Gereja memiliki kaitan yang sangat erat dengan kehidupan umat Kristen. Bangunan Gereja merupakan tempat untuk beribadah sekaligus berkumpulnya umat. Seiring berjalannya waktu, gereja terus melakukan revolusi dan modernisasi pada bangunannya. Namun, ada beberapa gereja yang mempertahankan ciri khas bangunannya. Gereja-gereja ini umumnya dibangun pada masa kolonial.
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat “Immanuel” DKI Jakarta adalah salah satu gereja tertua di Indonesia yang dibangun pada masa kolonial. Gereja ini mulai didirikan pada tahun 1835 dan diresmikan tahun 1839 dengan nama Gereja Willemskerk.
Gereja ini dibangun di atas fondasi batu setinggi satu lantai oleh seorang arsitek bernama Johan Hendrik Horst. Gaya arsitektur yang terdapat dalam gereja ini adalah gaya arsitektur Indische Empire. Gaya arsitektur ini menyesuaikan dengan iklim, teknologi, dan bahan bangunan di Hindia Belanda. Gaya ini adalah penyesuaian gaya Empire dari Prancis yang diterapkan di Hindia Belanda. Akar dari gaya Indische Empire ini adalah gaya Neo-klasik yang membawa para pemakai bangunan kembali ke masa Yunani dan Romawi.
Pada bagian muka gereja, dapat terlihat elemen dari arsitektur bergaya Neo-klasik yaitu Tympanum, sebuah segitiga yang dijunjung pilar. Pilar yang mengelilingi bangunan gereja merupakan pilar ordo dorik, pilar yang berdesain polos tanpa hiasan apapun. Sebagaimana gereja pada umumnya, gereja ini dibangun dengan letak yang lebih tinggi dari permukaan tanah, dikenal dengan istilah gaya palladian. Konstruksi atap yang ada di bangunan gereja ini secara keseluruhan adalah sebanyak enam jenis, dengan atap kubah besar sebagai atap utama. Pada puncak atap kubah terdapat louver yang menambah kesan Neo-klasik. Tidak hanya atap, ruang utamanya juga membentuk pola lingkaran. Ruangan utama di gereja ini memiliki tempat duduk yang melingkar, terinspirasi dari amfiteater Yunani dengan konsep ketika duduk dimanapun, pandangan tidak akan terhalangi. Dinding bangunan secara umum berwarna putih yang menambah kesan Neo-klasik pada bangunan.
Selain arsitekturnya yang terbilang unik, gereja ini juga memiliki orgel kuno yang sudah jarang ditemui di bangunan-bangunan di Indonesia, terletak di lantai dua bangunan gereja. Orgel yang dimiliki gereja ini merupakan buatan pabrik orgel Jonathan Batz di Utrecht, Belanda. Orgel ini sama dengan orgel yang terdapat di Venezuela dan Belanda. Meskipun sudah tua, orgel ini masih bisa digunakan sebagai musik pengiring ibadah. Orgel ini pernah mengalami konservasi pada tahun 1985 oleh perusahaan Flentrop Orgelbouw. Selain di GPIB Immanuel, orgel dapat dijumpai di DKI Jakarta antara lain di Gereja Pniel dan Gereja Sion.
Meskipun telah menjadi salah satu cagar budaya di DKI Jakarta, gereja ini masih tetap aktif digunakan sebagai tempat ibadah. Terdapat beberapa jadwal kebaktian setiap minggunya. Kebaktian yang dilakukan, baik kebaktian mingguan maupun kebaktian pada hari besar, menggunakan tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi umat Kristen untuk datang beribadah.
Gereja memiliki tugas, salah satunya adalah untuk hadir ditengah-tengah masyarakat, menyebarkan kasih dan damai ke sesama ciptaan-Nya. Gereja tidak hanya tentang gedungnya namun tentang orang-orang di dalamnya. Meskipun tahun ini perayaan Natal terhambat oleh pandemi, tetapi tidak mengurangi sukacita umat Kristen yang merayakannya. Pada Natal tahun ini kita perlu lebih menyebarkan kasih dan sukacita Natal kepada orang-orang yang tidak bisa merayakannya secara langsung, seperti para petugas medis dan para pasien yang berjuang melawan pandemi ini. Untuk kita yang sudah bisa beribadah Natal di gereja, hendaklah kita tetap memperhatikan protokol kesehatan agar sukacita Natal tidak berubah menjadi kemalangan. Selamat hari Natal, semoga kasih dan sukacita selalu beserta kita.
Tulisan oleh Melisa Ruth Angelica
Data oleh Nathanael Bimo Priyogodo
Gambar oleh Maria Askensi Vania