Mendorong Potensi Destinasi Wisata Nasional dengan Jalan Tol

Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah telah menetapkan sepuluh destinasi pariwisata prioritas. Penetapan tersebut berkaitan dengan usaha pengembangan potensi wisata lokal yang memberikan manfaat ekonomi, khususnya bagi masyarakat setempat. Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan devisa sektor pariwisata sebesar 30 miliar dolar AS serta mendorong pertumbuhan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara.

Dalam rangka menunjang pengembangan destinasi wisata tersebut, diperlukan adanya infrastruktur pendukung seperti jalan tol. Keberadaan jalan tol tidak hanya meningkatkan konektivitas antardaerah, melainkan juga memungkinkan percepatan pertumbuhan berbagai sektor perekonomian di Indonesia, termasuk pariwisata.

Inisiasi pembangunan jalan tol di Indonesia dimulai pada tahun 1978-2005. Pada saat itu, hanya terdapat dua perusahaan jalan tol, yaitu PT Jasa Marga dan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) yang muncul pada tahun 1978. Pada tahun 2005, lahirlah Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai regulator jalan tol. Kelahiran BPJT mendorong munculnya peluang bisnis investasi jalan tol. Tahun 2005-2014 ditandai sebagai periode konsolidasi, di mana pemerintah membuat berbagai peraturan baru yang mengatur ihwal jalan tol. Selanjutnya, pembangunan jalan tol terus mengalami percepatan dan ditargetkan akan mencapai 4500 km di akhir tahun 2024.

Pengembangan jaringan jalan tol merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam mendorong kemajuan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Namun dibalik itu terdapat tantangan yang jauh lebih besar, yaitu membangun dan mengoperasikan koneksi akhir dari jaringan (last mile connection), pengembangan sistem intermoda, serta memastikan perjalanan yang lancar bagi pengguna jalan (seamless travel).

Supaya pemanfaatan jalan tol maksimal, diperlukan adanya integrasi antara sistem angkutan jalan dan moda yang didukung dengan penerapannya secara efektif di lapangan. Selain itu, perencanaan jalan tol juga harus didasarkan pada fungsi dari jalan tol itu sendiri serta tujuan pengembangan dari kawasan-kawasan yang dihubungkan.

Secara khusus, wilayah DIY-Jateng memiliki tiga ruas jalan tol, yaitu Jalan Tol Semarang-Solo, Jalan Tol Bawen-Yogyakarta dan Jalan Tol Solo-Yogyakarta-YIA Kulonprogo. Jaringan ini menghubungkan tiga kawasan pariwisata, yaitu KSPN Borobudur, Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi (KSPP) Merapi-Merbabu dan Kawasan Wisata Candi Prambanan. Selain itu, ketiga ruas jalan tol tersebut juga menghubungkan beberapa bandar udara internasional, yaitu Bandar Udara Internasional Jenderal Ahmad Yani, Bandar Udara Internasional Adi Soemarmo, dan Bandar Udara Internasional Yogyakarta (YIA).

Dengan lahan seluas 583 hektare dan kapasitas tampung 8,8 juta penumpang, YIA memiliki peluang besar sebagai super hub bagi Indonesia. Sebagai super hub, YIA akan menjadi pusat transit internasional bagi kawasan Asia-Australia, sekaligus bagian dari Kangaroo Route, yang menghubungkan Eropa dengan Australia dan Selandia Baru. Dengan demikian, akan terjadi peningkatan jumlah lalu lintas penumpang di bandara yang akan memberikan dampak positif terhadap kawasan pariwisata, khususnya di wilayah DIY-Jateng.

Meskipun saat ini Indonesia tengah dilanda pandemi COVID-19, kecepatan traffic recovery pada jalan tol relatif jauh lebih cepat dibandingkan dengan moda transportasi laut dan udara. Fakta ini meningkatkan kepercayaan investor serta pengguna jalan mengenai protokol kesehatan yang diterapkan di jalan tol. Oleh karena itu, peningkatan konektivitas untuk pengembangan sektor pariwisata perlu untuk didorong guna mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.

Data oleh Ardinata Prasmono
Tulisan oleh Jennifer D.
Gambar oleh Askensi Vania