Di penghujung tahun 2015, pemberitaan mengenai pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ramai diperbincangkan oleh media nasional. Clapeyron selaku organisasi pers mahasiswa tak luput memanfaatkan momentum tersebut dengan meliput megaproyek yang “kontroversial” tersebut.
Pada bulan Februari 2016, saya berkesempatan bertemu dengan Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Fary Djemi Francis untuk melakukan interview terkait pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Pria asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II ini mempertanyakan dasar dari pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini yang sejatinya tidak terdapat di Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2011.
Tak hanya bertemu dengan wakil rakyat, saya berkesempatan bertemu dengan salah satu asisten deputi Menteri Kemaritiman, yakni Rahman Hidayat. Beliau yang merupakan Pemimpin Umum Clapeyron pada 1988 membagikan cerita tentang betapa meriahnya pembangunan yang sedang berlangsung di tanah Ibu Pertiwi ini.
Di bulan Maret 2016, terbitlah majalah Clapeyron edisi ke-61. Tidak hanya mengangkat topik kereta cepat Jakarta-Bandung, namun majalah tersebut juga mengangkat berbagai topik hangat terkait pembangunan perkeretaapian di Indonesia yang merupakan salah satu bentuk perwujudan janji politik Joko Widodo, Presiden RI terpilih untuk periode 2014-2019.
Memilih Tantangan dan Menikmatinya
Cerita tersebut hanyalah gambaran singkat pengalaman saya ketika menjabat sebagai Pimpinan Redaksi Clapeyron pada periode 2015-2016. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan bagi saya selama menjalani masa perkuliahan. Kesempatan langka tersebut tak akan saya raih bilamana pada tahun 2013 saya memilih untuk tidak bergabung dengan salah satu organisasi pers tertua di Universitas Gadjah Mada.
Memilih memang merupakan hal yang sulit. Semua orang pasti pernah merasakan bimbang dalam menentukan pilihannya. Dalam hal yang sederhana saja kita bisa menjadi bingung untuk memilih. Contohnya ketika perut mulai berbunyi, kita terkadang bingung untuk memilih makanan apa yang akan kita santap. Ayam geprek kah? Nasi goreng kah? Atau justru memilih tidak makan guna penghematan? Semuanya memiliki daya tarik tersendiri, namun punya risikonya masing-masing.
Pada bulan September 2013 ketika saya memilih untuk mengikuti prosedur rekrutmen Clapeyron, saya terlepas dari kesempatan hidup bebas tanpa beban seperti cita-cita semasa sekolah untuk tidak terikat dengan organisasi apapun. Namun pada akhirnya, saya justru memilih bergabung dengan Clapeyron dan berdinamika dengan berbagai tantangan yang ditawarkan organisasi tersebut.
Bergabung bersama Clapeyron berarti anda memiliki kesempatan untuk menjadi pribadi yang berbeda dengan mahasiswa lainnya. Mereka yang tergabung di organisasi beridentitaskan korsa merah ini tidak hanya belajar di dalam kelas dengan suasana yang terkadang membosankan. Clapeyron melatih anggotanya untuk mencari informasi sedetail mungkin, terjun ke lapangan untuk meliput secara langsung dan berdiskusi dengan praktisi-praktisi senior di bidang teknik sipil.
Sebagai organisasi jurnalistik, tiap awak–panggilan untuk anggota–Clapeyron akan turut serta dalam melaksanakan salah satu fungsi pers, yakni sebagai sarana edukasi bagi para pembacanya. Para awak Clapeyron akan terlibat dalam pembuatan artikel mengenai dunia teknik sipil serta mengenai pemberitaan hingar bingar dunia kampus yang juga menarik untuk dibagikan.
Beranilah untuk Memilih
Tantangan yang saya hadapi selama menjadi awak Clapeyron telah mendidik saya untuk berkembang menjadi pribadi yang berbeda dan berdaya guna. Terkadang memang terasa berat ketika harus berkomitmen dengan organisasi yang menuntut militansi tinggi seperti Clapeyron. Namun berbagai keuntungan yang akan anda tuai adalah hasil yang sebanding dengan segala jerih payah dan kerja keras yang anda lakukan.
Sekarang adalah waktunya anda untuk memilih; berani menjadi berbeda dan berdaya guna atau menjadi mahasiswa yang miskin pengalaman. Beranikah anda?
Tulisan oleh Dhirta Parera Arsa, S.T. (Awak Clapeyron angkatan 2013)