Beranda Artikel Erosi Buluh Dasar Sungai Kali Kuning Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Erosi Buluh Dasar Sungai Kali Kuning Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

oleh Redaksi

Djoko Legono
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Himpunan Ahli Teknik Hidraulik (HATHI) Cabang Daerah Istimewa Togyakarta

 

Latar Belakang

Seperti yang telah diberitakan pada Jumat (8/2), telah terjadi fenomena penurunan tanah atau amblesan di dasar Kali Kuning, tepatnya di sebelah hulu Bendung Samberembe, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ukuran amblesan tersebut cukup besar dengan diameter 3 – 4 m. Hal ini mengakibatkan seluruh aliran sungai masuk ke dalam lubang amblesan disertai dengan sedimen hasil erosi dasar sungai di sebelah hulu lubang amblesan. Pada saat yang bersamaan, aliran air keluar dari dasar sungai pada sisi hilir bendung dengan aliran yang cukup keruh dikarenakan adanya kandungan sedimen halus atau fraksi lumpuran.

Tidak ada data yang menyebutkan tentang proses pembentukan lubang amblesan tersebut, tapi masyarakat menjelaskan bahwa kejadian tersebut bukan yang pertama kali terjadi. Kejadian amblesan di sebelah hulu bendung telah terjadi pada beberapa bulan sebelumnya, tetapi ukurannya lebih kecil. Penanganan sementara yang dilakukan oleh masyarakat sekitar adalah menutup lubang dengan terpal.

Peristiwa amblesan dasar sungai yang disertai dengan keluarnya aliran air dan butir-butir tanah pada bagian hilir bendung dikenal dengan erosi buluh atau piping. Kondisi aliran air ini berlangsung selama beberapa jam dan tidak menimbulkan kerusakan berarti. Apabila hal ini berlangsung secara intensif, kerusakan di infrastruktur bendung (tubuh bendung, bangunan pengambilan, tembok tepi, sayap) maupun di infrasruktur lain di sekitarnya akan terjadi, terutama di jembatan (pangkal jembatan, pilar jembatan, longsoran tebing).

Ulasan ini dibuat ketika sedang dilakukannya penanganan berupa penyumbatan lubang dengan bahan beton. Uraian selanjutnya terkait fenomena erosi buluh ini berisi tentang mekanisme dan penanganannya. Harapannya, ulasan ini dapat membangun tindakan antisipatif terhadap kejadian serupa di kemudian hari.

Gambar 1. Kondisi aliran di dekat sebelah hilir dan hulu bendung

 

Formasi Dasar Kali Kuning dan Erosi Buluh (Piping)

Kali Kuning merupakan salah satu dari sembilan sungai di kawasan Gunung Merapi, salah satu dari banyak gunung api aktif di dunia yang berpotensi terhadap kejadian aliran lahar. Kesembilan sungai tersebut adalah Kali Pabelan, Blongkeng, Putih, Batang, Krasak, Boyong/Code, Kuning, Gendol, dan Woro (lihat Gambar 2). Di sepanjang Kali Kuning, terdapat beberapa bangunan penyadapan air yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi. Salah satunya adalah Bendung Samberembe. Di sebelah hulu Bendung Samberembe terdapat jembatan yang merupakan arus lalu lintas dan terdiri dari dua bentang dengan bagian tengah berupa pilar pasangan beton.

Gambar 2. Sistem sungai di kawasan G. Merapi, K. Kuning dan lokasi Bendung Samberembe

Formasi dasar sungai di sembilan sungai tersebut didominasi oleh material hasil letusan Gunung Merapi. Kejadian aliran lahar terakhir melanda Kali Kuning terjadi pada awal 2011 sebagai dampak dari erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 dan 3 November 2010 (Legono dan Rahardjo, 2017). Dikutip dari sebuah sumber mengenai geologi batuan, formasi dasar Kali Kuning di wilayah lereng atas Gunung Merapi terklasifikasi dalam Formasi Sleman dengan litologi vulkanik, terdiri dari material pasir, kerakal, dan material lain yang lebih besar atau boulder. Ketebalan formasi dasar mencapai 38 m dan bersifat poros terhadap permeabilitas atau sifat kelolosan air sangat tinggi (Mac.Donald & Partners, 1984).

Informasi tentang formasi dasar Kali Kuning sesuai dengan fakta setelah ditinjau secara langsung di lapangan. Kerakal dan boulder berada di dasar lantai depan (apron) Bendung Samberembe (lihat Gambar 3). Sifat-sifat deposit atau endapan meningkatkan potensi terjadinya erosi buluh atau piping melalui dasar Bendung Samberembe, terutama apabila terdapat aliran melalui bagian bawah bendung dengan kemiringan energi yang cukup besar, baik dikarenakan perbedaan elevasi dasar sungai maupun gradien hidraulik (perbedaan ketinggian elevasi muka air antara sebelah hulu dan hilir bendung) yang cukup tinggi.

Gambar 3. Formasi dasar K. Kuning di sebelah hulu Bendung Samberembe

 

Erosi buluh kemungkinan terjadi secara tiba-tiba atau melalui proses yang lama, tergantung kotion oleh butiran tanah di dasar sungai atau melalui proses pemadatan sendiri (self-compaction). Pada kasus kenaikan air sungai yang berlangsung secara cepat, misalnya kasus yang disebabkan oleh banjir, maka gradien hidraulik akan menjadi besar dan dapat memicu kejadian erosi buluh secara mendadak.

Kasus erosi buluh yang melalui suatu proses dalam jangka waktu lama umumnya terjadi karena proses pemadatan sendiri (self-compaction) dalam struktur tanah dasar granuler atau tanah dengan permeabilitas tinggi serta adanya aliran air tanah. Kenaikan hidraulik gradien juga dapat terjadi karena adanya pemendekan jalur lintasan air, sehingga kecepatan aliran di bawah permukaan tanah semakin besar. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan terjadinya erosi buluh seperti yang terjadi di Kali Kuning (lihat sketsa Gambar 4).

Gambar 4. Sketsa tipikal erosi buluh (piping) melalui dasar bendung

 

Dampak dan Saran Penanganan

Apabila erosi buluh atau piping ini tidak segera ditangani, maka butiran tanah di bagian bawah tubuh bendung akan tergerus, sehingga tanah dasar akan kehilangan kemampuan untuk mendukung beban bendung. Hal ini tentunya akan membahayakan stabilitas bending. Selain itu, penurunan tanah dasar sungai yang berlebihan di sebelah hulu bendung membahayakan stabilitas jembatan.

Kejadian erosi buluh di dasar Kali Kuning di telah mengakibatkan gerusan lokal di sekitar bagian jembatan di sebelah hulu bendung, yaitu berturut-turut sebesar kurang lebih 0,50 m, 0,80 m, dan 0,60 m, di sekitar pangkal jembatan, pilar jembatan, serta tebing sungai di sebelah kiri (lihat Gambar 5).

Gambar 5. Gerusan di sekitar jembatan di dekat sebelah hulu Bendung Samberembe

Penanganan yang dipandang relevan pada kasus kejadian erosi buluh seperti halnya di Kali Kuning adalah dengan melakukan penyumbatan di lubang lantai dasar, baik dengan timbunan material batu maupun dengan batu cor. Pada prinsipnya, penyumbatan mempunyai dua tujuan. Pertama, penyumbatan dapat mencegah butiran tanah masuk ke rongga bawah tanah. Kedua, penyumbatan mampu memperpanjang lintasan air melalui dasar bendung.

Mengingat persoalan erosi buluh mengenai adanya aliran air yang membawa butiran tanah, maka sebelum dilakukan tindakan penyumbatan, sebaiknya dilakukan pemasangan lembar saringan atau filter (misal: geotextile, geotube, atau anyaman bambu) yang berfungsi unuk menahan butiran halus apabila terjadi aliran air tanah atau air rembesan melalui dasar sungai di sekitar tubuh bendung. Setelah penanganan dilakukan, pemantauan secara kontinu terhadap kondisi lantai atas (apron) di sebelah hulu bendung dan pengamatan aliran keluar di sebelah hilir bendung dapat dilakukan.

Apabila di sebelah hilir bendung terdapat aliran air keluar disertai lumpur yang keruh, perlu dicurigai bahwa fenomena erosi buluh sedang berlangsung. Demikian juga apabila dijumpai lubang bocoran di lantai atas (apron) bendung, seberapapun kecil lubang tersebut, alangkah baiknya untuk segera dilakukan penyumbatan dengan cara-cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya penanganan tersebut, dampak-dampak yang merugikan sekiranya dapat diminimalisir.

 

Pustaka

Mac Donald & Partners, 1984, Greater Yogyakarta Ground Water Resources Study, Volume I: Main Report, The Republic of Indonesia, The Ministry of Public Works, The Directorate General of Water Resources.

Legono, D. dan Rahardjo, A.R., 2017, Lahar Flow Disaster, Human Activities, and Risk Mitigation on Volcanic Rivers, John Wiley Publisher, https://doi.org/10.1002/9781118971437.ch20 

Artikel Terkait