Bencana gempa bumi dan tsunami yang kesekian kalinya terjadi di Indonesia lagi-lagi mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa. Di pertengahan tahun 2018 ini terjadi dua gempa di Indonesia, yaitu di Lombok dan Palu beserta Siberut dan Donggala. Untuk kesekian kalinya di tahun ini Indonesia berduka.
Jika dihitung secara statistik, gempa di Palu yang berkekuatan 7,7 pada skala Richter mengakibatkan korban yang jauh lebih banyak dari gempa di Lombok yang berkekuatan 7,0 pada skala Richter. Data terakhir sampai tulisan ini dibuat, jumlah korban meninggal yang tercatat hingga 1558 orang (liputan6.com) dan kemungkinan besar masih akan bertambah karena masih banyak korban yang tertimbun di reruntuhan bangunan.
Bantuan demi bantuan dari dalam dan luar negeri dan juga relawan terus berdatangan. Diharapkan ini semua bisa segera menuntaskan pencarian korban, pembangunan kembali infrastruktur yang rusak, dan juga rehabilitasi psikologis dari korban bencana gempa dan tsunami. Normalisasi kehidupan di Palu sangatlah diharapkan agar roda perekonomian masyarakat bisa segera berjalan.
Jatuhnya korban jiwa pada tiap bencana alam memang merupakan hal yang sulit sama sekali dihindari. Namun, banyaknya korban jiwa pada bencana di Kota Palu sangatlah disayangkan. Bahkan beberapa negara di dunia menyoroti banyaknya korban jiwa yang jatuh dalam bencana gempa dan tsunami di Palu. Seharusnya jatuhnya korban jiwa bisa diminimalisir.
Rusaknya alat pendeteksi tsunami disinyalir menjadi penyebab lambatnya sirene peringatan datangnya tsunami. Hal ini sangatlah disayangkan. Terlambatnya sirene peringatan datangnya tsunami membuat warga hanya mempunyai sedikit waktu untuk menyelamatkan diri.
Menurut bombastis.com, alat pendeteksi datangnya tsunami itu bernama Tsunami Early Warning (TEWS) buoy tsunami. Fungsi dari alat ini adalah meneruskan laporan dari perangkat Ocean Bottom Unit (OBU) yang diletakkan di dasar laut. Perantaranya melalui Underwater Acoustic Modem dan datanya diproses oleh buoy tsunami. Setelah itu, laporan akan langsung dikirim secara otomatis via satelit pada pusat pemantau tsunami Read Down Station di Indonesia.
Namun, sayang sekali buoy bantuan dari Amerika Serikat dan Jerman berharga miliaran rupiah itu sebagian besar rusak bahkan ada yang dicuri. Praktis, buoy itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Alasan mahalnya biaya perawatan juga menjadi kendala klasik penanggulangan bencana.
Selanjutnya adalah tentang konstruksi bangunan. Belajar dari Jepang sesama negara dengan intensitas gempa yang tinggi, sebagian besar bangunan di sana dibangun dengan instalasi yang bisa meminimalisir daya destruktif getaran gempa bumi.
Menurut laman dream.co.id, ada tiga jenis bangunan tahan gempa di Jepang. Yang pertama, adalah bangunan struktur tahan gempa. Bangunan ini mengikuti Standar Baru Struktur Anti Seismik yang mewajibkan semua bangunan memiliki struktur tahan gempa bumi. Struktur bangunan ini terbagi menjadi dua, yaitu struktur keras (agar tak runtuh) dan struktur fleksibel (bagian utama yang bisa menekuk secara fleksibel). Struktur fleksibel ini bertujuan untuk membuyarkan gaya pergerakan seismik.
Yang kedua, adalah Damping Structure. Pada bangunan ini terdapat tembok khusus yang dibangun untuk menyerap energi seismik. Tipe ini bisa mengurangi intensitas seismik antara 70-80 persen.
Yang ketiga, adalah struktur isolasi seismik. Struktur ini digunakan untuk bangunan tinggi. Pada struktur ini terdapat isolator yang berfungsi untuk mengurangi intensitas seismik.
Selanjutnya yang paling penting dan vital adalah edukasi dan pelatihan kepada masyarakat dalam menghadapi bencana. Menurut Jawa Pos, Jepang mewajibkan sekolah-sekolah melakukan latihan kedaruratan tiap 1 atau 2 bulan sekali. Sekolah juga harus mengajak siswa berkunjung ke markas pemadam kebakaran dan menjajal simulator gempa untuk melatih kepekaan terhadap bencana.
Begitu juga dengan Turki, menurut Jawa Pos, negara itu melatih langsung lebih dari 450 ribu penduduk soal persiapan bencana. Di samping itu, Negara Turki juga memberikan pelatihan bencana kepada lebih dari 5 juta warga secara daring.
Chile juga menjadi negara panutan dalam penanggulangan bencana. Menurut Jawa Pos, Negara Chile mengadakan 6 atau 7 kali latihan evakuasi gabungan dengan berbagai negara di beberapa wilayah berbeda. Bahkan, di negara itu dibentuk Chile Preperes, organisasi peduli bencana yang mempunyai prosedur berstandar baku dalam mengantisipasi bencana.
Ada beberapa hal unik yang dilakukan pemerintah ketiga negara tersebut untuk memberi kewaspadaan dini kepada masyarakatnya untuk menghadapi bencana. Pemerintah Jepang menambahkan sistem peringatan dini gempa dan tsunami pada seluruh telepon pintar. Di samping itu, pemerintah Jepang juga menerbitkan buku Bosai, yaitu buku tentang prediksi gempa dalam tiga dekade mendatang.
Hal yang serupa juga dilakukan di Chile. Negara itu memasang sistem peringatan gempa terbaru. Begitu gempa terjadi, sirene meraung-raung sehingga ambulans, tim pemadam kebakaran, dan polisi dapat langsung bergerak. Di samping itu, teknologi itu juga memungkinkan untuk mengirimkan alarm gempa dan peringatan dini tsunami ke telepon genggam penduduk.
Ada cerita menarik tentang sebuah negara Amerika Latin lainnya, yaitu Meksiko. Dahulu Meksiko sempat menjadi negara percontohan dalam metode penanganan dan penanggulangan bencana. Namun itu dulu, sekarang tidak lagi. Pemerintah Meksiko sudah terlalu korup sehingga keselamatan rakyatnya jadi terbengkalai dan tak terlalu dipikirkan.
Dari poin yang terakhir, kita bisa introspeksi diri. Dalam penanggulangan bencana memang membutuhkan kerja keras, kesungguhan, dan juga strategi yang jitu. Semua poin yang diulas pada pemaparan di atas pastilah butuh dana yang tidak sedikit. Namun, kalau urusannya nyawa manusia, apalah artinya uang. Nyawa dan keselamatan masyarakat jauh lebih mahal dibandingkan uang.
Pertanyaanya adalah sudahkah negara mengalokasikan dana APBN yang besar untuk riset, edukasi, dan penanggulangan bencana? Sudahkah pemerintah mempunyai program keuangan yang jitu untuk mengelola dana penanggulangan bencana? Dan sudah berhasilkah negara memberantas koruptor yang menggasak triliunan rupiah uang rakyat? Entahlah…
Ditulis oleh Kukuh Basuki Rahmat.