Beranda Artikel Generasi Milenial: Fenomena “Kids Zaman Now”

Generasi Milenial: Fenomena “Kids Zaman Now”

oleh Redaksi

myhomeAkhir-akhir ini istilah “kids zaman now” seringkali kita dengar. Istilah tersebut acap digunakan sebagai sindiran sekaligus ungkapan rasa miris terhadap perilaku anak muda sekarang yang dianggap tidak sesuai norma, nyeleneh namun tan aneh—sudah tak aneh lagi saking banyaknya anak muda berperilaku nyeleneh–, dan hal-hal berstereotip negatif lainnya. “Kids zaman now” tercetus dan menjadi viral setelah sebuah akun palsu mengatasnamakan tokoh pemerhati anak yang cukup dikenal di Indonesia, Seto Mulyadi, menuliskannya dalam status maupun kometar di media sosial.

Perpaduan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam istilah “kids zaman now” mencerminkan tren di kalangan generasi milenial Indonesia yang tak jarang berbicara dengan bahasa yang dicampur-campur. Sebuah tren yang bahkan saya dan—mungkin— kalian juga ikuti. Perpaduan bahasa ini justru membuat istilah tadi semakin lucu dan menarik, hingga warganet pun semakin sering menggunakannya. Klaian mungkin pernah melihat postingan dengan jumlah likers ribuan mondar-mandir di linimasa, padahal isinya sebatas gambar dua orang anak, lelaki dan perempuan, berseragam putih merah yang tampak mesra dilengkapi dengan keterangan “kids zaman now”. Sederhana tapi menarik, ‘kan?

Omong-omong, kalau kalian biasanya menulis “kids zaman now” atau “kids jaman now”? Atau justru tidak pernah menuliskannya sama sekali?

Lalu, penulisan yang benar seperti apa, sih?

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dalam kicauannya di Twitter pada 18 Oktober 2017, istilah gaul yang tepat adalah “kids zaman now”, dengan z, bukan j! Eh, tapi kok yang dikoreksi hanya kata “zaman”? Bukannya istilah itu sendiri secara keseluruhan tidak tepat, ya?

Nah, terkait perkara kenapa hanya satu kata yang dikoreksi, banyak spekulasi bermunculan. Mungkin hal ini didasar alasan bahwa bahasa ialah sesuatu yang dinamis sehingga memungkinkan adanya penyerapan. Contohnya kata bahasa Inggris “hoax” yang sempat viral kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “hoaks” dan “meme” yang diserap dengan mempertahankan ejaan, menjadi “meme”. Kemungkinan lain, Bisa jadi kicauan Kemendikbud tadi memang bertujuan membenarkan istilah gaul kekinian yang sedang ramai dibicarakan tanpa menghilangkan ‘kegaulan’ dari istilah itu. Bahkan, ada juga warganet yang berpendapat bahwa yang demikian dilakukan karena secara makna, istilah gaul kekinian tersebut masih dapat dianggap benar, sedangkan kata-kata “kids” dan “now” hanya perlu ditulis miring dalam penulisan bakunya.

Wah, ada banyak pendapat berbeda, nih! Apa pendapatmu?

Kalau menurut penulis, ada baiknya kita belajar konsisten dalam berbahasa. Sekedar lucu-lucuan tentu tidak apa, tetapi jangan sampai berlebihan dan membawa kita menjadi lupa pada bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia.

 

 

Annisa RR

Wildan Budinugroho

Artikel Terkait