Peran infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi merupakan hal utama yang patut disoroti. Infrastruktur adalah mesin yang menggerakan roda perokonomian. Suatu hal yang menjadi penghambat berputarnya roda pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kualitas infrastrukturnya dan kuantitas pertumbuhan infrastrukturnya. Tertera dalam global competitive index 2015-2016 versi World Economic Forum, Indonesia menduduki peringkat 81 dari 140 negara pada katergori kualitas infrastruktur negara. Peringkat ini jauh lebih rendah dari sejumlah tetangga ASEAN, seperti Singapore (4), Malaysia (16), Thailand (71), dan Laos (78). Total investasi infrastruktur di Indonesia pada tahun 2014 hanya mencapai sekitar 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), angka yang masih rendah dibandingkan India yang total investasinya mencapai 7% dan Tiongkok yang berkisar 9-11%. Performa lemah Indonesia mengakibatkan merosotnya laju perekonomian di tahun 2015 hingga 4,7%, angka terendah sejak 2009. Hal ini sangat disayangkan bila mengingat Indonesia dapat mencapai prestasi laju perekonomian di angka 7-9% jika dapat mengatasi permasalahannya di bidang infrastruktur secara kualitas maupun kuantitas.
Pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan pertumbuhan infrastruktur. Dengan adanya infrastruktur yang memadai dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Menengok hubungan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat hubungan elastisitas PDB terhadap infrastruktur suatu negara. Mengacu pada studi World Bank tahun 1994, elastisitas PDB terhadap infrastruktur bervariasi di range 0,07 hingga 0,44. Dengan demikian dapat ditarik korelasi untuk setiap 1% kenaikkan ketersediaan infrastruktur PDB akan naik antara 7-44%, angka yang cukup signifikan. Dapat dilihat pula hubungan infrastruktur dengan operational cost sebuah perusahaan, sebagai contoh infrastruktur transportasi. Dengan adanya infrastruktur transportasi yang memadai, biaya logistik perusahaan akan murah. Semakin rendah biaya logistik, semakin mudah suatu perusahaan untuk melakukan expansion dan daya saing perusahaan akan semakin kuat. Hingga kini, penanaman kapital di bidang infrastruktur di Indonesia masih kurang. Kurangnya stok kapital ini mengakibatkan masih terpuruknya Indonesia di bidang infrastruktur. Sebagai contoh tercatat pada Logistics Performance Index tahun 2014 Indonesia menduduki peringkat 53 dibandingkan dengan Singapore (5), Malaysia (25), China (28), Thailand (35) dan Vietnam (48). Parameter lain yang dapat menggambarkan keterpurukan Indonesia di infrastruktur logistik adalah mahalnya biaya logistik perusahaan yang pada rata-rata memakan 17% dari total pengeluaran suatu perusahaan sedangkan, angka yang lebih tinggi dari 10% yang dapat dinikmati perusahaan di negara-negara tetangga.
Suatu permasalahan fundamental dalam pembangunan infrastruktur adalah pendanaan. Secara finansial, pemerintah tidak bisa memenuhi kebutuhan investasi yang ideal, yang secara rule of thumb sejumlah 5% dari PDB. Alokasi APBN untuk pembangunan infrastruktur pada tahun 2014 sebesar Rp177.9 trilliun atau sebesar 1,68% dari PDB Rp10.583 triliun. Untuk mencapai angka 5% maka perlu mengejar investasi dari sektor swasta sebesar 3,32% dan lebih besar lagi untuk menembus angka yang kompetitif di lingkup regional. Namun apa yang akan terjadi bila dana investasi sektor swasta lebih tinggi daripada dana investasi pemerintah? Apakah Indonesia hanya akan menjadi budak kapital asing? Terlalu prematur untuk mengatakan demikian, jika mengingat masih susahnya investasi asing masuk ke Indonesia. Berbagai macam alasan para penanam modal enggan menumbuhkan bibit-bibit kapital di Indonesia, antara lain pembebasan lahan, mismanagement proyek dan korupsi. Sebuah PR besar bagi pemerintah untuk membenahi diri agar terciptanya iklim investasi yang kondusif dan kompetitif.
Nasib masa depan pereknomian Indonesia digantungkan pada kesiapannya dibidang infrastruktur. Tanpa adanya infrastruktur yang memadai, bagaimana Indonesia mampu merealisasikan cita-citanya untuk memajukan kesejahteraan umum dan menjadi negeri yang mandiri dan berdaulat? Indonesia harus mengejar ketertinggalannya di bidang infrastruktur untuk menghindari stagnansi pertumbuhan ekonomi dan kemampuan bersaing di kancah internasional. Banyak hal yang harus dilakukan, seperti mengoptimalkan pembelanjaan infrastruktur agar mampu mendorong pertumbuhan multidimensional, mewujudkan anggaran yang mencukupi dalam investasi infrastruktur agar tercatat perubahan yang signifikan dan menciptakan framework yang jelas dalam pembentukan public-private partnership. Bersamaan dengan inisiatif pemerintah yang bonafide dibutuhkan dukungan publik agar bersama-sama dapat membuka generasi Indonesia yang stabil secara ekonomis dan mampu bersaing.
Penulis:
Kemal Fardianto
Referensi:
- dpr.go.id
- bappenas.go.id
- reports.weforum.org