Beranda Berita Saving and Thrifting: Keuangan untuk Kemapanan Masa Depan

Saving and Thrifting: Keuangan untuk Kemapanan Masa Depan

oleh Redaksi

Sadar atau tidak, perilaku konsumtif makin meningkat di era modern ini, terutama pada generasi milenial dan generasi Z. Untuk mengingatkan seluruh dunia akan pentingnya hidup hemat, tanggal 31 Oktober diperingati sebagai World Savings Day.

Peringatan ini dimulai dari kongres internasional yang diadakan di Milan, Italia, pada 31 Oktober tahun 1924 untuk mempromosikan nilai tabungan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada bank. Selain World Savings Day, hari ini juga sering disebut World Thrift Day. Thrift yang dimaksud tidak sekadar membeli atau menggunakan baju bekas, tetapi mengangkat konsep lebih dalam, yaitu memaksimalkan nilai atau fungsi dari suatu barang.  Pada tahun ini, World Thrift Day mengusung tema “Savings Prepare You For a Better Future”. 

Peringatan ini merupakan wadah untuk mempromosikan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang segala hal berbau finansial atau keuangan. Keuangan menjadi hal penting yang tidak dapat diabaikan pengelolaannya dalam hidup karena uang adalah satu-satunya alat transaksi universal. Untuk memudahkan transaksi dan perputaran ekonomi ke seluruh dunia dengan mata uang yang berbeda-beda, digunakanlah konsep tabungan dan rekening melalui bank. Namun, keterbatasan ilmu dan keadaan menyebabkan 91,3 juta masyarakat Indonesia belum menggunakannya (Bank Indonesia).   

Dalam buku The Psychology of Money, kebiasaan manusia mengelola keuangannya dibentuk berdasarkan pengalaman hidup yang mereka lalui. Orang yang hidup di era dengan inflasi tinggi akan sulit mengerti cara mengelola uang orang yang hidup di era stabil, begitu juga sebaliknya.  

Pada tahun 1960-an, Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi, yaitu sampai 635%. Pada era tersebut, harga bahan bakar minyak meningkat hingga sebesar 600%. Sebagai contoh, harga bensin yang awalnya hanya Rp4 per liter berubah menjadi Rp250 per liter pada tahun 1965. Seseorang yang tumbuh di era tersebut tentunya memiliki pengalaman keuangan yang berbeda dengan seseorang yang tumbuh di era inflasi di bawah 15 persen pada tahun 2000-an. 

Era hiperinflasi pada 1960-an tersebut memengaruhi pengelolaan keuangan pada generasi baby boomers (lahir pada tahun 1946–1964). Keadaan yang serba sulit tersebut membuat mayoritas dari mereka hanya mampu membeli kebutuhan primer. Oleh karena itu, mereka mengelola uang dengan sangat hari-hati salah satunya dengan menabung dan menjadikannya prioritas daripada kebutuhan sekunder serta tersier.. Pada era tersebut, aset tabungan masih belum beragam seperti sekarang, jadi llahan, properti, dan emas yang terbukti aman menjadi favorit.

Sementara itu, seseorang yang tumbuh pada tahun 2000-an atau generasi Z memiliki kecenderungan lebih konsumtif untuk gaya hidup karena globalisme dan ekonomi yang lebih stabil. Konsumerisme tersebut menjadikan generasi ini sangat rawan terhadap krisis pada masa depan karena terlalu banyak pengeluaran dan tidak mempersiapkan dana darurat. 

Kestabilan itu juga memengaruhi pengambilan keputusan generasi Z dalam berinvestasi. Pilihan untuk investasi juga makin beragam, seperti NFT, bitcoin, obligasi, dan saham, dengan keuntungan yang besar, tetapi risikonya juga lebih tinggi. Generasi ini cenderung lebih berani untuk menginvestasikan pendapatannya ke model tersebut yang nilainya sangat fluktuatif. 

Pola keuangan yang diterapkan pada era inflasi dan stabil memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Terjadinya pandemi Covid-19 dan prediksi akan terjadinya krisis global seharusnya dapat menjadi titik balik menuju pengelolaan keuangan yang lebih baik. Hal ini memerlukan pengetahuan, tekad, dan komitmen untuk mencapai ketahanan finansial pada akhirnya. Untuk mencapai target tersebut, bisa dimulai dengan cara-cara sederhana yang dapat membentuk kebiasaan dan pola pikir dalam memandang uang. 

Berikut cara-cara sederhana yang dapat diterapkan untuk menghemat pengeluaran:

  1. Membeli barang sesuai kebutuhan 
    Tidak dimungkiri bahwa  generasi zaman sekarang sering membeli barang-barang berdasarkan keinginan, bukan kebutuhan. Alhasil, barang-barang tersebut tidak memiliki banyak manfaat dan akhirnya hanya menjadi sampah. Oleh karena itu, penerapan konsep frugal living menjadi relevan karena konsep ini memanfaatkan sumber daya (seperti uang) yang kita miliki secara sadar dengan penuh pertimbangan dan analisis sesuai kebutuhan sehingga lebih hemat.
  1. Thrifting atau membeli barang bekas
    Linear dengan poin 1, barang yang dianggap sampah karena sudah tidak dibutuhkan tersebut dapat dimanfaatkan kembali oleh orang lain. Membeli barang bekas akan menghemat uang dan mengurangi sampah karena yang dibutuhkan adalah fungsi dari barang tersebut. Budaya baru di kalangan anak muda, seperti thrifting, juga bisa memberikan dampak positif ke lingkungan. Adanya budaya ini dapat menekan sampah yang dihasilkan dari industri fast fashion.
  1. Menabung 
    Generasi sekarang memiliki gaya hidup yang cukup tinggi—jika keuangannya tidak dikelola dengan baik, akan meningkatkan potensi kemiskinan. Salah satu cara populer untuk mengelola uang yang dapat dilakukan adalah dengan metode 50/30/20. Rinciannya, 50 persen pemasukan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, 30 persen untuk kebutuhan sekunder, dan 20 persen untuk ditabung.
  1. Kurangi berutang
    Perkembangan teknologi juga terjadi pada sistem peminjaman, yaitu munculnya paylater. Kemudahan penggunaan fitur paylater menyebabkan orang-orang berutang untuk hal-hal yang tidak penting atau tidak mendesak karena meningkatnya budaya konsumerisme. Kebiasaan ini meningkatkan kemungkinan untuk terlilit utang karena pemasukan tidak sebanding dengan pengeluaran. 

Cara-cara sederhana tersebut jika dilakukan dengan konsisten akan membentuk perilaku yang baik terhadap pengelolaan uang. Hal ini sebagai dasar untuk melangkah lebih jauh dalam mempersiapkan kehidupan masa depan. 

“Jika kamu tidak bisa mengendalikan uang, maka uang akan mengendalikanmu”

Tulisan oleh Nada Gitalia
Data oleh Wafa Nisrina Salsabila

Ilustrasi oleh Rifki Fadhilah

Artikel Terkait