Studi Lapangan, Penerapan Ilmu dan Realita Lapangan

 

Mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM angkatan 2013
melakukan kegiatan Studi Lapangan yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik
Sipil (KMTS) tanggal 11 – 14 Januari 2016. Kegiatan ini bertujuan supaya mahasiswa
mengetahui proses pembangunan struktur gedung, jalan tol, dan pengolahan limbah
domestik, serta mengetahui sistem dan manajemen proyek. Selain itu, studi lapangan juga
memberi gambaran kepada mahasiswa mengenai proyek pembangunan, meliputi kondisi dan
masalah lapangan yang sering ditemui oleh kontraktor.

33727
Foto oleh Kemal Fardianto

Selama empat hari, para mahasiswa melakukan perjalanan studi lapangan, dimulai
tanggal 11 Januari pukul 8 pagi dari Lapangan Satu Bumi para mahasiswa berangkat menuju
destinasi pertama yaitu proyek pembangunan Jalan Tol Solo-Ngawi-Kertosono oleh PT. Solo
Ngawi Jaya sebagai owner dan dikerjakan oleh PT. Waskita Karya Tbk sebagai kontraktor.
Proyek ini terbagi menjadi 2 paket masing-masing memiliki panjang 35,15 km dan 34,2 km.
Nilai kontrak dari pekerjaan ini sebesar Rp 1.650.765.815.088,00 diluar PPN sebesar 10%
dari nilai kontrak.

Masalah yang ditemukan dalam pembangunan jalan tol ini salah satunya adalah tanah
di lapangan berupa tanah ekspansif, yang memiliki sifat mengeras saat kekurangan air dan
sangat lembek saat kondisi basah, tanah ini tidak cocok digunakan sebagai fondasi jalan tol.
Salah satu cara mengatasi masalah tanah ekspansif tersebut adalah dengan metode substitusi
tanah (yang digunakan oleh kontraktor dalam mengatasi kondisi ini), mencampur dengan
semen atau kapur aktif, melindungi kelembaban tanah, dan sebagainya.

33726
Foto oleh Kemal Fardianto

Kunjungan kedua dilakukan keesokan harinya di Surabaya, yaitu Proyek Tunjungan
Plaza 6. Tunjungan Plaza 6 ini nantinya akan digunakan sebagai kompleks hunian
(apartment), perkantoran, dan pusat perbelanjaan. Tunjungan Plaza 6 dimiliki oleh Pakuwon
Group dan dibangun oleh PT. Pembangunan Perumahan (Persero) sebagai kontraktor.
Tunjungan Plaza 6 nantinya akan menjadi gedung tertinggi di Surabaya dengan tinggi 215
meter dengan 52 lantai. Nilai struktur dari pembangunan ini sebesar 231 miliar Rupiah dan
dengan nilai total pengerjaan sebesar 1 triliun Rupiah.

Di proyek Tunjungan Plaza 6 mahasiswa diwajibkan menggunakan sepatu dan helm
proyek, hal ini berguna untuk meminimalisir cedera pada mahasiswa karena pada saat itu
proyek sedang berlangsung. Saat turun ke lapangan, seperti melihat konstruksi di lantai 13
dan 15, mahasiswa juga perlu memperhatikan rambu-rambu dan isyarat bahaya.

33725
Foto oleh Kemal Fardianto

Di hari yang sama setelah dari Tunjungan Plaza 6, studi lapangan dilanjutkan menuju
ke Terminal Multipurpose Teluk Lamong Surabaya. Alasan dibangunnya Terminal Teluk
Lamong antara lain karena Pelabuhan Tanjung Perak tidak bisa melayani kapal – kapal
dengan draft ≥ 10mLWS, baik kapal tersebut merupakan kapal internasional maupun kapal
domestik. Selain itu, pembangunan ini dilakukan sebagai pendukung hinterland,
mendekatkan area industri dan pelabuhan sehingga dapat menunjang pertumbuhan ekonomi.
Terminal Teluk Lamong ini merupakan pelabuhan keempat di dunia yang
menggunakan sistem Automatic Stacking Crane (ASC) dalam proses bongkar muat
container. Selain itu, pelabuhan ini sangat ramah lingkungan karena menggunakan energi
matahari dan bahan bakar berupa no fossil based energy.

33724
Foto oleh Yogie Andrianto Handoyo

Hari berganti, para mahasiswa sampai di Pulau Dewata dan langsung menuju ke
laboratorium pantai di daerah Gerogak, Singaraja. Di laboratorium ini mahasiswa disuguhi
banyak alat simulasi ombak beserta pemecah gelombang guna penelitian mahasiswa dan
diperlihatkan potongan ombak besar yang jadi lebih kecil karena dipecah oleh pemecah
gelombang. Salah satu proyek kerja yang dilaksanakan di laboratorium ini adalah uji model
fisik 3D Pantai Nusa Dua.

Salah satu rekayasa teknologi yang dilakukan balai pantai ini adalah geotube yang
berfungsi untuk memecah gelombang. Geotube memiliki ukuran 20m x 2m x 1,2m berisikan
pasir dan diletakkan di pantai dan umurnya hanya 25 tahun. Penggunaan geotube ini lebih
ramah lingkungan karena tidak menggunakan komponen yang bermacam-macam seperti
dalam pembuatan pemecah gelombang pada umumnya.

Kamis, 14 Januari 2016, kunjungan selanjutnya adalah UPT-PAL atau Unit Pelaksana
Teknik Pengelolaan Air Limbah di daerah Sanur. Sistem perpipaan air limbah di daerah
Denpasar ini telah beroperasi sejak tahun 2008 dengan area pelayanan yaitu pusat Kota
Denpasar, Sanur, Legian, dan Seminyak. Pelanggannya sudah sebanyak 7.000 pelanggan
terhitung 2010 dan terdiri dari rumah tangga, pertokoan, rumah makan, hotel, perkantoran,
hingga fasilitas umum.

Permasalahan utama yang terjadi sehingga dibangunnya PAL ini adalah banyaknya
sampah, lemak dan benda padat lainnya yang masuk dalam saluran bak HI di halaman rumah,
manhole di jalan, WC, bak cuci, dsb. Akibatnya, banyak pipa air limbah yang tersumbat
hingga mengakibatkan luapan air limbah di jalan, halaman rumah melalui manhole saat hujan
lebat, operasi pompa dan peralatan mekanisnya terhambat karena terlilit sampah, dan lainnya.
UPT-PAL melakukan pemeriksaan dan pembersihan rutin jaringan pipa limbah dan
fasilitasnya, serta inspeksi 24 jam saat terjadi permasalahan. Di tempat pengolahan air
limbah, terdapat kolam – kolam besar yaitu kolam aerasi dan kolam maturasi sebelum
akhirnya bisa dibuang ke alam. Kedepannya, akan dilakukan perluasan jaringan pipa limbah
di daerah Denpasar dan Sanur.

Siang harinya, presentasi mengenai Jalan Tol Mandara Bali yang dilaksanakan di
hotel tempat mahasiswa menginap oleh Ir. Akhmad Tito Karim, M. M. Latar belakang
dibangunnya tol ini karena mulai ramainya jalan utama yang menghubungkan Bali Selatan
menuju ke Denpasar, Benoa dan sekitarnya, menyebabkan kemacetan yang sudah sangat
parah, sehingga tol laut menjadi salah satu penyelesaiannya. Selain itu, adanya tol ini akan
mendukung fasilitas transportasi dan pariwisata, mempermudah akses yang menghubungkan
pusat-pusat kegiatan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, serta mempermudah
dan mempercepat akses dari kota menuju ke Bandara Ngurai Rai.

Tol yang memiliki panjang 12,7 km ini merupakan hasil karya anak bangsa karena
proses pengerjaan sepenuhnya dilakukan oleh anak-anak Indonesia. Tol ini juga unik karena
memperbolehkan kendaraan bermotor roda dua untuk melintasi jalan tol laut ini, namun
dengan syarat kecepatan maksimum 40 km/jam. Pembangunan tol ini terbilang cepat yaitu 16
bulan dan diresmikan tanggal 23 September 2013. Pengerjaan Jalan Tol Mandara dibagi
menjadi 4 paket. Paket I dikerjakan oleh Adi Karya, Waskita Karya mengerjakan paket II dan
IV, dan paket III oleh Hutama Karya. Total pengerjaan tol ini menghabiskan dana sekitar 2,5
triliun Rupiah dengan sistem pengerjaan design and build oleh masing-masing kontraktor.
Karena pekerjaan ini dilakukan berbarengan oleh 3 kontraktor besar, maka target pengerjaan
16 bulan dapat tercapai. Untuk memantau kondisi lalu lintas, sudah dipasang kamera CCTV
sepanjang jalan. Terdapat pula patroli jalan tol, ambulance, rescue, dan mobil derek yang
siap sedia selama 24 jam.

Penulis :
Andanari Putri Saraswati Triwiyono