71 tahun yang lalu negeri ini merdeka, merdeka dari penjajahan dan penindasan. Para pemimpin kala itu memberanikan diri membawa negeri ini untuk berdiri sendiri, berlari menggapai mimpi menjadi negara mandiri. Kemerdekaan ini jelas bukan sekedar keberuntungan namun tercapai oleh bentuk perjuangan, diproklamirkan dengan keberanian, serta senantiasa diperingati dengan kebanggaan.
71 tahun negeri ini berias diri, berias diri menjadi negara yang siap melayani rakyatnya. Dengan berbagai pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan, diharapkan membuat masyarakat terlayani kebutuhannya dengan lebih baik. Pembangunan di berbagai sektor yang telah lama dirintis, telah banyak menghabiskan materi. Tak sedikit pula hal-hal lain yang telah dikorbankan demi kelancaran pembangunan. Semua ini dilakukan berasaskan cita-cita mulia, memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Namun, sudah cukupkah pembangunan yang dilaksanakan untuk menjawab harapan dan cita-cita bangsa pada masa itu? Sudahkah pembangunan yang ada mencakup negeri beribu pulau ini?
Pembangunan infrastruktur merupakan hal yang fundamental dalam mendukung kemajuan suatu negara. Sejatinya, pemerintah mengeluarkan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur pada tahun 2005. Kini pemerintah berfokus pada potensi proyek prioritas yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Namun hal ini masih belum lepas dari berbagai tantangan dan belum terlaksana dengan semestinya.
Rintangan Senantiasa Menghadang
Berbagai kebijakan telah disahkan oleh pemerintah pusat guna mempercepat pembangunan, baik itu pembangunan dalam lingkup nasional maupun dalam lingkup desa. Salah satu contohnya adalah kebijakan dana desa 1 miliar tiap tahun. Di daerah terpencil adanya anggaran dana desa sangat membantu desa untuk menyongkong berbagai pembangunan. Salah satu desa yang terletak di perairan terluar Sulawesi dapat secara mandiri membangun desanya lebih baik berkat adanya dana desa.
Namun, dana desa yang dijanjikan 1 miliar rupiah tak pernah turun genap sesuai dengan yang dijanjikan. Semakin banyak tangan penghubung dana ini dari pemerintah pusat, semakin banyak nominalnya berkurang. Di daerah-daerah terpencil, integritas para pemimpin dan instansi pemerintah daerah memang masih dipertanyakan. Hal-hal seperti ini pastinya akan menghambat kemajuan suatu daerah.
Selain kebijakan tentang dana desa, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Perpres yang disahkan di awal tahun 2016 ini, telah tercantum 225 proyek strategis nasional hingga tahun 2019. Yang menjadi menarik pembangunan kini dilakukan tidak hanya di pulau-pulau besar, tak lupa daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan) mulai turut merasakan nikmatnya pembangunan fisik. Mulai dari prasarana transportasi, bendungan, saluran irigasi, dan pengelolaan transportasi umum. Semua ditujukan mempercepat pelaksanaan pembangunan fasilitas publik untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Namun, Badan Perencana Pembangunan Nasional mengestimasi biaya yang dibutuhkan mencapai Rp. 5.519,4 triliun hingga 2019 untuk seluruh sektor Infrastruktur. Sedangkan dalam estimasi tersebut pemerintah hanya menganggarkan dari APBN sebesar 40,1 persen atau sebesar Rp 2.215,6 triliun. Lantas bagaimana keberlanjutan proyek pembangunan ini? Apakah proyek-proyek ini dapat tetap terlaksana dengan baik atau malah sebaliknya?
Pasti ada Solusinya
Masih banyak rintangan yang perlu dihadapi untuk mewujudkan mimpi negeri ini. Mimpi bahwa negeri ini memiliki fasilitas publik yang patut dibanggakan. Salah satu masalah klasik yang sering menghantui keinginan negara berkembang untuk maju kembali menjadi rintangan tersulit dalam pembangunan infrastruktur di negeri kita, masalah itu adalah masalah pendanaan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah berencana mengundang swasta melalui pembentukan kerangka kemitraan antara kedua pihak. Hal ini belum juga bisa dikatakan baik. Pelaksanaan kebijakan tersebut masih menemukan banyak kendala. Terutama rendahnya minat investor dalam partisipasinya terhadap proyek pembangunan. Hal yang perlu diperhatikan bahwa investor akan tertarik dengan proyek pembangunan apabila terdapat hitungan pengembalian dan pembagian resiko.
Swasta ditergetkan berkontribusi dalam berbagai proyek pembangunan sebesar 30,7 persen atau sebesar Rp. 1.692.3 triliun. Maka, Perpres Nomor 38 tahun 2015 diikuti dengan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Perka 19/2015, telah menjelaskan sistem kemitraan sebagai langkah strategis pemerintah dalam merealisasikan seluruh proyek pembangunan. Jika seluruh proyek strategis yang tercantum pada Perpres Nomor 3 Tahun 2016 ini dapat terealisasikan, tentu akan menunjang pembangunan di berbagai sektor lain.
Keterlibatan investor dalam mewujudkan pembangunan sangat dibutuhkan. Mereka dapat menjadi solusi dalam masalah pendanaan pelaksanaan pembangunan proyek-proyek strategis nasional. Namun, seringkali teradapat kepentingan investor yang diselipkan dalam perannya membantu pembangunan tersebut. Kepentingan-kepentingan investor seperti ini memang akan sulit untuk dilarang. Yang perlu dilakukan adalah adanya penyortiran dan pembatasan gerak investor untuk meraup untung terlalu besar yang pada akhirnya berdampak merugikan masyarakat. Asalkan masyarakat tidak dirugikan, kepentingan para investor yang diselipkan dalam perannya membantu pembangunan pastinya bukan suatu masalah.
Permasalahan pastinya akan ada solusinya. Kesempatan untuk berkembang menjadi negara maju masih terbuka lebar. Di usia yang tak lagi muda, sudah layak dan sepantasnya kita para pemuda Indonesia bangkit melangkah membawa republik ini ke arah yang lebih baik. Melangkah dengan jujur serta berperan aktif dalam pembangunan pastinya awal yang baik dalam membantu negeri ini menggapai mimpi yang dimilikinya. Selamat ulang tahun Indonesiaku! Dirgahayu Nusantaraku! Merdeka!
Oleh : Adya Sadewo H