Kota Semarang merupakan kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia. Dengan jumlah penduduk hampir dua juta orang, Kota Semarang menjadi salah satu kota yang paling berkembang di Pulau Jawa. Sedikitnya, ada tiga konsep yang menjadi Kota Semarang lebih berkembang dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain di Pulau Jawa bahkan di Indonesia. Konsep tersebut di antaranya meningkatkan ruang terbuka hijau, membuka kampung bahari, dan menciptakan energi terbarukan. Hal itu didedikasikan dalam rangka menjadikan kota Semarang menjadi lebih baik yang memerlukan konsep Semarang Hebat. Selain itu, juga membenahi bandara internasional, membangun pengembangan pusat pertumbuhan baru, dan merencanakan monorel kereta cepat Jakarta-Semarang-Surabaya.
Semarang Hebat tanpa Rob
Dalam rangka mewujudkan konsep-konsepnya, Kota Semarang harus memperbaiki masalah-masalah yang dimungkinkan dapat menjadi kendala dalam proses perwujudan tersebut, yaitu salah satunya adalah masalah banjir. Di sejumlah kawasan, banjir ini disebabkan oleh luapan air laut, atau sering disebut sebagai banjir rob. Sesuai data dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang, pada tahun 2014 laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,97% kemudian pada tahun 2015 laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,59%, ini menandakan adanya pertambahan jumlah penduduk di Kota Semarang, yang tentunya mengakibatkan aktivitas di daerah tersebut akan meningkat.
Peningkatan aktivitas dari masyarakat tentu berdampak pada kebutuhan air. Kebutuhan air yang meningkat membuat eksploitasi air sangat tinggi. Penggunaan air yang tinggi akan berdampak pada masuknya air laut ke dalam pori-pori tanah. Pada saat air tanah disedot, maka air laut akan mengisi pori-pori tanah yang kosong tersebut. Hal ini lah yang menyebabkan penurunan air tanah dan menyebabkan banjir rob. Selain karena penurunan muka air tanah, banjir rob juga disebabkan oleh pemanasan global.
Semarang Mencari Solusi
Untuk menanggulangi banjir rob, pemerintah Kota Semarang memaksimalkan sistem drainase dengan dibantu ratusan pompa. Pompa yang digunakan adalah pompa dengan kapasitas besar untuk menyedot air di jalan. Dikarenakan pompa yang digunakan sekarang, dengan kecepatan 250 liter per detik, ini masih belum cukup untuk mengatasi banjir. Saat ini telah ada 10 pompa yang digunakan, empat di antaranya disiagakan di belakang Terminal Terboyo, Semarang. Cara sementara yang dilakukan untuk menghilangkan air adalah dengan memompa air dan membuangnya ke sungai untuk selanjutnya dialirkan ke laut.
Langkah selanjutnya, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan teknologi untuk menghadapi perubahan iklim. Persiapan teknologi tersebut untuk mendukung sektor kemaritiman dan kelautan terutama permasalahan pemecahan gelombang. Awalnya, Balitbang PUPR berencana untuk membuat tanggul pantai yang dapat menahan masuknya air laut ke daratan. Namun, karena rencana tanggul pantai diperkirakan akan memakan dana yang besar, Balitbang melakukan inovasi dengan Wahana Apung.
Salah satu fitur Wahana Apung adalah meredam energi dari gelombang sehingga menjadi lebih tenang. Selain bisa digunakan sebagai bangunan gedung, Wahana Apung ini juga bisa dipergunakan sebagai jembatan. Bangunan purwarupa ini memiliki dua lantai. Lantai pertama yaitu lantai bagian bawah dapat dimanfaatkan sebagai balai pertemuan. Sedangkan lantai atas dapat digunakan sebagai perpustakaan atau rumah baca. Konsep purwarupa ini mengusung bangunan yang ramah lingkungan, mandiri dalam kebutuhan energi, dan tidak mencemari lingkungan.
Dasar bangunan menggunakan panel foam dan beton (B-foam). Dengan adanya styrofoam maka bangunan ini dapat mengapung dengan menyesuaikan kondisi pasang-surut air laut. Sedangkan konstruksi bangunan menggunakan material baja dan bambu. Kebutuhan listriknya menggunakan panel surya. Alasan digunakan teknologi listrik tenaga surya adalah karena Kota Semarang merupakan daerah dengan intensitas sinar matahari yang tinggi. Untuk itu, penggunaan panel surya cocok dimanfaatkan di Wahana Apung Kota Semarang ini. Adapun untuk kebutuhan air bersih, bangunan ini menggunakan distilasi air laut yang mengubah air laut menjadi air tawar dengan metode penguapan sinar matahari. Fitur lainnya adalah biofill atau biority yang digunakan untuk pengolahan air limbah kamar mandi atau WC sehingga air keluaran aman bagi lingkungan. Sisi efisien dari bangunan rumah baca apung ini adalah tidak memakai pondasi, sehingga lebih murah dan lebih hemat. Dengan berbagai kelebihannya tersebut, harga bangunan ini hanya 40 persen dari bangunan rumah biasa yang dilengkapi dengan pondasi.
Untuk bangunan purwarupa teknologi ini akan diterapkan di Tambak Lorok, Semarang. Alasan pemilihan lokasi di Tambak Lorok adalah karena wilayah di Tambak Lorok mengalami penurunan tanah hinga 11-13 sentimeter per tahun. Penurunan tanah menyebabkan kawasan tersebut selalu diterjang banjir rob yang membuat warga melakukan pengurukan tanah terus-menerus. Biaya pengurukan selama lima tahun menghabiskan dana sekitar Rp 240 miliar.
Melalui teknologi rumah apung, kementerian menargetkan tingkat penurunan tanah bisa berkurang secara signifikan. Dengan inovasi bangunan apung, diharapkan penurunan tanah akan turun hingga mencapai 2 sentimeter per tahun.
Semoga inovasi teknologi Wahana Apung ini dapat dikembangkan dan dapat menyelesaikan masalah penurunan tanah di berbagai daerah pesisir di Indonesia.
Artikel : Dyah Mukaromah K.P
Ilustrasi : Naswahatin M.
Referensi :