Beranda BeritaLiputan UGM Punya Ha(jahat)an, Respons Pencalonan Bakal Rektor

UGM Punya Ha(jahat)an, Respons Pencalonan Bakal Rektor

oleh Redaksi

Rangkaian Aksi

Kamis (12/5), menjadi salah satu hari yang penting bagi civitas academica UGM. Pada hari tersebut, terdapat acara Rapat Pleno Senat Akademik untuk memilih tiga calon rektor UGM dari enam bakal calon rektor UGM yang ada. Rapat ini dilaksanakan secara tertutup di Grha Sabha Pramana (GSP). Bertepatan dengan bulan Mei sebagai bulan pendidikan, Aliansi Mahasiswa UGM dan berbagai elemen mahasiswa sepakat untuk mengadakan aksi yang dinamakan UGM Punya Ha(jahat)an. 

Tepat pada pukul 14.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), massa aksi beranjak dari titik kumpul mereka di Fakultas ISIPOL ke Gedung GSP UGM untuk memberikan orasi dan tuntutan mereka sembari menyanyikan yel-yel sindiran terhadap para calon rektor yang ingin mereka temui. Orasi dan aksi ini timbul karena adanya kekecewaan terhadap jawaban dari enam bakal calon rektor yang belum mampu menjawab isu-isu kemahasiswaan mahasiswa sekarang.

“Belum ada jaminan, bahkan statement-nya cenderung pada hal-hal yang bersifat normatif daripada substantif itu sendiri. Masih kebanyakan berkutat pada branding atau citra dari kampus itu sendiri. belum menjawab isu-isu kemahasiswaan secara jelas dan signifikan,” kata Rendy Manggalaputra, selaku Koordinator Umum Aksi Ha(jahat)an ini. 

Lanjutnya, Rendy menyampaikan seleksi pemilihan rektor ini merupakan momentum yang tepat untuk membawakan dan mengawalkan isu-isu kemahasiswaan ini. Isu utama yang disoroti kepada para calon rektor adalah tentang Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) atau uang pangkal yang diisukan kembali aktif, kekerasan seksual, dan pelecehan seksual. Harapannya, mahasiswa bisa mendapatkan suatu landasan legitimasi yang jelas dalam mengawal kebijakan rektor ke depannya terhadap isu kemahasiswaan tersebut.

Selaras dengan Rendy, Pandu Wisesa, bagian dari aksi mahasiswa juga berujar, “Sebenarnya tuntutan paling utama kami sebenarnya ingin bertemu calon rektor.” 

Penyebabnya karena dua kegiatan sebelumnya, yaitu Acara Sarasehan Nyawiji Menuju UGM-1 dan Forum Aspirasi Publik, dirasa belum bisa memfasilitasi sebagian besar kebutuhan mahasiswa. Oleh sebab itu, massa aksi sangat ingin berdialog dengan para calon rektor untuk menyampaikan aspirasi dan kegelisahan yang sedang dirasakan oleh mahasiswa, pungkas Pandu.

Tuntutan dan keresahan inilah yang membuat mahasiswa akhirnya turun dan menggelar aksi selama acara seleksi calon rektor berlangsung. Pada pukul 14:10 hingga 15:00 WIB, penyuaraan massa aksi yang begitu intensif di depan Gedung GSP dimulai. Hal ini yang membuat pihak rektorat akhirnya mengabulkan permintaan massa aksi untuk membawa empat perwakilan mereka ke dalam acara rapat pleno yang sedang berlangsung. Setelah keempat perwakilan mereka masuk, massa aksi akhirnya bersedia menunggu.

Akan tetapi, hingga pukul 16:10, tidak ada kejelasan terkait situasi yang terjadi di dalam sidang tersebut. Akhirnya, massa aksi berusaha untuk masuk, tetapi dihalangi oleh anggota Pusat Keamanan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (PK4L) sehingga menimbulkan bentrokan antara kedua belah pihak. Setelah beberapa waktu, bentrokan akhirnya mereda selaras dengan keinginan mahasiswa yang terpenuhi untuk mengirim satu perwakilan lagi ke dalam Gedung GSP guna menjelaskan kepada mahasiswa yang berada di luar terhadap situasi yang terjadi di dalam. Setelah masuk dan memahami keadaan di dalam, seorang perwakilan tersebut keluar dan menjelaskan kepada massa aksi bahwa pimpinan universitas dan kepala senat akademik bersedia untuk menemui dan mendengarkan keinginan dari massa aksi.

Apa yang Sebenarnya Terjadi di Dalam?

Sigit Bagas Pranowo dari Divisi Kajian Forum Advokasi (FORMAD) UGM, salah satu dari empat perwakilan massa aksi Ha(jahat)an UGM yang diperbolehkan mengikuti acara rapat pleno yang sedang berlangsung di GSP UGM, menjelaskan terdapat dua belas tuntutan yang dibawa oleh mahasiswa untuk dipaparkan dalam rapat yang sedang berlangsung. Dua belas tuntutan ini masing-masing dibagi menjadi dua, sesuai dengan kapasitas masing-masing dari empat perwakilan massa aksi. 

Secara garis besar, dua belas tuntutan tersebut membahas tentang isu-isu yang perlu segera adanya tindakan serta harapan bagi calon rektor di setiap pengelolaan UGM—bersifat transparan dan adanya partisipasi mahasiswa pada setiap penyusunan kebijakan yang ditujukan kepada mahasiswa.

Pihak Kampus Bersedia Menemui Massa Aksi

Pada pukul 16:25, perwakilan rektorat yang terdiri dari rektor, wakil rektor, dan kepala senat akademik bersedia untuk bertemu dan membuka ruang dialog dengan massa aksi. Dialog ini dibuka dengan penyerahan simbolik kalung kertas yang berisi berbagai macam tuntutan dan isu-isu kemahasiswaan mahasiswa kepada perwakilan rektorat—walaupun kalung tersebut sebenarnya ditujukan kepada tiga calon rektor yang sekarang tidak hadir menemui massa aksi. 

Sebelum melangkah ke tuntutan lebih lanjut, pihak rektorat menegaskan kembali Rapat Pleno Senat Akademik yang diadakan sebelumnya merupakan rapat tertutup. Rapat ini hanya bisa dihadiri oleh beberapa pihak tertentu. Proses dialog selanjutnya berlanjut ke tuntutan massa aksi kepada pihak rektorat agar memberikan jaminan untuk mempertemukan para calon rektor yang terpilih dengan mahasiswa.

Pihak rektorat yang diwakili oleh Prof. Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M. mengatakan, “Kami akan menanyakan kepada calon rektor jika mereka bersedia, maka forum bisa disiapkan tentu dengan cara yang beretika dan tidak berteriak-teriak.” 

Lebih lanjut, Paripurna menyampaikan, “Perlu dijelaskan dialog semacam ini memang tidak terdapat di peraturan mana pun yang terkait dengan pemilihan rektor. Karena ini merupakan aspirasi aliansi mahasiswa, maka kami akan berusaha mengabulkan.”

Terkait dengan pernyataan dari pihak rektorat, Pandu beranggapan bahwa hal tersebut tidak akan menyurutkan semangat mahasiswa sampai bisa bertemu dengan para calon rektornya. “Kita perlu memandang juga bahwasanya dari para birokrat sebagai aparatur pemerintah (aparatur sipil negara) pasti akan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nah, itu mungkin perlu diberikan permakluman,” ungkap Pandu.

Menurutnya, massa aksi tidak akan berhenti sampai di sini saja. Pihaknya akan terus melakukan pengawalan untuk melihat kesungguhan pihak rektorat dalam mengupayakan dibentuknya forum.

 

Tulisan oleh Dhiya Ul Hilal

Dokumentasi oleh Muhammad Ammar Fadhil

Tim Liputan Clapeyron (Hilal, Ammar, Damar, Kansa)

Artikel Terkait