Filosofi Epik dari Semarak Perlombaan 17 Agustus-an

“Ternyata, dibalik hura-hura perayaan kemerdekaan bumi Indonesia, ada sejuta makna tersirat sebagai pesan bagi kita untuk tetap berbangga akan kedaulatan negara yang hari ini bertambah usia.”

Dulu, detik-detik dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan Ibu Pertiwi terasa begitu bergejolak. Pemantik Proklamasi pada 17 Agustus 1945 adalah Peristiwa Rengasdengklok. Tercatat dalam sejarah, peristiwa terkenal ini sebagai penculikan Soekarno-Hatta oleh golongan muda ke Rengasdengklok, sebuah kecamatan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Peristiwa selanjutnya seakan-akan terjadi dalam tempo yang singkat. Perumusaan naskah proklamasi dilaksanakan oleh para tokoh Indonesia di rumah salah satu perwira Jepang, Laksamana Tadashi Maeda. Segala persiapan, baik material maupun mental, tentunya dilakukan oleh para golongan tua dan muda dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin akan terjadi.

Di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, didampingi oleh Drs. Moh. Hatta, pidato singkat disampaikan dan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno. Bendera Sang Saka Merah Putih yang berkibar meneduhkan sekaligus menyadarkan antusiasme masyarakat akan gaungan bumi pertiwi yang baru saja berdaulat pada saat itu.

Apakah bara antusiasme warga saat ini masih bergelora setiap momen kemerdekaan Indonesia mengulang tahun?

Pada penghujung Juli, memasuki bulan Agustus, Anda dapat pula mengamati bendera merah putih yang berkibar di sudut jalan atau perumahan warga. Hal ini merupakan seruan antusiasme secara simbolik dari para warga untuk mengenang peristiwa bersejarah yang dialami Bangsa Indonesia. Hampir di setiap wilayah, baik di kota maupun desa, semua kalangan, dari anak-anak hingga orang tua turut memeriahkan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Mulai dari panjat pinang, lomba makan kerupuk, tarik tambang, sampai balap karung  pun digelar.

Meskipun dilakukan hampir setiap tahun, tak banyak masyarakat Indonesia sadar mengenai asal mula perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Padahal, beberapa jenis perlombaan sebenarnya punya sejarah dan filosofi tersendiri. Sebenarnya, bagaimana awal mula menjamaknya semarak perayaan ini?

Hingga kini tidak diketahui pasti siapa tokoh pelopor tradisi perlombaan untuk menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia. Yang pasti, perlombaan 17 Agustus-an mulai jamak dilakukan sekitar tahun 1950-an.

Salah satu perlombaan rutin yang dilakukan setiap peringatan 17-an adalah panjat pinang. Dilansir dari buku Indonesia Poenja Tjerita, pada zaman dahulu, panjat pinang digelar sebagai hiburan saat perayaan-perayaan penting orang Belanda di bumi Indonesia, misalnya pesta pernikahan. Kala itu juga penduduk pribumi berlomba-lomba mendapatkan hadiah yang digantungkan di puncak pohon pinang. Permainan panjat pinang mengajarkan pemainnya tentang kerja sama dan kerja keras tanpa mengenal kata menyerah.

Apakah kalian pernah mengikuti perlombaan makan kerupuk? Lomba makan kerupuk memiliki makna pula. Tangan peserta lomba diikat sambil berusaha memakan kerupuk yang menggantung, menggambarkan kesulitan pangan pada masa penjajahan.

Tidak hanya panjat pinang dan lomba makan kerupuk, tarik tambang pun menyimpan filosofi tersendiri. Lomba ini bukan hanya adu kekuatan. Tanpa tim yang kompak, kemenangan sulit diraih. Tarik tambang mengajarkan tentang gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas.

Bagaimana dengan perlombaan balap karung? Balap karung mengingatkan kita pada perihnya penjajahan, terutama saat Jepang menguasai Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, penduduk Indonesia begitu miskin sampai-sampai tak mampu membeli kebutuhan sandang. Karung goni pun dipakai sebagai gantinya.

Ternyata, dibalik hura-hura perayaan kemerdekaan bumi Indonesia, ada sejuta makna tersirat sebagai pesan bagi kita untuk tetap berbangga akan kedaulatan negara yang hari ini bertambah usia. Jangan lupa, torehkan kemenangan dalam perlombaan tarik tambang, panjat pinang, balap karung, dan perlombaan lainnya!

Awak Clapeyron mengucapkan, “Selamat Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia”. Sejuta asa dan rasa bangga Awak terbangkan ke angkasa untuk Dirgahayu Kemerdekaan yang mengudara sedari tahun ’45.

Tulisan oleh Ria Verensia

Gambar oleh Widi Rahmat