“Gamaforce juara bertahan kontes robot terbang Indonesia”
Begitulah bunyi kalimat yang tertera pada spanduk di depan gerbang masuk Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebuah kalimat kebanggaan UGM akan kemenangan tim Gamaforce untuk ketiga kalinya sejak tahun 2015 pada ajang Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2017 yang dilaksanakan di Pasuruan, Jawa Timur dengan ITS menjadi tuan rumahnya.
Kompetisi yang diinisiasi dan didukung penuh oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Pendidikan Tinggi, dan Teknologi (Ditjen Belmawa Kemenristekdikti) ini terdiri dari empat divisi yang berhasil dimenangkan semua oleh keempat tim yang dikirimkan Gamaforce UGM. Tim Rasayana dengan perolehan Juara 1 Divisi Racing Plane; tim Fiachra Aeromapper, Juara 1 Divisi Fixed Wing; tim Gadjah Mada Fighting Copter yang meraih Juara 2 Divisi Vertical Take-Off Landing (VTOL) sekaligus penghargaan Desain Terbaik; dan Tim Khageswara yang memenangkan Juara 1 Divisi Technology Development.
“Bahkan dosen ITB sejak tahun lalu terus menyebutkan bahwa tim-tim dari Gamaforce terlalu kompak,” ujar Rifyal Garda seraya tertawa saat ditemui awak Clapeyron pada Jumat (27/10). Ketua umum Gamaforce tersebut pun meyakini bahwa dengan modal teamwork yang sudah sangat kompak dan kuat itu, ke depannya yang perlu ditingkatkan dari Gamaforce ialah sistem kerja tiap tim.
Beberapa modifikasi maupun terobosan terbaru pun dapat dilihat pada wahana dan model pesawat yang diciptakan oleh mereka dalam rangka memenuhi misi tiap-tiap divisinya. Seperti misi tim Rasayana yang bertujuan untuk terbang secara cepat dan akurat (high speed cruising) sejauh 500 m, berputar dan kembali ke start, dan kemudian landing secara aman dengan secepat-cepatnya. Modifikasi yang dilakukan adalah mengubah letak radar yang sebelumnya terletak di bawah menjadi di atas badan pesawat. Rifyal mengatakan hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan proses terbang dan kemampuan beloknya serta untuk menjaga kestabilan tinggi pesawat. Badan pesawat pun dibuat lebih ramping untuk meningkatkan kemampuan belok pesawat. Beberapa modifikasi tersebut berhasil mempersingkat waktu tempuh pesawat yang tahun sebelumnya 26,16 detik, kini mampu mencapai waktu 21 detik.
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dari tim Fiachra Aeromapper, yang kini tidak hanya memiliki aileron tapi juga radar, berhasil menyelesaikan misi “mapping and monitoring” dengan waktu terbang mencapai 55 menit dengan kapasitas baterai 10000 mAh. Perolehan waktu tersebut meningkat cukup signifikan dibandingkan waktu terbang tahun sebelumnya yang hanya 25 menit, padahal kapasitas baterai yang digunakan pada tahun 2016 dan 2017 tersebut sama.
Untuk misi tim Gadjah Mada Fighting Copter, ada perubahan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara. Misi pada tahun sebelumnya ialah berusaha mendeteksi tiga titik api (diwakilkan dengan nyala lilin) yang tersebar dan kemudian memadamkannya. Sedangkan untuk misi tahun ini, tiap tim diharuskan untuk membaca dan meletakkan muatan yang dibawa (drop logistik) di lokasi tertentu (diwakilkan dengan tiga warna) serta mengambil muatan (pick). UGM pun berhasil menyelesaikan misi pick muatan tersebut sekaligus menjadi satu-satunya yang berhasil meletakkan muatan di ketiga warna tersebut.
“Mungkin keunggulan dari kami ialah sejak 2016 UGM selalu memakai image processing melalui Kamera Full HD, bukan GPS sehingga kami pun dipuji dan bisa mendapatkan award best design tersebut. Walaupun sebenarnya yang bagus dari wahana kami lebih pada sistemnya, bukan desain,” ujar Rifyal.
Ia kemudian melanjutkan bahwa hal yang sangat spesial dilakukan oleh tim Khageswara dalam menunjukkan inovasi teknologinya. Tidak tanggung-tanggung, tim ini menghasilkan tiga teknologi yakni Khageswara Auto Antenna Tracker, Khageswara Flight Controller, dan Adhyasta Ground Control Station (GCS). Bahkan disebutkan jika flight controller yang dibuat hampir setara dengan yang dimiliki oleh pesawat Boeing. Untuk tiga wahana sebelumnya, flight controller yang digunakan belum buatan Gamaforce. Namun, diharapkan untuk tahun berikutnya keseluruhan wahana yang dibuat oleh UGM merupakan hasil original dari para mahasiswanya.
Tracker yang diciptakan oleh tim ini menggunakan empat buah servo, dengan dua servo continuous pada arah yaw dan dua servo 180° pada arah pitch, yang mampu menghasilkan torsi hingga 15 kg dan membuat arah gerak semakin presisi. Tracker tersebut terintegrasi untuk menghubungkan GCS yang berfungsi mengawasi wahana-wahana terbang yang menggunakan flight controller.
Usaha tim Khageswara untuk menggabungkan kinerja ketiga teknologi tersebut dapat terlihat dari dapat diimplementasikannya flight controller yang mereka buat ke berbagai wahana terbang seperti quadrotor, fixed wing, dan flying wing bahkan ke auto antenna tracker mereka. Keseluruhan data terbang wahana pada flight controller tersebut termonitor pada Adhyasta GCS dengan jalur komunikasi Radio Frekuensi 433MHz.
Berdasarkan torehan prestasi dan banyaknya pujian yang diberikan kepada tim Gamaforce ini, Rifyal pun menuturkan bahwa perbekalan UGM untuk perlombaan tahun berikutnya sudah cukup banyak. Namun, yang tidak boleh sampai hilang adalah kemauan, kegigihan, kedisplinan, dan totalitas dalam menyelesaikan semuanya bersama-sama.
Idha Makayasa P.