Gelanggang Mahasiswa sampai dengan pulihnya aktivitas mahasiswa atau setidaknya sampai UKM menyanggupi. Namun, pada tanggal 20 April 2020 muncul instruksi pemindahan dan pengosongan gelanggang dan akhirnya Rektorat tetap melakukan pembongkaran bangunan.
Pembongkaran ini dilakukan secara paksa di kondisi COVID-19 dan diperparah dengan belum adanya kepastian pembangunan baik dari Sistem Informasi Rencana Pengadaan (SIRUP) maupun Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPS3) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) periode tahun 2020. Pihak Rektorat berdalih bahwa proses penggusuran dan pembongkaran Gelanggang Mahasiswa UGM atas perintah dari pemerintah pusat. Pembangunan ini direncanakan menghabiskan biaya Rp120 miliar dan selesai sampai tahun 2022.
Di tanggal 29 Maret 2021, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X merestui pembangunan gedung baru UGM. Namun, sebelumnya sempat ada ‘drama’ terkait perizinan dari Sultan, yaitu, pertama, perlu diketahui bahwa seluruh tanah di kawasan UGM merupakan milik dari Keraton Yogyakarta, maka proses pembangunan harus mendapatkan izin dari Keraton. Hal ini berkorelasi dengan alasan ‘drama’ kedua, yaitu gedung di sekitar GSP dan Gedung Pusat UGM tidak boleh melebihi tinggi dari dua bangunan tersebut karena berkaitan dengan filosofi gedung yang ada di UGM. Terakhir, drama ketiga, yaitu awalnya di GIK akan dibangun basement bawah tanah, tetapi hal ini ditolak oleh Keraton karena di bawah tanah gedung di UGM terdapat pusaka Keraton.
Namun, sayangnya dalam kurun waktu selama dua tahun, pembangunan tidak kunjung dilakukan dan selama itu mahasiswa UGM melangsungkan serangkaian kegiatan advokasi, aksi, kajian, maupun penerbitan sejumlah artikel tulisan. Pembangunan baru dilakukan mulai tanggal 21 Juni 2022 dengan waktu penyelesaian 600 hari kalender yang selesai di bulan Februari 2024, dan biaya berasal dari APBN yang awalnya hanya Rp120 miliar menjadi Rp557 miliar. Pembangunan ini didanai dari APBN Tahun Anggaran 2022 (Rp66.156.422.000), 2023 (Rp486.109.486.000), dan 2024 (Rp138.066.479.000). Awalnya pembangunan ini hanya sebatas renovasi, tetapi berubah menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Kawasan “New Gelanggang” atau disebut sebagai Gelanggang Inovasi dan Kreatifitas menempati lahan seluas 49.500 m² dan luas bangunan 19.817,50 m².
Awalnya kawasan GIK hanya terbagi ke dalam tiga zona, yaitu Zona Kepemimpinan di sisi selatan, Zona Inovasi Teknologi dan Kewirausahaan di bagian tengah, serta Zona Seni dan Budaya di sisi utara. Namun, akhirnya terdapat perubahan jumlah zona menjadi delapan zona, yaitu Zona A dengan luas 4.514 m², Zona B dengan luas 12.736 m², Zona C dengan luas 13.470 m², Zona D dengan luas 27.253 m², Zona E dengan luas 2.792 m², Zona F dengan luas 19.232 m², Zona BNI dengan luas 1.865 m2, dan Zona Joglo dengan luas 1.366 m2. Kedelapan zona ini akan mendukung berbagai kegiatan pengembangan mahasiswa, seperti talent development, personalized learning, longlife learning, interdisciplinary competence dan standard application, future leadership, serta innovation in humanity dan nation contribution. Adapun GIK akan mempunyai tiga program kegiatan berdasarkan jenis konten, yakni program kultural, program edukasi, dan program inovasi dan teknologi.
Pembangunan GIK akan menjadi percontohan dan akan dikembangkan di kampus lain. Pembangunan ini dilaksanakan berdasarkan Rencana Strategis UGM Tahun 2022-2024, Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2019, diikuti Surat Rektor UGM kepada Presiden RI Nomor 124/UNIP/SET-SR-/TR/2020 tanggal 27 Februari 2020 tentang Permohonan Dukungan Pembangunan Gedung GIK UGM, kemudian Surat Menteri Sekretaris Negara RI kepada Menteri PUPR Nomor B-215/M/Sesneg/SR.02/2020 tanggal 12 Maret 2020 tentang tindak lanjut dukungan Gedung GIK UGM, terakhir Keputusan Menteri PUPR Nomor 332/KPTS/M/2021 tanggal 23 Maret 2021.
Kawasan GIK direncanakan akan selesai pada tanggal 7 Februari 2024 dengan peresmian menggelar konser musik Sheila On 7, pameran foto dan peluncuran buku, pasar kangen, dan kegiatan community gathering. Namun, hal tersebut tidak terlaksana dan perubahan rencana selesai pembangunan GIK berubah menjadi pada bulan April 2024 serta anggaran bertambah menjadi Rp607,3 miliar. Perubahan selesainya waktu pembangunan menyebabkan Contract Change Order (CCO), sebagai sebuah prosedur dalam proyek konstruksi yang mencakup perubahan lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan, dan biaya pelaksanaan. Nominal biaya pelaksanaan belum termasuk ke dalam biaya pembangunan kelengkapan fasilitas dan interior yang diperkirakan mencapai Rp408,47 miliar.
Menurut Rektor UGM, kegiatan GIK diperuntukkan sepenuhnya untuk kegiatan pendidikan dan hilirisasi hasil riset ke industri serta pengembangan talenta mahasiswa, lalu menurut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni UGM, Dr. Arie Sujito, pembangunan GIK merupakan sebuah upaya untuk membangun ekosistem pembelajaran agar mahasiswa memiliki karakter, kreativitas, hingga semangat kewirausahaan, sedangkan menurut Pratikno, ide awal pembangunan GIK adalah untuk mempertemukan mahasiswa dengan mitra industri agar lulusan perguruan tinggi terserap di dunia kerja dan mampu membangun semangat kewirausahaan. Ketiganya memiliki poin kesepakatan sama, yaitu industri dan kewirausahaan. Pihak UGM sudah menggandeng sekitar 60 korporasi di dalam kegiatan GIK.
Per Maret 2025, pembangunan kawasan GIK belum selesai dilakukan dan terdapat permasalahan yang mengikutinya. Hal ini membawa konsekuensi kepada tanggung jawab UGM dalam memberikan fasilitas kemahasiswaan bagi mahasiswa UGM secara khususnya. Sebagaimana diketahui akibat dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, seluruh anggaran kementerian, dalam hal ini PAGU Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum semula Rp110,95 triliun, tetapi setelah dilakukan rekonstruksi anggaran sebagai tindak lanjut dari surat Menteri Keuangan Nomor S-75/MK.02/2025 tanggal 13 Februari 2025, berubah menjadi sebesar Rp50,48 triliun.
Melalui informasi Balai Prasarana Permukiman Wilayah DIY tanggal 14 Maret 2025 pada laman lapor.go.id, didapatkan informasi perihal tindak lanjut penyelesaian pembangunan GIK UGM di tahun 2025 yaitu proses serah terima aset bangunan Tahap 1 belum dilaksanakan. Proses ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.06/2021 karena GIK merupakan Bangunan Milik Negara dan serah terima harus melalui Menteri Keuangan yang berkoordinasi dengan Kementerian PU.
Lalu, pada kelanjutan tahap 2 GIK UGM belum bisa dilakukan lantaran anggaran pembangunan belum tersedia dan proses serah terima bangunan belum dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1 Tahun 2024, pembangunan tahap 2 akan dilaksanakan melalui Direktorat Jenderal Prasarana Strategis.
Dampak kemunduran penyelesaian pembangunan GIK UGM tersebut mengakibatkan hal-hal seperti, pertama, anggaran membengkak yang menyentuh nominal Rp1,021,17 triliun dan hal ini memiliki potensi UKT yang dibayarkan mahasiswa UGM akan bertambah tinggi karena di dalam UKT terdapat komponen biaya langsung dan tidak langsung. Biaya tidak langsung merupakan biaya operasional pengelolaan institusi yang diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan program studi yang salah satunya ditujukan untuk biaya pengoperasian dan pemeliharaan/perbaikan seperti gedung, jalan lingkungan kampus, pemeliharaan angkutan kampus, dan sejenisnya.
Jika pembangunan GIK berasal dari APBN, biaya pengoperasian dan perbaikan berpotensi mengambil dari UKT mahasiswa UGM. Selain itu, penggunaan GIK akan dilakukan secara berbayar, termasuk oleh UKM, yang akan masuk ke anggaran kegiatan dari Direktorat Kemahasiswaan UGM dengan potensi memotong dana pagu anggaran UKM. Dalam pertemuan tanggal 17 Mei 2023 disebutkan bahwa pengelolaan dan maintenance GIK sangat mahal karena listrik menyala setiap hari dengan diperkirakan mencapai 2,5-3 Miliar per bulan atau sekitar Rp25 miliar setiap tahunnya.
Kedua, dengan mundurnya penyelesaiaan GIK maka akan berdampak kepada mahasiswa UGM belum bisa menggunakan bangunan. Apabila dalam waktu sekarang beberapa kegiatan sudah menggunakan GIK, hal tersebut menyalahi aturan dan budaya kultural di UGM karena penggunaan gedung baru bisa digunakan setelah sesi penyerahan bangunan dari PUPR kepada UGM. Selain itu, aspek keselamatan penggunaan gedung yang belum selesai patut untuk diperhitungkan.
Ketiga, tidak adanya mekanisme diskursus pengelolaan GIK karena nantinya pengelolaan GIK dilakukan oleh birokrat luar UGM sesuai dengan Peraturan Rektor UGM Nomor 10 Tahun 2023 yang menyebutkan GIK adalah unsur penunjang. Lalu, porsi mahasiswa dalam menjadi salah satu pengelola kemungkinan besar tidak ada. Hal ini dapat menyebabkan akses mahasiswa khususnya kegiatan UKM, Komunitas, dan Organisasi Fakultas/Sekolah menjadi sulit dan harus berebut dengan pihak luar yang akan menggunakan.
Adapun pembagian kawasan yang dapat digunakan oleh mahasiswa UGM, pihak luar semacamnya akan menggunakan mekanisme penyewaan tempat dengan harga tertentu mulai jutaan sampai ratusan juta bagi yang ingin menggunakan atau menyewanya. Contoh mitra yang berminat adalah Sinarmas, Bank Mandiri, Bank BNI, Aqua, Blibli, dan GoTo. GIK akan menjadi bangunan komersial yang menempatkan siapapun, termasuk mahasiswa UGM, harus membayar nominal tertentu untuk menggunakannya, sebagai contoh bangunan Joglo yang disewakan dengan harga Rp2.907.848/jam, Rp27.915.342/12 jam, Rp20.936.506/8 jam untuk video shooting, Mini Auditorium sebesar Rp1.658.431/jam, Rp15.920.942/12 jam, Rp11.940.706/8 jam untuk video shooting, serta Unit UGM Shop disewakan sebesar Rp133.547.320 per bulan dengan minimum penyewaan selama 2 tahun.
Dengan kondisi pembangunan belum selesai sepenuhnya, belum serah terima bangunan, tetapi gedung GIK UGM sudah mulai disewakan dengan harga yang overrated, slogan visi GIK UGM sebagai pusat inovasi dan kreativitas hanya bualan. Kondisi fasilitas yang belum tersedia dengan layak dan maksimal justru menjadi alasan UGM harus mengevaluasi diri sebelum menjual dirinya.
Tulisan oleh Sigit Bagas Prabowo
Ilustrasi oleh Rizki Nurhidayat
