Terhitung sejak 15 Maret 2018 lalu undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) mulai berlaku, meskipun revisi UU MD3 belum ditandatangani oleh Presiden RI, Joko Widodo. Namun, berdasarkan Undang – Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 27 ayat 2, rancangan undang-undang yang tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari, terhitung sejak disetujui bersama (antara DPR dan Pemerintah), tetap akan sah menjadi undang-undang dan wajib diundang-undangkan. Hal tersebut kemudian memicu ratusan mahasiswa Yogyakarta untuk menggelar aksi bertajuk Gerakan Solidaritas Menolak Revisi UU MD3, Senin (20/3).
Aksi dimulai pukul 13.30 dengan long march dari Taman Parkir Abu Bakar Ali sampai di depan gedung DPRD DIY. Aksi yang diikuti sekitar 300 mahasiswa dari berbagai universitas di Jogja ini dibuka dengan orasi dari perwakilan Hima Justicia UGM, Klarita, menurutnya revisi UU MD3 ini meresahkan masyarakat. Ia memberi contoh pasal 122 Huruf K yang berbunyi, MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. Makna merendahkan itu sendiri tidak jelas dan dianggap sebagai pasal karet. Setelahnya aksi dilanjutkan dengan berbagai orasi dari perwakilan masing-masing universitas hingga akhirnya pada pukul 14.10 WIB peserta aksi mulai memasuki halaman gedung DPRD DIY.
Di halaman gedung DPRD DIY peserta aksi kembali menyuarakan pendapatnya, mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengambil sikap atas mulai diberlakukannya UU MD3. Menanggapi aksi ini Danang Wahyu Broto, anggota Komisi D DPRD DIY, keluar untuk berdialog dengan peserta aksi. Danang mengatakan bahwa dirinya menampung dan menerima aspirasi yang diserukan oleh peserta aksi, dirinya juga berjanji akan meneruskan aspirasi ini ke pihak yang berwenang melalui mekanisme yang ada. Setelah itu aksi dilanjutkan dengan penadatanganan surat pernyataan oleh Danang yang menyatakan bahwa dirinya dengan tegas menolak berlakunya UU MD3 dan akan menyampaikan aspirasi masyarakat dan mahasiswa baik melalui jalur politik maupun jalur struktural. Selain itu, jika keadaan sudah mendesak Danang berjanji akan mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah. Dengan ditandatanganinya surat tersebut, setidaknya menjadi simbol bahwa masih ada wakil rakyat yang tidak setuju dengan diberlakukannya UU MD3.
Setelah penadatanganan surat pernyataan bermaterai oleh Danang, aksi dilanjutkan dengan orasi Presiden Mahasiswa UGM, Obed Kresna. Obed mengatakan jangan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat jika tidak siap untuk dikritik. Orasi Obed diakhiri dengan seruan untuk menurunkan bendera merah putih di halaman kantor DPRD DIY menjadi setengah tiang. Namun, pengibaran bendera setengah tiang ini dihentikan oleh aparat kepolisian. Setelahnya aksi dilanjutkan dengan long march menuju Titik Nol Kilometer.
Setibanya di Titik Nol Kilometer, peserta aksi serentak mulai membentuk lingkaran di tengah-tengah persimpangan. Dengan berbekal berbagai poster sindiran untuk DPR, mahasiswa kembali menyuarakan aspirasinya dan mengedukasi masyarakat bahwa dengan berlakunya UU MD3 demokrasi di Indonesia telah dicederai. Orasi dari berbagai perwakialn universitas di Jogja pun mewarnai aksi di tengah-tengah persimpangan Nol Kilometer. di penghujung aksi ratusan mahasiswa kembali merapatkan barisan untuk membentuk lingkaran yang lebih besar dan menyatukan suara menyatakan sikap tegas, yaitu:
1. menolak dengan tegas pasal-pasal bermasalah dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berlawanan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945,
2. menolak segala upaya pembungkaman publik dalam bersuara, berekspresi, dan memberikan kritik terhadap lembaga negara,
3. menuntut DPR sebagai wakil rakyat untuk mengemban tugas berdasarkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan politik masing-masing,
4. mendukung segala upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD,
5. mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait UU MD3 demi menjaga semangat demokrasi di Indonesia.
2. menolak segala upaya pembungkaman publik dalam bersuara, berekspresi, dan memberikan kritik terhadap lembaga negara,
3. menuntut DPR sebagai wakil rakyat untuk mengemban tugas berdasarkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan politik masing-masing,
4. mendukung segala upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD,
5. mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait UU MD3 demi menjaga semangat demokrasi di Indonesia.
Aksi ini berakhir pukul 16.00 WIB dan peserta aksi membubarkan diri dengan damai.
Raden Rara Amalia
Ferian Yudha Pratama
Sativa Dwipuspa
Ferian Yudha Pratama
Sativa Dwipuspa