Beranda Artikel “Nawacita”, Dokumen yang Kehilangan Sihirnya

“Nawacita”, Dokumen yang Kehilangan Sihirnya

oleh Redaksi
Foto oleh Dokumentasi Istana

Foto oleh Dokumentasi Istana

Sudah setahun lebih sejak mereka menghidangkan sebuah makanan yang mampu membuat siapapun akan dengan mudah tergiur setelah melihatnya. Tapi bagaimana rasanya? Hambar! Bagaimana baunya? Busuk! Begitulah hidangan itu tersaji. Puaskah kita dengan hidangan seperti itu? Tentu saja tidak! Puaskah kita dengan agenda Jokowi-JK selama setahun lebih? Mungkin iya mungkin juga tidak. Sebuah agenda yang berisi idealita tanpa ada realita, Nawacita.

Begitu banyak permasalahan yang timbul, begitu banyak solusi yang dikemukakan, tapi sedikit langkah konkret yang dilakukan oleh mereka yang duduk di kursi pemerintahan. Sang penguasa seakan kehilangan taringnya, terjebak dalam politik lingkarannya sendiri. Sungguh tragis, tidak hanya kehilangan taringnya, sang penguasa terancam kehilangan kepercayaan dari para rakyatnya. Sudah setahun sejak mereka berdiri di puncak tertinggi, tapi apa realita dari Nawacita yang selalu mereka sanjung? Berikut adalah segelintir Nawacita dan realitanya.

Revolusi mental yang tertuang dalam program “menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya” menjadi sangat menarik ketika terjadi banyak penyimpangan di dalamnya. Masih ingat dengan kasus kriminalisasi Ketua KPK dan para pendukungnya? Dengan sangat jelas menggambarkan bahwa Jokowi seakan kehilangan kepemimpinan atas penegakan hukum. Bagaimana tidak? Pelemahan KPK membuat para elite partai, pengusaha rakus, hingga para penegak hukum dengan santai memberi makan rekening mereka tanpa rasa khawatir. Hingga kasus salah satu aktor politik terjerat masalah yang telah mengakar di kalangan pemerintahan, korupsi. Kali ini Damayanti Wisnu Putranti, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pembahasan proyek di Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini, cukup sulit rasanya melenyapkan budaya korupsi yang telah mendarah daging sejak dulu.

Agenda prioritas berikutnya yaitu reforma agraria yang tertuang pada poin ke lima “…….”Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar…….”. Apakah program ini akan benar-benar terwujud? Masih adakah lahan bebas seluas 9 hektar di Indonesia? Bagaimana dengan tata guna lahan saat ini? Mungkin tidak sedikit dari kita yang meragukan agenda Jokowi-JK yang satu ini. Dilihat sejauh ini, kinerja Kementrian Agraria dan Tata Ruang tak kunjung terlihat. Dan pada saat ini Indonesia disibukkan dengan program “Kereta Cepat Jakarta-Bandung” membuat pemerintah lalai dengan sektor agraria yang menjadi permasalahan Indonesia sejak berakhirnya zaman orde baru. Memang cukup sulit mewujudkan “Indonesia Sejahtera”, maka dari itu diperlukan sinergisitas  antar sektor yang berkepentingan dengan lahan. Mewujudkan “Indonesia Sejahtera” tidak hanya dengan melakukan pembebasan lahan, pemerintah juga harus meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya.

Tidak kalah menarik, simpang siur di bidang pendidikan masih menjadi problema besar bangsa ini. Bagaimana tidak? Pergantian kurikulum dari tahun ke tahun membuat bingung para aktor pendidikan. Tidak hanya itu, pemerintah juga masih belum bisa melakukaan pemerataan pendidikan di seluruh pelosok Indonesia, banyak generasi penerus bangsa di pedalaman Indonesia yang semakin tertinggal. Lalu bagaimana dengan guru? Banyak guru-guru hebat dan berprestasi yang luput dari mata pemerintah, jerih payah mereka seakan dipandang sebelah mata oleh pemerintah bahkan tidak dihargai sedikitpun, begitulah nasib “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Semua itu salah pemerintah! Merekalah dalang dibalik keterpurukan pendidikan di Indonesia! Tidak! Tidak hanya pemerintah, masyarakat Indonesia juga! Banyak dari kita yang selalu mengambil cara “instan” dalam menempuh pendidikan, kurangnya produktivitas, minimnya wawasan, serta kurangnya rasa percaya diri menjadikan bangsa ini rendah di mata dunia. Tidak hanya ini saja, masih banyak hal yang perlu dikritisi dari pemerintahan Jokowi-JK selama setahun lebih ini, semoga hidangan yang mereka sajikan merupakan hidangan yang dapat menghilangkan rasa lapar bangsa Indonesia.

Terlalu banyak idealita dalam sebuah dokumen yang penuh dengan janji-janji indah. Nasib Nawacita berada di tangan sang pemimpin, rakyat tentu ingin melihat bahwa Nawacita benar-benar dapat membawa bangsa ini terbang tinggi. Kita semua menunggu sang penguasa kembali dengan taringnya, menunggu waktu dimana dokumen itu benar-benar memberikan kekuatan sihirnya. Kami siap membantumu pak! Siap mewujudkan semua idealita menjadi realita bersama dengan pemerintahan bersih yang telah engkau bentuk!

Penulis :
Narko Kurniawan

Artikel Terkait