Saluran Mataram adalah kanal irigasi yang menghubungkan Kali Progo di barat dan Sungai Opak di timur. Masyarakat kota Yogyakarta lebih mengenal dengan sebutan Selokan Mataram. Saluran ini terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta dan menjadi bagian dari Jaringan Saluran Induk Mataram.
Bila kalian pernah tinggal di Yogyakarta, tentu tidak asing dengan Selokan Mataram. Saat berlalulalang di kawasan utara DI Yogyakarta seperti daerah kampus Universitas Gadjah Mada di Bulaksumur, Babarsari, Sleman, dan sekitarnya, kita akan menemui aliran sungai yang membelah kawasan tersebut. Lalu, bagaimana dengan sejarah dan kegunaan dari Selokan Mataram yang menjadikan Yogyakarta berhasil makmur sampai sekarang ini?
Yogyakarta pada masa penjajahan Jepang adalah wilayah pertanian yang gersang dan minim hasil pertanian. Pengairan lahan pertanian di masa itu hanya mengandalkan air hujan karena minimnya sumber air alami. Maret 1942, Jepang menduduki Kota Yogyakarta dan mengibarkan bendera propaganda kemerdekaan bagi masyarakat. Aksi propaganda diteruskan dengan membunuh tentara dan para petinggi Belanda yang ada di kota.
Sultan Hamengku Buwono (HB) IX mencium gelagat Jepang yang berencana menjadikan masyarakat Yogyakarta sebagai romusha. Oleh karena itu, Sultan mengajukan tawaran untuk meyakinkan Jepang membangun sistem pengairan yang berguna sebagai sistem pertahanan dan sumber air Jepang dalam perang sehingga masyarakat tidak dikirim ke luar Yogyakarta sebagai romusha.
Jepang sepakat dengan tawaran Sultan HB IX untuk membangun saluran irigasi tersebut dan memerintahkan rakyat membangun selokan dengan panjang 31,2 kilometer. Selokan Mataram kemudian dibangun tahun 1944, setelah selesai dibangun saluran ini sempat dinamai dengan nama Kanal Yoshiro oleh Jepang.
Nama tersebut berasal dari Simazu Yoshiro, yaitu seorang jenderal perang klan Simazu di masa Sengoku. Jendral Yoshiro dikenal bangsa Jepang karena mengalahkan 3.000 pasukan Ito Yoshihuke dengan 300 pasukannya dalam perang Kizakihara. Maksud dari penamaan tersebut adalah meskipun luas badan kanal ini kecil, tapi ia memiliki peran yang besar. Pasca kepergian Jepang, Sultan mengganti nama kanal Yoshiro menjadi Selokan Mataram. Maksud dari penggantian ini sebagai pengingat bahwa Jepang tidak lagi berkuasa.
Saluran irigasi ini berfungsi mengairi sawah dan ladang para petani yang berada di DI Yogyakarta, terutama bagian utara sehingga sawah-sawah yang memerlukan pasokan air dapat teraliri air dari saluran tersebut. Sebelum dibangunnya Selokan Mataram, Yogyakarta adalah daerah yang kering, hasil bumi yang dijadikan andalan hanyalah singkong yang diolah menjadi gaplek.
Keberadaan Selokan Mataram adalah sebuah anugrah bagi kota ini, tetapi betapa ironis riwayatnya kini. Banyak sampah yang berserakan di sepanjang aliran karena kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan. Bahkan beberapa pengemudi kendaraan bermotor yang sedang lewat melemparkan sampahnya ke saluran ini.
Sultan HB IX beserta masyarakat yang dipekerjakan untuk membangun saluran ini adalah pahlawan yang akan selaku dikenang oleh masyarakat khususnya DI Yogyakarta. Tidak mungkin rasanya dua sungai menjadi terhubung sedangkan jarak yang berjauhan pada waktu itu, dimana teknologi tidak secanggih sekarang. Kenyataannya hal tersebut dapat tercapai, dan manfaat dari Selokan Mataram masih bisa dirasakan sampai saat ini.
Tapi bisakah kita menjaga apa yang mereka tinggalkan demi kemakmuran DI Yogyakarta? Bukan tentang jawaban yang akan kita lontarkan, tapi tentang tindakan yang akan kita lakukan. Karena dedikasi butuh lebih dari sekadar ucapan.
Tulisan oleh Satria Bagas Saputra
Poster oleh Askensi Vania