ICF: Game Changer Dunia Konstruksi yang Mungkin Belum Kamu Kenal

Pernahkah terlintas dalam benak Sobat Ero bahwa tantangan konstruksi masa kini bukan hanya tentang membangun, tetapi juga tentang bagaimana setiap prosesnya dilakukan secara efisien dan berkelanjutan? 

Selama ini, berbagai tantangan tersebut sering kali dianggap hal biasa, Sobat Ero.

Saat ini, sistem bangunan konvensional masih banyak digunakan. Padahal, dalam penerapannya–inefisiensi waktu, tenaga, dan produksi emisi dalam jumlah yang besar menjadi masalah utama. Fakta lainnya telah dibuktikan oleh penelitian pada tahun 2020–hingga 25% emisi CO2 berasal dari sektor konstruksi. Di tengah tuntutan persoalan yang telah disebutkan, semakin jelas terlihat bahwa pendekatan konstruksi yang mampu menjawab berbagai persoalan semakin dibutuhkan. 

Insulated Concrete Form (ICF)–teknologi dalam dunia konstruksi yang mempunyai banyak keunggulan dalam menjawab berbagai permasalahan tadi–menjadi salah satunya. Kendati demikian, sistem seperti ICF belum banyak dikenal di Indonesia.

Jadi, Sobat Ero, yuk simak penjelasan mengenai teknologi ini–yang mungkin saja dapat menjadi game changer dalam dunia konstruksi masa kini.

Insulated Concrete Form (ICF) merupakan inovasi konstruksi yang dapat meminimalisir dampak negatif dari material konstruksi biasa–lebih ramah lingkungan–karena terdapat bahan styrofoam yang digunakan dalam proses pembangunan. 

Wah, terdengar keren ya, Sobat Ero! Sekarang saatnya kita mengetahui bahan apa saja yang digunakan dalam menyusun teknologi ICF ini.

Insulated Concrete Form (ICF) ini terdiri dari beberapa bahan penyusun.

  1. Busa kaku polistirena
  2. Busa kaku poliuretana
  3. Serat kayu yang diikat dengan semen atau polistirena
  4. Beton seluler

Lalu, bagaimana, sih langkah dalam menerapkan ICF ini?

Langkah awal dalam penerapan ICF ini adalah dengan memasang styrofoam sebagai rangka dinding, di mana dalam pemasangannya sama seperti model sandwich yang nantinya siap diisi oleh beton. Setelah proses pemasangan, celah di antara styrofoam yang telah dipasang akan diisi dengan adukan beton. Kemudian, beton akan mengeras–sehingga membentuk dinding yang kuat dan tahan lama. Terlihat cukup mudah, bukan?

Sobat Ero, ICF memberikan efisiensi nyata berkat penerapan yang sistematis–sesuatu yang masih menjadi tantangan dalam penerapan metode konvensional. Apa saja?

Berdasarkan data yang diperoleh, ICF tidak memerlukan bekisting tambahan sehingga waktu konstruksi menggunakan ICF dapat berlangsung 20–30% lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional. Kemudian, dari segi tenaga kerja, sejumlah 5–6 orang dapat memasang kurang lebih 30–40 m² panel ICF per hari. Prosesnya menjadi lebih ringkas dan sistematis. 

Lantas, mengapa harus ICF? Apa saja keunggulannya? Apakah hanya karena efisiensi yang telah disebutkan? 

Tentu tidak, Sobat Ero. Masih terdapat keunggulan lain yang membuat ICF menarik. Yuk, simak penjelasan di bawah ini.

Setelah dilakukan proses pengumpulan data dari berbagai sumber yang kredibel, diperoleh beberapa keunggulan dari teknologi Insulated Concrete Form (ICF). Keunggulan dari ICF adalah sebagai berikut,

  1. Kuat dan Tahan Lama

Dinding lebih kokoh, tahan gempa, dan lebih tahan lama dibandingkan dinding batu biasa karena berbahan beton bertulang.

  1. Isolasi Termal Unggul

Teknologi ini menjaga suhu ruangan tetap stabil sepanjang tahun sehingga kebutuhan pendingin dan pemanas menjadi lebih berkurang.

  1. Efisien Energi dan Hemat Biaya

Bangunan dengan ICF mampu menghemat energi secara signifikan berkat insulasi termalnya yang baik, sehingga tagihan listrik dapat ditekan.

  1. Peredam Suara Efektif

Lapisan styrofoam yang menyerap suara lebih baik membuat lingkungan dalam ruangan lebih tenang.

  1. Ramah Lingkungan

Jejak karbon berkurang sebab ICF menggunakan material daur ulang.

Bagaimana, Sobat Ero? Setelah membaca dan memahami banyak hal mengenai ICF. Apakah ICF layak disebut sebagai game changer dunia konstruksi masa kini? 
Kalau menurut Ero, sih sudah cukup layak, Sobat!

Tulisan oleh Arkan Muyassir, Nabila Puspita Rena

Data oleh Naurah Syifa, Ahnaf Fairasya

Layout oleh Shafa Acmerosa Nugroho