Menerawang Masa Depan Konstruksi: 3D Construction Printing

Sebagian besar dari kita barangkali pernah bermimpi untuk membuat sendiri objek 3D yang kita inginkan. Berkat kemajuan teknologi, mimpi tersebut dapat menjadi kenyataan. Kini telah hadir suatu teknologi yang memungkinkan kita mencetak objek 3D, teknologi tersebut bernama 3D printing. Teknologi ini menjadi terobosan besar di dunia industri, tidak terkecuali pada sektor konstruksi bangunan. Teknologi 3D printing saat ini memungkinkan otomatisasi sebagian pekerjaan sehingga pekerjaan konstruksi menjadi lebih cepat, aman, dan efisien.


Mengenal Lebih Jauh Tentang Teknologi 3D Printing

Teknologi 3D printing merupakan teknologi canggih yang sudah dirintis sejak dekade 80-an. Dilansir dari designingbuildings.com, 3D printing adalah sebuah proses pembuatan objek tiga dimensi terkomputerisasi dengan metode additive manufacturing. Dalam metode tersebut, objek dibuat dengan cara menuangkan material lapis demi lapis (layer by layer) sampai objek yang diinginkan terbentuk oleh mesin 3D printing.

Material yang digunakan dalam 3D printing beragam, mulai dari cairan, bubuk, hingga lembaran yang akan digabungkan atau difungsikan menjadi “tinta” mesin 3D printing. Untuk mencetak objek tersebut, mesin 3D printing menggunakan data desain digital seperti CAD (Computer Aided Design) atau 3D scanner.

Pada sektor konstruksi, 3D printing sudah cukup jamak digunakan terutama untuk membuat model, seperti prototipe atau maket. Dengan adanya model suatu komponen bangunan, para perencana dan pekerja dapat secara detail dan akurat melihat bentuk  serta memperkirakan kemungkinan adanya modifikasi atau penyesuaian objek di lapangan. Hal tersebut sangat membantu dalam proses perencanaan dan pelaksanaan sehingga dapat meminimalkan kesalahan hasil konstruksi.

Fadholi Afinanto selaku Head of Construction Autoconz memberikan keterangannya kepada Clapeyron Media terkait teknologi 3D construction printing (3DCP), khususnya di Indonesia. Industri 3D printing di Indonesia sebenarnya sudah jamak, terutama 3D printing dengan material plastik. Meskipun demikian, 3DCP masih sangat baru di Indonesia.

Berdiri sejak 2019, Autoconz merupakan salah satu perusahaan pionir di Indonesia yang bergerak dalam jasa 3DCP. Afin mengatakan bahwa perusahaan jasa 3DCP di luar negeri sudah banyak dan cukup maju, contohnya Winsun dari Tiongkok, Icon serta Apis Cor dari Amerika Serikat, Cybe dari Belanda, dan sebagainya.


Material Sebagai “Tinta” pada Mesin 3DCP

Material yang digunakan pada mesin 3D printing pada dasarnya memiliki kriteria-kriteria tertentu menyesuaikan dengan objek yang akan dibuat. Begitu pula dengan material mesin 3DCP. Material yang digunakan untuk membuat dinding akan memiliki kriteria yang berbeda dengan material yang digunakan untuk membuat bagian struktural bangunan.

Dalam praktiknya, dilansir dari rebuilt3DCP.com, material yang digunakan haruslah memenuhi kriteria-kriteria seperti pumpable, printable, consistent, dan mutu yang baik. Afin menjelaskan bahwa komposisi material bervariasi dan setiap perusahaan memiliki rahasia ramuan materialnya masing-masing. Namun, dalam meramu materialnya, Autoconz menggunakan bahan-bahan lokal yang tersedia di masyarakat tanpa harus melakukan impor. Contoh bahan yang digunakan adalah pasir, semen, dan bahan aditif lainnya seperti fly ash yang merupakan limbah hasil pembakaran batu bara.


Mengapa Harus 3DCP?

1.Efisiensi material dan sedikit limbah

Retnowati Setioningsih selaku Chief Technology Officer Autoconz mengatakan bahwa dengan adanya teknologi 3D printing, biaya tenaga kerja dapat ditekan secara signifikan dan waktu pengerjaan menjadi lebih cepat. Selain itu, dengan digunakannya 3D printing, material yang digunakan lebih efisien dan limbah hasil konstruksi juga bisa ditekan, terutama limbah material berlebih, perancah, dan limbah cetakan seperti bekisting. Hal tersebut membuat 3D printing lebih ramah lingkungan.

2. Kemampuan kustomisasi objek

Afin menjelaskan bahwa salah satu keunggulan 3DCP adalah kemampuannya untuk membuat objek yang beragam ataupun bagian yang sulit dikerjakan secara konvensional, misalnya bagian-bagian lengkung. Selain itu, melalui teknologi ini, komponen bangunan yang jarang ada di pasaran juga bisa dibuat dan dihasilkan.

3. Hemat tenaga kerja dan waktu pengerjaan

Afin menyebutkan contoh berupa pembangunan rumah sederhana tipe 36 dengan asumsi proses pembangunan dilakukan secara kombinasi antara metode konvensional (struktural) dan 3D printing (dinding). Menurut Afin, pembangunan dengan metode kombinasi hanya membutuhkan 3―4 orang tenaga kerja dan waktu pengerjaan selama 1—1,5 bulan saja. Sebaliknya, pembangunan secara konvensional membutuhkan 5―7 orang tenaga kerja dan waktu pengerjaan selama 2—3 bulan.

Pemberian contoh tersebut menggambarkan betapa efisiennya teknologi 3D printing dari segi biaya, tenaga kerja, dan waktu pengerjaan. Afin menegaskan bahwa efisiensi tersebut dapat dicapai tanpa mengurangi mutu bangunan. Afin juga mengklaim bahwa kekuatan dinding 3D printing buatan Autoconz tidak kalah dari pasangan bata merah maupun bata ringan.

4. Fleksibilitas lokasi pengerjaan

Afin juga mengungkapkan bahwa keunggulan 3D printing yang lain adalah fleksibilitas lokasi pengerjaannya. Secara umum, pengerjaan 3D printing dibagi menjadi dua.

Pertama, metode sectional 3D printing. Dalam metode ini, proses printing dilakukan di lokasi yang terpisah dari lokasi konstruksi. Komponen-komponen yang dibutuhkan akan dicetak oleh mesin 3D printing di lokasi lain yang kemudian akan ditransportasikan ke lokasi konstruksi. Proses tersebut mirip dengan proses pembuatan beton precast. Proses pemasangan komponen-komponen tersebut bisa menggunakan tenaga manusia maupun crane, disesuaikan dengan berat dan tingkat kesulitan.

Kedua, metode on site 3D printing. Dalam metode ini, proses printing dilakukan di lokasi yang sama dengan lokasi konstruksi. Hasil dari proses printing akan langsung terpasang pada bangunan. Bisa dikatakan, proses ini seakan mencetak bangunan di lokasi.

5. Mengurangi potensi kecelakaan kerja

Retno menambahkan bahwa penggunaan 3D printing juga turut berkontribusi mengurangi isu keselamatan kerja. Otomatisasi pekerjaan konstruksi oleh 3D printing dapat turut mengurangi potensi risiko kecelakaan bagi para pekerja. Dalam beberapa pekerjaan konstruksi 3DCP, para pekerja tidak perlu memasuki area pekerjaan dan hanya bertugas mengoperasikan mesin serta mempersiapkan material.


Hambatan dan Tantangan

Sampai saat ini, keterbatasan 3DCP berkaitan dengan kemampuan mesin 3D printing yang ada. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dimensi bangunan yang dapat dibuat oleh mesin tersebut. Selain itu, pengoperasian mesin 3D printing memerlukan pekerja berkemampuan khusus.

Terdapat perangkat lunak khusus yang digunakan untuk menjalankan mesin 3D printing sekaligus menerjemahkan rancangan menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh mesin 3D printing. Untuk mendapatkan lisensi perangkat lunak 3D printing tersebut, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.  Terlebih lagi, pengembangan perangkat lunak secara mandiri juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Adapun tantangan lain yang dihadapi saat ini yakni belum adanya  regulasi dan standar teknologi 3D printing. Untuk saat ini, Autoconz menggunakan standar yang berlaku di Indonesia, misalnya penggunaan sistem portal (kolom, sloof, dan balok), penggunaan tulangan, dan sebagainya. Mengingat letak Indonesia yang berada di wilayah rawan gempa, Autoconz juga masih mengikuti standar dan regulasi yang berlaku seraya melakukan riset dan pengembangan rumah 3D printing tahan gempa.


3DCP dan Upaya Akselerasi Pembangunan di Indonesia

Retno menegaskan bahwa Autoconz sebagai perusahaan 3D printing juga memiliki visi untuk menyediakan rumah yang terjangkau bagi masyarakat. Visi tersebut sejalan dengan Program Sejuta Rumah yang dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2015. Lewat program tersebut, masyarakat berpenghasilan rendah dapat memiliki rumah dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi.

Pelaksanaan pembangunan rumah pada program tersebut mensyaratkan adanya pelibatan pekerja lokal. Oleh karenanya, Autoconz melakukan koordinasi dan kolaborasi pembagian pekerjaan konstruksi dengan pekerja lokal. Mengingat kebutuhan rumah bagi masyarakat di Indonesia sangatlah tinggi dan industri konstruksi saat ini baru mampu memenuhi sebagian saja, teknologi 3D printing diharapkan mampu mengakselerasi pembangunan.

Penggunaan mesin 3D printing secara masif di masa depan bukanlah hal yang tidak mungkin. Perkembangan teknologi yang semakin cepat memungkinkan teknologi ini menjadi pemain utama dalam industri konstruksi di masa depan. Walaupun begitu, tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit.

Keterbatasan mesin 3D printing saat ini membuat sebagian besar pemain pada industri konstruksi belum mau menggunakannya. Belum adanya regulasi yang mengatur 3DCP beserta masalah pengoperasiannya membuat teknologi ini belum bisa diaplikasikan pada berbagai proyek.

Barangkali, pembangunan gedung pencakar langit setinggi ratusan meter atau bendungan menggunakan teknologi 3D printing sepenuhnya masih menjadi topik yang terlalu jauh untuk dibahas saat ini. Kendati demikian, dengan kemampuan mencetak objek kustom nan efisien serta membuat bagian-bagian sederhana bangunan, teknologi 3D printing telah menjadi jendela untuk menerawang masa depan konstruksi.

 

Data oleh Shafa Arkan Athallah

Tulisan oleh Filipus Alfiandika Nugrahadi

Gambar oleh Rafi Hanan Kausar