Meski tidak sepanas isu Pilpres 2019, ada momen pemilihan umum (pemilu) lainnya yang tidak kalah menarik, khususnya bagi mahasiswa Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil (KMTS) UGM. Tidak lain tidak bukan, pemilu Ketua KMTS periode 2018-2019. Untuk masa periode tersebut, giliran mahasiswa KMTS angkatan 2016 lah yang berhak maju menjadi calon ketua KMTS.
Tahun ini menjadi tahun ketiga bagi saya sebagai anggota KMTS sekaligus pemilih. Sudah dua kali berganti pemimpin, nyatanya KMTS masih dihadapkan pada persoalan itu-itu lagi, seperti eksklusivitas yang merenggangkan hubungan antaranggota KMTS.
– Begitu-begitu Saja –
Soal pemilu, saya merasa tidak ada perubahan terhadap tahapan pemilu dari tahun ke tahun. Sama seperti dua tahun sebelumnya, para calon ketua pada awalnya mengumpulkan berkas; kemudian diwawancara oleh para ketua Badan Semi Otonom (BSO) dan pengurus harian KMTS; dilanjutkan masa kampanye; lalu debat antarcalon; dan diakhiri dengan hari perhitungan suara.
Saya ingin menanyakan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang mengatur jalannya pemilu di KMTS, entah itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) ataupun KMTS sendiri. Apakah sebelumnya tidak ada pertimbangan untuk bertanya kepada para anggota KMTS mengenai tahapan pemilu? Menurut saya, pemilu ini berjalan seperti program kerja (proker) tahunan tanpa ada perubahan berarti.
– Landasan Hukum KMTS –
Sebelum membahas hal tersebut, awalnya saya memastikan dulu kepada pihak KPU maupun pengurus KMTS tentang aturan tertulis pemilu KMTS. Namun, sayangnya tidak ada aturan tertulis seperti negara yang memiliki Undang-undang sebagai acuan fundamental dalam menjalankan proker. Jika tidak ada dasarnya, bagaimana proker kemudian dapat berjalan?
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dapat menjadi landasan operasional dalam menjalankan suatu organisasi. Peran penting AD/ART adalah secara jelas menunjukkan arah kinerja organisasi tersebut yang secara tidak langsung dapat membangun hubungan baik antaranggota maupun antara organisasi dengan eksternalnya.
Mengutip perkataan salah satu anggota KMTS angkatan 2014, AD/ART menjadi bukti tertulis atas kehadiran KMTS. Jika tidak ada AD/ART, bisa saja sekelompok orang di lingkup Teknik Sipil membentuk himpunan yang melawan KMTS, kemudian mereka membuat AD/ART, dan ternyata keberadaan mereka diakui oleh anggota KMTS karena mereka memiliki visi dan misi yang jelas tertulis, maka KMTS yang selama ini kita lihat dapat digantikan posisinya oleh himpunan lawan berpedoman AD/ART.
Sederhananya, jika tidak ada AD/ART, maka tidak ada segmentasi organisasi.
– Audiensi bersama Calon Ketua –
Jika saja ada kesempatan diskusi terbuka sebelum memutuskan tahapan pemilu, mungkin anggota KMTS akan mengajukan beberapa pertanyaan dan saran mengenai tahapan pemilu KMTS. KPU RI saja mengadakan Uji Publik Rancangan Peraturan KPU terlebih dahulu sebelum menetapkan Peraturan KPU (PKPU) untuk Pemilu 2019, kenapa kita tidak?
Sebagai anggota KMTS, saya akan menyarankan tahap debat lebih baik diganti dengan diskusi terbuka. Sebab, bagaimana saya bisa yakin memilih salah satu calon hanya bermodal jawaban dua menitnya? Apakah saya harus mendengar jawaban ‘Saya akan mengayomi seluruh anggota KMTS’ lagi untuk ketiga kalinya?
Dengan adanya diskusi terbuka, anggota KMTS dapat beraudiensi langsung dengan para calon ketua KMTS mengenai visi yang mereka bawa dan bagaimana mewujudkannya. Tentu dengan waktu menjawab yang lebih lama, jawaban realistis mereka dapat menjadi modal awal bagi para pemilih untuk yakin atas pilihannya.
– Transparasi KPU –
Akhir-akhir ini saya juga mendengar kabar soal jumlah calon ketua KMTS yang berhasil lolos ke tahap kampanye. Setahu saya, awalnya ada tiga anggota KMTS (dan kebetulan ketiganya merupakan pengurus KMTS) yang mendaftarkan diri, tapi akhirnya hanya dua yang menjadi calon ketua KMTS secara resmi.
Agar tidak ada spekulasi dan propaganda yang muncul di tengah-tengah hubungan antaranggota, untuk saat ini sebaiknya KPU memberikan pernyataan terbuka kepada para anggota KMTS mengenai keputusan tersebut dan alasan di baliknya. Jangan sampai masalah pemilu KMTS berlanjut ke perpecahan, padahal kita semua sama-sama ingin perubahan baik, bukan?
– Waktu bagi Perubahan –
Melihat persoalan yang ada, saya rasa semua akan lebih baik jika kepengurusan KMTS lebih terbuka dengan anggotanya, mulai dari perumusan landasan KMTS hingga dibiasakannya komunikasi dua arah sebagai kultur baru dalam lingkungan KMTS. Dengan begitu, tidak ada lagi sekat di antara anggota dan pengurus karena yang membedakan mereka tidak lebih dari sebuah label ‘pengurus’.
Semoga perubahan yang selama ini kita harapkan bisa terwujud dari siapapun ketua KMTS terpilih nanti, supaya kata ‘kekeluargaan’ yang selama ini diagungkan bukan sekadar embel-embel visi pemilu lagi.
Atau memang mereka terlalu takut untuk melakukan perubahan?
————————
Tulisan ini murni dihasilkan dari buah pikiran beberapa anggota KMTS. Gambar dibuat oleh Ayumna Ulfa.
————————
Dapatkan informasi lainnya dengan mengikuti media sosial kami:
Line: https://line.me/R/ti/p/%40asx6449h
Instagram: @clapeyron.ugm
Laman: clapeyronmedia.com
Surel: humas@clapeyronmedia.com
————————
#opini #pemilukmts #calonketua #kmts #transparasi #clapeyron #ugm #jogja