Beranda Berita Melirik Kembali Jejak Trem di Indonesia

Melirik Kembali Jejak Trem di Indonesia

oleh Redaksi

Tepat pada tanggal 24 April setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Angkutan. Dalam rangka memperingati Hari Angkutan, Clapeyron akan membahas mengenai salah satu angkutan yang sempat berkembang di Indonesia.

Tahukah kalian bahwasanya Indonesia pernah memiliki trem? Bagaimana sejarah perkembangan trem di Ibu Pertiwi?

Trem adalah sarana transportasi berupa kereta yang memiliki jalur rel khusus di tengah kota. Pada awal sejarahnya, trem kuda dikenalkan pada 20 April 1869 di Batavia. Saat itu, trem dapat mengangkut hingga 40 penumpang dan ditarik oleh 3- 4 ekor kuda. Gerbong-gerbong trem yang ditarik kuda dijalankan pada rel dengan lebar sepur 1.188 mm.

Trem kuda sendiri memiliki beberapa lijin atau lintasan, yakni Amsterdamsche Port (sekarang dikenal dengan Jalan Pasar Ikan) hingga Harmoni, Tanah Abang hingga Harmoni, dan Meester Cornellis (Jatinegara) hingga Harmoni. Tarif untuk trem kuda ini diperkirakan sekitar 10 sen untuk sekali perjalanan. Pada 19 September 1881, pengelolaan trem diambil-alih oleh Nederlandsch-Indische Tramweg Maatschappij (NITM). Kemudian, pada 1883 sarana transportasi trem kuda ini beralih menjadi trem uap dikarenakan harga trem kuda yang makin melonjak.

Dalam pengoperasiannya, trem uap dibagi menjadi 3 kelas, kelas pertama diperuntukan untuk kelas atas, biasanya didominasi oleh orang-orang Eropa yang sekali perjalanan dikenakan tarif sebesar 20 sen. Kelas kedua biasanya diisi oleh mayoritas penumpang orang-orang timur asing seperti Tiongkok, Arab, atau India dengan tarif yang dikenakan sebesar 10 sen. Sementara, kelas ketiga umumnya diperuntukan untuk pribumi dengan tarif berlaku sama seperti pada kelas kedua, yakni 10 sen. Pada 1933, trem uap resmi diberhentikan karena adanya beberapa masalah dan dampak lingkungan yang timbul dari pengoperasiannya.

Trem listrik mulai dioperasikan oleh Batavia Elektrische Tram Maastschappij (BETM) pada tahun 1899. BETM juga menerima izin konsekuensi pemasangan jalur dan trem listrik. Pemisahan kelas juga diterapkan pada trem listrik, tarif yang ditentukan adalah 15 sen untuk kelas pertama, 10 sen untuk kelas kedua dan 5 sen untuk kelas ketiga. Trem listrik sendiri memberikan pelayanan berupa 13 buah trem yang setiap 10 menit sekali akan datang untuk mengangkut penumpang. Hingga 1960, trem listrik berhenti beroperasi karena adanya berbagai alasan, terutama terkait tata ruang kota.

Trem merupakan sarana transportasi yang cukup digemari oleh masyarakat. Meski demikian, trem di Ibu Kota justru direncanakan akan dihapuskan oleh Presiden Soekarno pada masa itu. Hal ini disebabkan trem tidak dianggap sebagai transportasi modern di Jakarta. Hal tersebut disetujui oleh Wali Kota Jakarta Syamsurizal pada 1951, yang mengharapkan adanya subway atau kereta bawah tanah sebagai pengganti dari trem.

Keputusan penghapusan trem ini pun semakin ditegaskan pada masa Wali Kota Soediro. Menurut Soediro, trem Jakarta sebaiknya dihapuskan, tetapi tidak seluruhnya. Walaupun timbul pro kontra tentang penghapusan trem di Jakarta, pada ahkirnya rancangan penghapusan trem disetujui oleh Rosseno. Karena adanya keputusan tersebut di akhir 1950-an, keberadan trem mulai tergantikan dengan bus. Menyusul dihapusnya trem di Jakarta, pada 1970 trem di surabaya ahkirnya resmi di tutup, sementara trem di Semarang sudah terlebih dahulu hilang pada 1940.

Hingga saat ini trem sudah tidak lagi dioperasikan. Seiring berjalannya waktu, transportasi umum ini digantikan oleh adanya transportasi umum baru yang dianggap lebih sesuai dengan perkembangan kondisi lalu lintas di Indonesia.

Tulisan oleh Afaf Nadiyah Rifa P
Gambar oleh Raden Aufa Dhia A.

Artikel Terkait