Sesuai dengan program Proyek Strategis Nasional pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia terus meningkatkan proyek-proyek infrastruktur demi mengedepankan pertumbuhan di sektor ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, ataupun pembangunan di daerah.
Di antara Proyek Strategis Nasional yang menjadi fokus pemerintah dalam melakukan pembangunan infrastruktur, salah satunya adalah pembangunan bendungan. Dalam Proyek Strategis Nasional, pembangunan bendungan yang ditargetkan ada sebanyak 54 bendungan. Capaian pembangunan ini ditunjukkan dengan telah resmi beroperasinya 13 bendungan pada tahun 2021. Pada tahun 2022, pembangunan bendungan terus digencarkan oleh pemerintah. Salah satu pembangunan bendungan yang akan di-highlight pada artikel ini adalah terkait pembangunan Bendungan Jragung yang berada di dekat “Kota Atlas”, Semarang, Jawa Tengah.
Bendungan Jragung merupakan salah satu bendungan raksasa multifungsi yang berlokasi di Desa Candirejo dan Desa Prigi. Lokasi genangannya direncanakan berada di Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, sedangkan bagian tapak bendungan ini berada di Desa Candirejo dan Desa Prigi.
Bendungan Jragung direncanakan dibangun dengan kapasitas tampung mencapai 90 juta meter kubik dengan luas genangan sebesar 503,1 hektare. Bendungan yang tergolong multifungsi ini memanfaatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jragung sebesar 94 kilometer. Dengan begitu, bendungan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku sebesar 1 meter kubik per detik yang dapat menyuplai 3 daerah sekaligus, yaitu Demak, Semarang, dan Grobogan. Selain menjadi penyuplai sumber air, Bendungan Jragung juga direncanakan untuk menjadi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) berkapasitas 1,4 megawatt.
Manfaat yang paling umum selain menjadi penyuplai air baku daerah sekitar adalah Bendungan Jragung ini diharapkan dapat mengatasi banjir di daerah-daerah tersebut. Bendungan Jragung dapat mereduksi kemungkinan banjir yang terjadi di daerah hilir dari 378.000 meter kubik per detik menjadi 170.000 meter kubik per detik. Atau dapat dikatakan, Bendungan Jragung dapat mereduksi banjir sebesar 45% pada daerah sekitar.
Respons dan Sosialisasi Desa Isolasi
Dalam pembangunan Bendungan Jragung, Dusun Kedung Glatik yang ada di Desa Candirejo harus terpaksa untuk direlokasi. Sebelumnya, Dusun Kedung Glatik selama bertahun-tahun telah mendapatkan predikat desa yang terisolasi. Hal ini disebabkan oleh akses dusun dengan pusat pelayanan dari Desa Candirejo yang cukup jauh, kurang lebih empat kilometer. Ditambah, akses jalan kurang memadai untuk dilewati kendaraan-kendaraan, apalagi ketika terjadi hujan.
Dusun Kedung Glatik yang terisolasi bukanlah karena daerah ini yang tidak ingin maju, tetapi karena belum adanya program-program pemerintah yang menyentuh dusun ini. Bahkan, laporan dari kepala dusun menyatakan bahwa jarak dari rumah warga dengan sungai membuat warga cemas apabila terjadi hujan yang cukup deras. Selain itu, rumah-rumah warga di Dusun Kedung Glatik juga terbuat dari rumah kayu karena susahnya aksesibilitas dalam pengangkutan material ke daerah tersebut. Penggunaan material kayu tersebut juga memudahkan warga untuk memindahkan rumahnya apabila musim penghujan telah tiba.
Menurut Taswanto, Kepala Dusun Kedung Glatik, setiap tahunnya terdapat dua atau tiga rumah yang terancam banjir di dekat sungai dan harus dipindahkan. Sebelumnya, ada seratus rumah kayu yang ada di dusun ini. Namun, sepuluh rumah lainnya telah terendam hingga hanyut ketika musim hujan.
Pembangunan Bendungan Jragung yang tentu saja harus merelokasi Dusun Kedung Glatik ternyata mendapatkan dukungan penuh dari warga daerah tersebut. Minim warga yang protes ataupun menolak adanya pembangunan bendungan raksasa ini. Mereka menginginkan bendungan ini segera cepat direalisasikan. Bahkan, beberapa dari mereka siap untuk dipindahkan hari itu juga karena mereka memiliki lokasi alternatif untuk daerah relokasi.
Permintaan mereka tentang ganti rugi juga telah mendapatkan feedback berupa ganti untung. Bentuk ganti untung dari relokasi adalah berupa rumah masing-masing bagi warga ataupun rumah susun. Warga dusun tersebut meminta ganti untung karena sebanyak 36 rumah warga telah bersertifikat. Selain itu, permintaan lainnya juga berupa pemulihan ekonomi warga dusun tersebut. Pemerintah terus mengawasi proses relokasi setidaknya sampai setiap warga dari Dusun Kedung Glatik telah mendapatkan ganti untung berupa tempat tinggal yang baru.
Cakupan Pembangunan Terkini
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan penyelesaian pembangunan Bendungan Jragung pada akhir tahun 2024. Pembangunan yang telah dimulai sejak akhir tahun 2020 ini dikerjakan melalui tiga paket pekerjaan. Paket I dikerjakan oleh penyedia jasa PT Waskita Karya (Persero) Tbk. dengan nilai kontrak mencapai Rp806,3 miliar. Paket II dikerjakan oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.-PT Basuki Rahmanta Putra (KSO) dengan nilai kontrak sebesar Rp758 miliar.
Lingkup pekerjaan paket I dan II terdiri atas pekerjaan galian, timbunan, perlindungan tebing, grouting, dan instrumentasi. Sementara itu, paket III dikerjakan oleh PT Brantas Abipraya-PT Pelita Nusa Perkasa (KSO) dengan nilai kontrak sebesar Rp735,9 miliar. Lingkup pekerjaan paket III adalah pekerjaan di luar bangunan utama yang terdiri atas pekerjaan bangunan spillway, bangunan fasilitas operasi dan pemeliharaan, bangunan pengelak, serta bangunan intake dan hidromekanikal.
Menurut Rino Ari Wibowo selaku PPK proyek pembangunan Bendungan Jragung, progres fisik pembangunan Bendungan Jragung terhitung pada tanggal 13 Maret 2022 untuk paket I mencapai 6,792 persen dan paket III mencapai 8,03 persen, sedangkan progres fisik paket II terhitung pada tanggal 11 Maret 2022 sebesar 8,876 persen.
Terkait Bendungan Jragung
Bendungan Jragung dengan ukuran raksasa ini direncanakan dengan tipe urugan zonal inti tegak dengan tubuh bendungan sepanjang 1.350 meter, elevasi puncak bendungan sebesar 119,5 meter, dan lebar puncak bendungan selebar 10 meter. Apabila dihitung dari elevasi dasar fondasinya yang sebesar 60 meter, tinggi Bendungan Jragung adalah sebesar 59,5 meter. Bendungan Jragung ini akan didesain dengan perbandingan kemiringan lereng bagian hulu sebesar 1:3 dan kemiringan pada bagian hilir 1:2,5.
Material tubuh bendungan ini memerlukan tiga material yang berbeda, yakni material pada zona inti bendungan, material filter, dan material random. Jumlah kebutuhan material untuk tubuh bendungan adalah ±1,2 juta meter kubik material clay untuk inti bendungan, 403 ribu meter kubik untuk material filter di hilir inti bendungan, dan 5,7 juta meter kubik material random di bagian hulu dan hilir tubuh bendungan serta diselimuti dengan rip-rap dan filter transisi.
Tinjauan Geografis dan Geologis
Menurut Rino Ari Wibowo, secara umum kondisi geologi Jragung termasuk dalam formasi Kalibeng yang terdiri atas satuan batuan perselingan, batuan lanau, dan batuan pasir. Jika dilihat dari potensi kegempaan, terdapat dua sesar yang berada dekat dengan sesar aktif, yakni Sesar Ungaran dan Sesar Rawa Pening. Analisis bahaya gempa menunjukkan lokasi fondasi bendungan memiliki koefisien gempa sebesar 0,14 g dengan periode kala ulang 100 tahun. Dengan letak bendungan lebih dari 15 kilometer dari sesar aktif di sekitarnya, lokasi bendungan termasuk dalam kategori aman terhadap aktivitas sesar aktif dan gempa. Kondisi geologi ini memengaruhi desain bendungan Jragung, seperti
1. Perbaikan fondasi menggunakan grouting karena kondisi geologi berupa batu lempung, batu pasir, dan batu lanau;
2. Proteksi lereng menggunakan shotcrete karena batuan bersifat slaking atau cepat berubah jika terkena udara, panas, dan air;
3. Supporting menggunakan baja pada pekerjaan terowongan pengelak karena batuan termasuk klasifikasi soft rock;
4. Kemiringan galian mengikuti kondisi geologi eksisting.
Dengan melihat tipe iklim dari DAS Jragung menurut Schmidt dan Ferguson, DAS tersebut memiliki iklim tipe B dan tipe C dengan curah hujan terendah sebesar 1.000 mm dan tertinggi mencapai 2.000 mm per tahun. Sementara untuk curah hujan rata-rata tahunan pada area Bendungan Jragung adalah sebesar 2.479 mm. Dengan curah hujan rata-rata tersebut, elevasi muka air banjir ketika kala ulang 1.000 tahun (Q1.000) pada Bendungan Jragung adalah sebesar 117,28 meter, sedangkan elevasi muka air pada debit banjir maksimum (QPMF) sebesar 118,65 meter. Sementara itu, elevasi muka air pada keadaan normal bendungan ini adalah 115 meter dan pada keadaan minimum sebesar 93 meter.
Pembangunan Bendungan Jragung yang multifungsi ini diharapkan dapat menjadi pembawa dampak positif dalam aspek sosial ataupun ekonomi secara luas. Selain itu, pemenuhan Proyek Strategis Nasional yang difokuskan pemerintah melalui pembangunan-pembangunan infrastruktur diharapkan dapat membuat masyarakat menjadi benar-benar merasakan dampak positif secara langsung, apalagi bagi mereka yang sedang mengalami berbagai bencana atau daerah yang mengalami kekurangan suntikan bantuan dari pemerintah.
Tulisan oleh Alsyafiq Akbar Suryajati
Data oleh Ardinata Prasmono
Dokumentasi oleh Sahisnu Pandhegadyaksa Jalu Ekapaksi
Tim Liputan Clapeyron (Alsyafiq, Ardinata, Jalu, Miftah)