Beranda Berita Perjalanan Menyelisik Proyek MRT Jakarta

Perjalanan Menyelisik Proyek MRT Jakarta

oleh Redaksi

MRT Jakarta telah beroperasi sejak tahun 2019 dengan rute dari Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI atau koridor utara yang didirikan melalui proyek pembangunan MRT Jakarta Fase 1. Pada tahun 2022, proyek untuk melanjutkan rute koridor utara–selatan dilaksanakan. Disebut sebagai proyek pembangunan MRT Fase 2, rute pembangunan diambil dari kawasan Bundaran HI sampai ke Ancol dengan panjang bentang sebesar 11,8 kilometer. Total panjang jalur utara–selatan proyek pembangunan MRT Fase 1 dan 2 adalah 27,8 kilometer dan akan menghabiskan waktu sekitar 45 menit untuk satu kali perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus sampai dengan Stasiun Kota.

Proyek pembangunan MRT Jakarta terdiri dari dua tahap, yaitu Fase 2A dan Fase 2B. Fase 2A dari Bundaran HI sampai Kota, sementara fase 2B merupakan kelanjutannya, yaitu dari Kota sampai ke Ancol Barat. Total panjang jalur untuk Fase 2A adalah sekitar 5,8 kilometer yang mencakup stasiun bawah tanah Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota. Selain itu, pembangunan MRT Jakarta Fase 2B memiliki jalur sepanjang 6 kilometer yang terdiri dari dua stasiun bawah tanah, yaitu Mangga Dua dan Ancol. Selain dari dua stasiun bawah tanah tersebut, Fase 2B juga akan melewati satu depo di Ancol Barat.

Seluk Beluk Proyek CP 201 (Thamrin–Monas)

Ibu Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, menjelaskan bahwa pembangunan MRT fase 2A sejak awal tidak diinisiasikan untuk terbagi ke dalam beberapa bagian, tetapi menjadi sebuah proyek pembangunan yang bisa diselesaikan sekaligus. Namun, karena terdapat kendala di dalamnya, proyek fase 2A ini kemudian terbagi lagi ke dalam fase 2A segmen 1 dan fase 2A Segmen 2.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia menjadi salah satu penyebab proyek pembangunan MRT Jakarta terbagi ke dalam beberapa bagian. Akibat pandemi, pengadaan paket pekerjaan yang dinamakan CP 202 mengalami gagal tender sampai dua kali. Gagal tender yang dialami CP 202 dapat mengakibatkan proyek fase 2A mengalami kemunduran jadwal secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pihak yang bertanggung jawab atas proyek pembangunan MRT Jakarta memutuskan untuk membagi proyek fase 2A menjadi 2 segmen.

Fase 2A segmen 1 yang merupakan proyek CP 201, yaitu rute Thamrin–Monas, dikerjakan terlebih dahulu karena diyakini dapat diselesaikan tepat waktu—terlepas dari proyek CP 202 yang mengalami gagal tender. Proyek CP 201 juga ditargetkan untuk bisa beroperasi lebih awal sehingga progres pembangunannya sudah mencapai 36,32% per 25 Maret 2022. Meskipun terdapat kendala tak terduga yang terjadi, Ibu Silvia Halim dan rekannya tetap berusaha sebaik mungkin untuk mengoptimalkan rencana yang sudah dibentuk sejak awal.

Mengintip Pelaksanaan Proyek CP 201

Per 25 Maret 2022, kemajuan pembangunan proyek MRT CP 201 sudah mencapai angka 36,32%. Progres sebesar itu sudah mencakup pekerjaan konstruksi yang dilakukan di lapangan. Salah satu pembangunan konstruksi yang sudah selesai dikerjakan adalah konstruksi dinding bawah tanah di kawasan Monas. Sementara itu, dinding bawah tanah untuk rute menuju Thamrin masih dalam proses pekerjaan karena ukuran Stasiun Thamrin yang dua kali lipat lebih besar bila dibandingkan dengan stasiun biasanya.

PT MRT Jakarta juga sudah mulai melakukan penggalian, khususnya di wilayah Monas. Proses penggalian yang dilakukan sudah mencapai roof slab sehingga semua atap stasiun sudah dibeton. Kemudian, proses penggalian ini dilanjutkan sampai ke tahap concourse. Selain itu, pembangunan dinding bawah tanah untuk gardu listrik MRT fase 2 sudah selesai dikerjakan. Gardu listrik MRT fase 2 ini bisa dikatakan sebagai gardu listrik pertama di Indonesia yang terletak di bawah tanah. 

Penggalian di stasiun MRT menggunakan dua metode. Untuk pembangunan stasiun, digunakan metode top-down yang berarti ketika melakukan pekerjaan penggalian ke bawah, struktur permanennya juga ikut dibangun. Penggalian serta pembangunan dengan metode top-down ini dilakukan secara slab by slab. Sementara itu, untuk pembangunan receiving substation atau gardu listrik MRT fase 2, digunakan metode bottom-up. Dalam metode ini, penggalian tanah tetap dilakukan dari atas sampai ke ujung paling bawah, tetapi keseluruhan pembangunan struktur permanen dikerjakan dari bawah ke atas. 

Ibu Silvia Halim mengatakan bahwa rencana besar yang ingin dicapai pada tahun 2022 tentunya adalah menyelesaikan penggalian di stasiun Thamrin dan Monas. Selain itu, rencana lainnya adalah memulai tunnelling dari Bundaran HI sampai ke Stasiun Thamrin, kemudian dari Stasiun Thamrin sampai ke Monas. Kedua rencana tersebut merupakan kegiatan utama yang akan dilakukan dalam proyek CP 201 pada tahun 2022 ini.

Berkenalan dengan TBM yang Datang ke Indonesia!

PT MRT Jakarta sudah mendatangkan TBM atau tunnel boring machine pertama pada November–Desember tahun 2021 silam. Tunnel boring machine kedua datang menyusul pada bulan Januari tahun 2022.  

TBM yang digunakan bertipe pressure balance dengan panjang badan bagian depan sebesar 8,5 meter. TBM ini memiliki diameter luar sebesar 6,8 meter dan diameter dalam sebesar 6,6 meter. TBM itu sendiri diproduksi oleh Kawasaki Heavy Industries yang terletak di China. 

Sebelum dikirim ke Indonesia, PT MRT Jakarta melakukan factory acceptance-test dengan melakukan fabrikasi dan perakitan TBM di pabrik tersebut. Setelah dinyatakan lulus dari pengujian awal, TBM yang ukurannya terbilang besar itu dikirimkan ke Indonesia satu per satu. Bagian-bagian dari mesin tersebut dilepas terlebih dahulu sebelum akhirnya dirakit kembali di Indonesia. Proses perakitan tunnel boring machine memakan waktu kurang lebih satu bulan, yaitu dari pertengahan Desember 2021 sampai pertengahan Januari 2022.

Total tunnel boring machine yang digunakan untuk proyek pembangunan MRT fase 2A berjumlah 6 unit. Baik proyek CP 201, CP 202, maupun CP 203, masing-masing akan disediakan dua tunnel boring machine. Pembagian TBM pada setiap paket pembangunan dilakukan agar pekerjaan tunneling nantinya dapat berjalan secara beriringan.

Tunnel Boring Machine dan Pengoperasiannya

Pada proyek CP 201, TBM 1 digunakan untuk proses pengeboran dari Stasiun BHI–Thamrin dan TBM 2 digunakan untuk proses pengeboran dari Stasiun Monas dan Thamrin. Jika diukur dari atas, kedalaman lokasi pengeboran adalah 18 meter di bawah permukaan jalan. Dalam pengoperasiannya, TBM masih menggunakan engineer dari Jepang, sementara engineer Indonesia bekerja sembari mempelajarinya. 

Dalam satu hari, tunnel boring machine dapat melakukan pengeboran sepanjang 7,5 meter atau dapat memasang lima ring per hari. Ketika dioperasikan, alat ini akan mengebor tanah yang ada di depannya, kemudian tanah hasil pengeboran akan dibuang ke atas menggunakan pompa. Setelah itu, ring dipasang pada tanah yang telah dibor. Ring ini tersusun atas enam segmen beton dengan lebar 1,5 meter per satuannya. 

Keuntungan dari tunnelling menggunakan TBM bila dibandingkan dengan penggalian atau excavation adalah pengerjaannya yang dapat dilakukan tanpa mengganggu arus lalu lintas di atasnya, apalagi jika lokasi proyek berada di tengah kota. Pengerjaan proyek diusahakan agar memberikan pengaruh seminimal mungkin terhadap aktivitas masyarakat yang ada di sekitar kawasan pembangunan.

Selain memiliki kelebihan, tentu saja alat ini memiliki kekurangan. TBM tidak bisa bergerak mundur sehingga pengoperasiannya harus dilakukan seefisien mungkin. 

Proyek CP 203 Ikut Berjalan, Bagaimana Pembagian Fokusnya?

Progres proyek pembangunan MRT Jakarta CP 203 dengan rute Mangga Besar–Glodok–Kota sudah mencapai angka 8,73%. Dengan proyek CP 201 dan CP 203 yang dijalankan bersamaan, dua tim khusus—bahkan lebih—diturunkan untuk menangani per paket pekerjaan. Pembagian tim tersebut dimaksudkan untuk memberikan fokus pada proyek per paket sehingga aspek kualitas, jadwal, biaya, bahkan keselamatan pekerja dapat terpantau dengan baik.

Monitoring terhadap pekerjaan juga dilakukan oleh tim yang ditugaskan di sana. Ibu Silvia Halim juga turut serta secara total dalam pemantauan pekerjaan yang dilaksanakan. Beliau dan rekannya memantau progres serta mengurus pekerjaan dari ujung ke ujung tanpa memilah-milah bagian proyek sehingga tidak ada satu pun paket yang terabaikan.

Ada Tantangan yang Harus Dihadapi, Apa Saja?

Dalam proyek pembangunan proyek MRT Jakarta fase 2 terdapat banyak tantangan dalam bidang engineering atau teknik. Pertama, kondisi tanah menuju Jakarta terbilang lunak sehingga diperlukan desain struktur bawah tanah yang lebih kuat. Dinding bawah tanah dibuat lebih tebal, struktur yang digunakan harus lebih kokoh, serta metode pengerjaan yang harus lebih hati-hati sehingga tidak menyebabkan kerusakan atau kecelakaan kerja. 

Selain itu, makin utara pembangunan, ditemukan banyak objek cagar budaya. Dalam proses penggalian itu, tentunya ditemukan beberapa harta karun atau artefak berharga karena berlokasi di sekitar Kota Tua sehingga diperlukan penanganan khusus. 

Ada juga tantangan lainnya yang perlu dihadapi dalam pembangunan ini, yaitu Jalan Gadjah Mada dan Jalan Hayam Wuruk yang dilewati dalam pembangunan fase 2A. Koridor-koridor bawah tanahnya terbilang cukup sempit sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja. Karena koridor yang sempit, stasiun yang dibuat di kawasan itu juga memiliki luas yang lebih kecil. 

Stasiun yang dibangun untuk MRT biasanya memiliki luas yang bisa mencapai angka 22 meter persegi. Akan tetapi, di wilayah Jalan Gadjah Mada dan Jalan Hayam Wuruk yang memiliki koridor sempit, ukuran stasiun yang dibangun harus diperkecil luasannya untuk menyesuaikan dengan lahan yang tersedia. Oleh karena itu, stasiun tersebut didesain agar berukuran kurang lebih setengah dari dimensi stasiun lainnya. 

Rute sempit yang dilewati dalam pembangunan MRT Jakarta ini berpengaruh pada proses tunnelling. Alat yang digunakan biasanya akan berada di dalam alignment yang sama, yaitu di kanan dan di kiri atau horizontal. Akan tetapi, karena jalan yang sempit, tunnel boring machine yang digunakan bekerja dalam posisi atas dan bawah atau vertikal.

Pembangunan Berorientasi Transit

Pada saat membangun infrastruktur transportasi, termasuk MRT Jakarta, perlu dipikirkan bagaimana transportasi dapat berintegrasi dengan kawasan di sekitarnya dan saling menunjang satu sama lain, apalagi jika pembangunan dilaksanakan di tengah kota. Oleh karena itu, diterapkan sebuah pola pembangunan bernama transit oriented development (TOD).

Hal pertama yang perlu dipertimbangkan ketika perencanaan, bahkan saat pemilihan lokasi stasiun, adalah tata ruang kota. Kegiatan ekonomi menjadi salah satu penentu pemilihan titik pembangunan—di mana pusat kesibukannya dan di mana titik transportasi publik lainnya. Selain membangun stasiun, PT MRT Jakarta juga membangun fasilitas penunjang lainnya yang memadai, di antaranya adalah trotoar, jalur sepeda, ataupun jalur hijau.

Proyek MRT Jakarta fase 2A juga mengembangkan kawasan bersamaan dengan pembangunan stasiun. Selagi membangun gerbang utara, Ibu Silvia Halim dan tim mulai mendekati pemilik properti, bahkan pemerintah daerah, untuk mempersiapkan panduan rancangan kota sehingga kawasan pengembangan atau zona aktivitas bisa selesai terbangun ketika stasiun mulai dioperasikan.

Daerah Dukuh Atas merupakan salah satu contoh titik TOD yang cukup besar karena terdapat MRT, KRL, dan LRT di dalamnya. Karena menjadi simpul pertemuan beberapa perkeretaapian, terdapat beberapa proyek TOD di sana, di antaranya adalah jembatan penyeberangan multiguna (JPM) yang menghubungkan LRT Jabodebek dengan KRL. Selain itu, terdapat pembangunan transport hub yang merupakan gedung multifungsi dengan kegiatan perkantoran, pertokoan, dan titik untuk pergantian moda transportasi di lantai dasarnya. 

Terkait Kemacetan Lalu Lintas di Atas!

Pembangunan MRT Jakarta tentunya memberikan pengaruh pada lalu lintas di sekitarnya meskipun proyek ini dilaksanakan di bawah tanah. Kemacetan di Jakarta tentunya tidak bisa dihindari. Untuk mengatasi permasalahan ini, pihak MRT Jakarta menetapkan prinsip untuk tetap mempertahankan kapasitas jalan. 

Mempertahankan kapasitas jalan berarti apabila terdapat satu jalan eksisting dengan empat lajur, tetapi salah satu lajurnya tidak bisa digunakan akibat pembangunan, pihak MRT akan mengusahakan agar terdapat jalur pengganti yang bisa digunakan oleh para pengguna jalan. Jika kapasitas kendaraan tidak bisa dipertahankan, pengadaan rute alternatif akan dijadikan sebagai salah satu jalan keluar dari kemacetan. 

Rambu-rambu jalan yang digunakan di jalanan juga diperjelas sehingga pengguna jalan tidak serta-merta masuk ke area konstruksi dan terjebak di sana.  Selain itu, pencahayaan di jalanan diusahakan sebaik mungkin sehingga masyarakat dapat melihat dengan jelas kondisi jalanan yang ada di depannya. Untuk menghindari kemacetan yang diakibatkan oleh pembangunan konstruksi, alinyemen berbentuk S dengan tikungan tajam dihindari. 

Terdapat hal lain yang paling utama terlepas dari aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu sosialisasi publik. Sosialisasi publik diadakan semasif mungkin sehingga masyarakat mengetahui perubahan yang akan terjadi di jalanan yang lokasinya berada di sekitar proyek pembangunan. Usaha-usaha yang telah disebutkan di atas menjadi upaya dalam penanganan kemacetan di tengah pembangunan. 

Sedikit Cerita Tentang Penemuan Artefak

Proyek pembangunan MRT fase 2A, khususnya pada rute Bundaran HI–Harmoni, disebut menemui beberapa hal yang menantang berkaitan dengan konstruksi jalur yang melewati bangunan-bangunan yang dianggap sebagai cagar budaya. Karena terdapat kemungkinan bahwa lokasi tersebut memiliki harta karun tersembunyi dari manusia purba atau nenek moyang terdahulu, proyek pembangunan fase 2A melibatkan para arkeolog dari universitas ternama, di antaranya adalah Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI). 

Bangunan-bangunan bernilai historis tinggi yang akan dilalui dalam pengerjaan proyek ini tentunya membutuhkan usaha pemeliharaan intens. Ekskavasi benda bersejarah dilakukan sebelum konstruksi dimulai pada Agustus 2020 oleh PT MRT Jakarta sebagai upaya untuk menjaga nilai-nilai sejarah pada harta karun di wilayah sekitar cagar budaya tersebut.

Penggalian dilakukan di empat belas titik di sebagian Jalan Merdeka Barat dan bawah tanah Jalan MH Thamrin. Dalam kegiatan ekskavasi itu, ditemukan banyak benda bersejarah, yaitu fragmen keramik eropa, fragmen keramik cina, tulang sendi, gigi hewan pemamah biak, dan lain sebagainya. Diperkirakan berasal dari abad antara 18 dan 20 Masehi, artefak yang ditemukan saat penggalian kemudian diinstruksi agar dipamerkan di ruang galeri visitor center dekat entrance Stasiun MRT Monas dengan tujuan untuk menarik atensi calon penumpang sekaligus wisatawan yang datang dari seluruh penjuru Indonesia. 

Selain menyediakan transportasi umum yang nyaman, stasiun yang baru dibangun juga memberikan sedikit banyaknya pengetahuan mengenai kehidupan masa lampau bagi orang-orang yang datang. Menarik, bukan?

 

Tulisan oleh Choirunnisa Qurratu

Data oleh Reiner Arya 

Ilustrasi oleh Deva Setya Ajeng

Artikel Terkait