Perihal Maaf

Saya tertikam oleh keadaan. Bahkan sebelum permintaan tolong dari bibir ini terbuka.

 

Semuanya hilang, terombang-ambing kesana kemari. Berteriak memohon akan uluran tangan Tuhan, tapi rasanya Ia memiliki cara lain. Merindukan kami untuk kembali dengan cara yang tidak pernah saya bayangkan.

 

Jarang sekali insan yang memikirkan sanak saudaranya. Lebih memilih untuk menyelamatkan diri sendiri, lantas terbayang untuk bisa bersua dengan yang lain lewat pintu yang disebut mukjizat.

 

Apalah rumah yang hancur, bahkan orang kaya melintir saja tidak bisa menghubungi koleganya, tak mampu berbuat apa-apa.

 

Bumi sebagai alas, langit sebagai atap, itupun bagi jiwa-jiwa yang selamat. Hingga dalam dua hari kepergianku, seorang pangeran yang selama ini saya sebut dirinya Tuan, datang mencari saya. Hendak menyelamatkan saya sekeluarga dan melukis lembaran baru.

 

Hanyalah maaf yang bisa saya katakan saat saya menghitung nafas dalam detik-detik terakhir.

 

Tuan, sahayamu kini sudah menjadi arwah. 

 

Pergilah. Tersenyumlah dengan Puan yang mampu menyayangimu sepenuh hayat, menghapus luka batinmu.

 

Ditulis oleh Meirlyn Prayuga