Minggu (18/12), Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali melaksanakan acara Nitilaku atau napak tilas untuk menyambut Dies Natalis UGM ke-67 yang bersamaan dengan Dies Natalis ke-58 Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) dengan tema “Djogja Djadoel Sehari, Djogja Moeda Kembali”. Kegiatan konkretnya berupa Pawai Alegoris atau Karnaval Budaya UGM dengan tema “Rakyat Sehat Negara Kuat, Warasing Kawula Sentosaning Bangsa”.
Kegiatan dibuka dengan registrasi peserta parade pada pukul 06.00, kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Himne Gadjah Mada, pembacaan doa, dan sambutan yang salah satunya disampaikan oleh Ganjar Pranowo selaku ketua Kagama sekaligus Gubernur Provinsi Jawa Tengah, serta Fragmen Boyong Kampus.
Peserta pawai terdiri dari mahasiswa, dosen, karyawan, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan Keluarga Alumni dari berbagai daerah. Kegiatan ini diramaikan dengan peserta yang berpakaian nuansa “jadoel” serta kostum adat daerah. Para peserta kemudian mulai pawai dari titik awal bertempat di Keraton Yogyakarta hingga titik akhir di Bulaksumur UGM dengan total perjalanan kurang lebih tujuh kilometer. Pawai bernuansa kuno ini berjalan sembari menampilkan beberapa penampilan seperti Paskibra, tarian daerah, dan bela diri.
Ganjar Pranowo turut ikut berjalan bersama pawai. Saat ditemui oleh Tim Liputan Clapeyron, Beliau menyampaikan pendapatnya tentang acara Nitilaku ini. Menurut Ganjar, acara jalan-jalan seperti ini meskipun melelahkan tetapi tetap menyehatkan dan dapat mendekatkan hubungan antar alumni. “Semoga tahun depan ada pawai seperti ini lagi,” tuturnya.
Setelah acara pawai berakhir di Lapangan Pancasila UGM, acara dilanjutkan dengan resepsi sarapan yang menyajikan makanan dan minuman tradisional yang dapat dinikmati secara gratis oleh semua peserta. Selain dapat menikmati makanan, peserta juga dapat menikmati seni kerakyatan yang menampilkan marching band, musik tradisional, dan tarian-tarian daerah dari berbagai penjuru Indonesia.
Ditemui di Lapangan Pancasila, Drs. Hendrie Adji Kusworo, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Panitia Nitilaku 2016, mengatakan bahwa untuk tahun ini beliau beserta para panitia penyelenggara berusaha melakukan inovasi dari yang sudah dilakukan. Hal ini dikarenakan event ini sudah dilaksanakan hingga 4 kali yang sesungguhnya mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kontribusi konkret, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi untuk cakupan yang lebih luas. Event ini sebenarnya bisa dikontribusikan atau dihibahkan pada masyarakat Jogja sebagai event kesenian, kebudayaan, bahkan pariwisata.
“Kami punya tantangan agar konsepnya dapat menunjukkan keberadaan UGM tidak bisa terlepas dari keberadaan kraton sehingga UGM nantinya dapat menyinergikan 3K (Kampus, Kraton, dan Kampung). Maka kami mencoba melakukan riset kecil-kecilan untuk menunjukkan atmosfer pada saat UGM pindah dari pagelaran ke Bulaksumur. Walaupun tema Dies Natalis UGM terus menerus berubah, kami berusaha menunjukkan atmosfer tahun 1949 pada saat pindah untuk terus menjadi ikon. Untuk tahun ini, kita berusaha menjadikan Jogja jadul sehari dengan melakukan stimulasi pada aspek visual, audio, maupun atmosfernya, bahkan alat yang digunakan semua jadul,” ujarnya. Beliau berharap untuk tahun selanjutnya Jogja akan dibuat jadul selama seminggu sehingga memberikan kesempatan yang bagus untuk melakukan refleksi hingga proyeksi ke depan. “Knowing the past, membawa sesuatu dari masa lalu ke situasi kini. Futuring the now, membawa hari ini pada yang akan datang. Bicara mengenai ini, tidak boleh lepas dari nilai-nilai UGM yang kemudian dalam waktu yang sama melihat masa depan,” ucap Beliau di akhir sesi wawancara dengan Tim Liputan Clapeyron.
Semoga dengan adanya acara Nitilaku, UGM dapat kembali merasakan nuansa kuno dan mengingat kembali berbagai rentetan sejarahnya.
Tim Liputan Clapeyron
Dyah Muharomah
Michael Akas
Satria Bagas
Naufal Adiwardhana
Annisa Latasha