Sebagai salah satu upaya untuk mencapai swasembada energi, air, dan pangan nasional, sejumlah infrastruktur keairan sudah mulai direncanakan dan dibangun dalam beberapa tahun terakhir. Di antaranya, terdapat pembangunan 65 bendungan besar yang sudah dimulai sejak awal periode pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun 2015. Salah satu bendungan yang proses pembangunannya telah selesai dan baru saja diresmikan bulan Februari lalu adalah Bendungan Tapin.
Bendungan Tapin merupakan bendungan multiguna yang terletak di Desa Pipitak Jaya, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Dengan volume tampung sebesar 56,7 juta meter kubik, bendungan ini memiliki wilayah genangan seluas 425 hektare. Sebagai bendungan multiguna, Bendungan Tapin memiliki berbagai macam fungsi, terutama dalam pemasokan air baku, pengendalian banjir, penyediaan air irigasi, dan penghasilan energi baru dan terbarukan (EBT).
Daerah aliran sungai (DAS) Kabupaten Tapin dipilih sebagai lokasi pembangunan karena kesiapan desain dan faktor dukungan wilayah sekitar. “Bendungan Tapin ini sudah lama direncanakan. Kemudian juga melihat fungsi irigasi di bawah itu, di daerah Tapinnya sudah potensinya besar kalau dibangunkan dengan bendungan. Kemudian ada masalah banjir juga, walaupun sebenarnya hampir semua kota dan kabupaten di Kalimantan Selatan itu punya risiko banjir yang mirip, tapi Bendungan Tapin ini sudah siap secara desain,” ujar Fikri Abdurrachman, Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan III.
Selo Bhuwono Kahar, Kepala Satuan Kerja Pembangunan Bendungan Tapin, juga menjelaskan bahwa kondisi perairan dan geomorfologi di lokasi pembangunan dianggap ideal.
“Untuk Bendungan Tapin, kita mendapatkan kondisi geologi yang bisa dikatakan sangat baik,” kata Selo. “Kita tidak menemukan patahan dan batuannya sangat bagus, dalam artian fondasinya tidak terlalu dalam, lapisan endapannya cukup tipis, dan memanjang posisi batuannya, dari hulu ke hilir dan kiri ke kanan. Hanya sedikit saja segmen yang perlu di-treatment,” tambahnya.
Bendungan Tapin dibangun menggunakan tipe urugan batu zonal dengan inti tegak. Pada umumnya, bendungan tipe tersebut terdiri dari beberapa lapisan material dengan gradasi yang bervariasi. Material yang digunakan untuk zona urugan, transisi, filter, dan core merupakan batuan boulder, batuan pecah, pasir olahan, dan tanah liat. Di tengah badan bendungan, terdapat zona core atau inti tegak kedap air untuk mencegah terjadinya rembesan.
Selo menjelaskan bahwa tipe bendungan tersebut dipilih berdasarkan ketersediaan bahan setempat dan juga faktor finansial. Hampir semua material yang digunakan berasal dan diolah langsung dari wilayah di sekitar lokasi pembangunan.
Konstruksi bendungan dilaksanakan oleh KSO PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Moh. Adil Pradata, selaku site operation manager (SOP), juga menerangkan bahwa dari segi konstruksi, kendala terbesar terletak di tingkat akses yang minim. Tidak semua jenis alat berat bisa keluar-masuk lokasi proyek karena bendungan terletak di daerah pegunungan yang cukup terpencil.
Oleh sebab itu, pengerjaan galian dan diversion tunnel bendungan terpaksa dilakukan dengan cara peledakan atau blasting. Jarak yang jauh dan akses yang terbatas juga memperlambat alur masuk material dan menghambat pengerjaan bendungan.
Pembangunan bendungan berlangsung selama lima tahun, sejak tahun 2015 hingga Oktober 2020. Setelah pembangunan fisiknya selesai, Bendungan Tapin memasuki fase impounding atau penggenangan bendungan.
Selo menjelaskan bahwa awalnya impounding akan dilakukan dalam dua tahapan yang disisipi masa pengukuran dan pengawasan. Keputusan tersebut dipilih untuk menjaga keamanan bendungan walaupun memakan waktu yang lebih lama. Pada awalnya, fase impounding diperkirakan akan selesai sekitar bulan Maret sampai April 2021, tetapi periode hujan deras yang terjadi awal tahun ini menyebabkan bendungan terisi penuh dalam kurun waktu beberapa minggu saja.
Sekitar pertengahan Januari 2021, sebelas dari tiga belas kota dan kabupaten di Kalimantan Selatan terlanda banjir besar. Peristiwa tersebut disebabkan oleh curah hujan ekstrem yang turun selama sepuluh hari berturut-turut. Sebagai perbandingan, Tercatat pada 11-14 Januari 2021, curah hujan hariannya mencapai 461 mm, jauh melampaui curah hujan bulanan Januari 2020 yang hanya sekitar 304 mm.
Tapin juga merupakan salah satu kabupaten yang terlanda banjir tersebut. Untungnya, dampak banjir di Kabupaten Tapin tidak separah di kota dan kabupaten lain berkat pembangunan Bendungan Tapin yang sudah selesai tiga bulan sebelumnya. Bendungan tersebut dapat membantu mereduksi banjir sebesar 107 m3/detik. Nantinya, sebuah sistem peringatan dini akan mulai dibangun. Sistem tersebut akan diintegrasikan dengan lembaga sekitar untuk mempersiapkan warga akan kemungkinan terjadinya bencana atau kegagalan bendungan.
Selain sebagai pengendali banjir, Bendungan Tapin juga direncanakan untuk menyediakan irigasi seluas 5.472 hektare dan air baku sebesar 500 liter/detik. Namun, saluran primer dan sekunder yang digunakan untuk perikanan serta irigasi tidak dibangun langsung dari Bendungan Tapin, tetapi dari Bendung Linuh yang terletak di bagian hilir. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi kontur Bendungan Tapin yang sangat tajam. Dalam hal ini, Bendungan Tapin berfungsi untuk menyediakan persediaan air yang cukup bagi Bendung Linuh, terutama saat musim kemarau.
Sekarang, seluruh upaya sedang difokuskan untuk membangun dan menyelesaikan infrastruktur pendukung seperti jaringan irigasi, pengolahan PDAM, dan pembangkit listrik dengan kapasitas 3,3 MW.
Setelah pembangunan pelengkap sudah rampung, sektor turisme merupakan sasaran berikutnya. Fikri berpendapat bahwa Bendungan Tapin memiliki potensi pariwisata yang besar karena pemandangannya yang indah. Hamparan genangan jernih dengan latar Pegunungan Meratus memberi kesan yang sangat asri, seakan-akan seperti danau alami.
Harapannya, peningkatan jumlah pengunjung dapat menghidupkan kegiatan ekonomi warga sekitar. Walaupun belum terdapat agenda yang konkret, perbaikan jalan akses merupakan langkah pertama untuk mencapai sasaran tersebut.
“Kalau Kalimantan Selatan memang saya kira cukup tertinggal jika dibandingkan dengan Jawa, kalau ngomong masalah infrastruktur keairan,” ujar Fikri. Ia memaparkan bahwa saat ini, sudah terdapat beberapa rencana pembangunan infrastruktur keairan di Kalimantan Selatan. Salah satu proyek yang menjadi prioritas pembangunan berikutnya adalah
Waduk Riam Kiwa.
Waduk Riam Kiwa merupakan bendungan yang termasuk dalam Proyek Prioritas Strategis 18 Waduk Multiguna. Waduk tersebut merupakan bendungan ketiga di Kalimantan Selatan dan direncanakan akan mulai dibangun tahun ini (2021) di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar. Harapannya, Waduk Riam Kiwa bersama dengan Waduk Riam Kanan dapat menjadi solusi penanganan banjir Kabupaten Banjar pada tahun-tahun mendatang.
Untuk ke depannya, pembangunan infrastruktur keairan di Kalimantan Selatan diusahakan berbasis multiguna. “Saya kira tidak bisa kalau tunggal. Untuk daerah seperti ini, orang melihat bendungan atau waduk itu sebuah bangunan yang bisa multiguna, secara sosial gitu ya, secara politik juga, orang melihatnya bukan hanya secara teknis,” ucap Fikri.
“Saya kira mungkin yang namanya bencana, ya sudah terjadi, tapi ke depan kita usahakan agar tidak terjadi yang sebesar ini lagi dengan kita merencanakan dan membuat infrastruktur yang lebih baik,” tutupnya.
Tulisan oleh Muhammad Haekal
Data oleh Sherly Octavia
Gambar oleh Nathanael Bimo