Hiruk Pikuk Reklamasi di Ibukota

ea832893-ebd2-4847-8420-d82dfe7a8c5c

Dewasa ini, kita sering disuguhkan dengan berbagai pemberitaan mengenai reklamasi di Teluk Jakarta. Suara penolakan yang terus digemakan oleh berbagai elemen masyarakat, tak pernah luput dari sorotan media. Apa yang sebenarnya terjadi di pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta ini? Berikut merupakan artikel singkat hiruk pikuk reklamasi yang berlangsung di Ibukota.

Pemberitaan terkait penolakan reklamasi di media masa bermula dari tertangkapnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi (MS) pada Kamis (31/3) yang lalu. Penangkapan MS terkait kasus suap mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara (RZWP3K) serta revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.

Reklamasi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha memperluas tanah dengan memanfaatkan daerah yang semula tidak berguna. Pada Kasus reklamasi di Teluk Jakarta akan dibangun 17 pulau reklamasi, yang akan berkelanjutan dengan proyek pembangunan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).

NCICD ini merupakan solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan naiknya permukaan air laut dengan cara membangun giant sea wall di Teluk Jakarta. Pada megaproyek yang nilainya mencapai 500 Triliun rupiah ini, juga dirancang pembangunan waduk guna menampung air bersih dari sungai-sungai yang bermuara di perairan laut Teluk Jakarta.

Pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta ini akan memperlambat arus aliran dari hulu sungai menuju muara. Pelambatan arus aliran ini akan turut membantu proses penyaringan air bersih menuju waduk penampungan yang direncanakan mampu menampung air hingga 10.000 Hektar. Dengan arus aliran yang lambat, kandungan sedimen pada aliran akan lebih cepat mengendap, sehingga akan membantu proses penyaringan air bersih yang akan ditampung di waduk.

Pembangunan 17 pulau buatan yang luasannya mencapai 5.100 Hektar ini, nantinya akan dibagi menjadi tiga kawasan dengan fungsinya masing-masing. Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah untuk perdagangan jasa dan komersial. Sedangkan kawasan timur untuk distribusi barang, pelabuhan, dan pergudangan.

Sumber : liputan6.com
Sumber : liputan6.com

Dampak yang Mungkin Terabaikan

Pada kesempatan ini awak Clapeyron pada hari Rabu (13/4) berkesempatan untuk berdiskusi dengan Dr. Ir. Bambang Yulistianto, M.T., mengenai potensi permasalahan yang timbul akibat reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Salah satu dampak yang timbul akibat reklamasi menurut dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini adalah sedimentasi yang timbul di hilir sungai.

Pembangunan pulau reklamasi yang akan berkelanjutan dengan pembangunan giant sea wall ini, nantinya akan menutup 13 muara sungai yang ada di Teluk Jakarta. Sebelumnya aliran sungai beserta sedimen yang diangkut oleh air sungai akan langsung mengarah ke laut lepas. Kemudian sedimen yang ada akan tersapu oleh gelombang air laut secara alamiah.

Namun setelah diadakan reklamasi, maka hilir sungai yang seharusnya langsung bermuara ke laut lepas akan mengalami perpanjangan dan akan berjumpa dengan pintu air waduk di perairan Teluk Jakarta. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya sedimentasi yang berlebih di hilir sungai yang baru.  Sedimentasi disebabkan oleh kondisi elevasi dasar hilir sungai baru yang relatif datar, sehingga kecepatan aliran arus sungai dari hulu yang membawa sedimen akan melambat.

Melambatnya arus aliran sungai yang terjadi, menurut pria yang meraih gelar doktor di Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne Switzerland ini akan mengakibatkan penumpukan sedimentasi yang terus menerus. Penumpukan sedimentasi terus menerus dapat mengakibatkan meningkatnya elevasi muka air sungai dan akan berpotensi menimbulkan banjir.

Selain berpotensi menimbulkan banjir, terdepositnya sedimen yang berlebih  di hilir juga akan berdampak pada terganggunya ekosistem bagi biota laut yang berada pada daerah tersebut.  Ikan-ikan yang berada di perairan Teluk Jakarta akan terancam punah akibat penurunan kualitas air di tempat mereka hidup yang memburuk akibat sedimentasi.

Dengan demikian, salah satu pihak yang akan terkena dampak pembangunan pulau reklamasi di Teluk Utara Jakarta adalah para nelayan. Mereka akan kehilangan mata pencahariaannya atau harus mencari lokasi baru untuk menangkap ikan akibat terusiknya lingkungan untuk kehidupan ikan-ikan di daerah tersebut.

Permasalahan penumpukan sedimentasi yang menimbulkan beragam masalah ini sebenarnya dapat diatasi dengan dilaksanakan pengurukan yang intensif secara berkala. Namun, biaya yang dibutuhkan untuk pengurukan sedimentasi relatif mahal. Meskipun begitu, pria yang mendapat gelar doktor pada tahun 1997 ini meyakini pemerintah harus siap melakukan pengurukan sedimen yang berlebih secara berkala agar tidak timbul permasalahan baru.

Di akhir sesi diskusi, dosen mata kuliah teknik sungai di Program Studi S1 Teknik Sipil UGM mengatakan bahwa, “Pada akhirnya, semua kegiatan sipil akan menimbulkan dampak yang beragam. Baik itu dampak positif atau dampak negatif. Semoga pemerintah dalam mengambilan keputusan sudah mempertimbangkan segala potensi risiko yang ada dan siap mengatasinya”.

Penulis        Dhirta Parera Arsa
Ilustrator   Gatra Dewa Oktananda