Idul Adha, Hari Raya yang Penuh Makna

Sejarah Idul Adha

Bagi hampir semua orang yang menganut agama Islam, mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita mendengarkan kisah tentang Nabi Ibrahim yang diberi ujian oleh Allah SWT. Ujian ini sangat berat untuk dilakukan oleh Ibrahim. Pasalnya, Allah SWT menginginkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya sendiri, yaitu Nabi Ismail untuk dikurbankan sekaligus untuk menguji seberapa besar ketaqwaannya kepada Allah. Ibrahim menerima wahyu untuk menyembelih anaknya melalui mimpi yang dikirimkan oleh Allah. Pada mimpinya yang pertama, Nabi Ibrahim sempat meragukan mimpi yang dialaminya. Namun, semakin dia meragukan mimpi tersebut, mimpi itu selalu datang berulang kali dengan pesan yang sama. Akhirnya, dengan kebulatan tekad yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim, ia memberi tahu anaknya Ismail tentang mimpi yang dialaminya. Peristiwa ini tertuang dalam Surah As-Saffat ayat 102 yang berbunyi, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ismail dengan didampingi oleh Ibrahim akhirnya mulai melakukan perjalanan untuk menemukan tempat yang tepat bagi Ibrahim untuk menyembelih anak yang paling disayanginya, yaitu Ismail. Setelah memilih tempat yang sekiranya tepat, dengan penuh keyakinan, bapak dan anak sekaligus nabi yang memimpin umatnya itu menunaikan perintah dari Allah tanpa ada keraguan yang nampak dari keduanya. Namun, sebelum pedang tajam itu memotong kepala Ismail, secara tiba-tiba Allah menggantikan penyembelihan Nabi Ismail dengan kambing setelah keteguhan dan keyakinan mereka dalam melaksanakan perintah-Nya terlihat. Latar belakang dari peristiwa inilah yang membuat dirayakannya hari raya Idul Adha pada tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah.

Sekilas Tentang Idul Adha

Idul Adha menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hari raya haji yang disertai dengan penyembelihan hewan kurban bagi yang mampu. Maka dari itu, hari raya Idul Adha identik sekali dengan kegiatan berkurban karena mengingatkan kita kembali tentang pengorbanan besar yang telah dilakukan oleb Nabi Ibrahim. Melihat pengorbanan besar yang telah dilakukan Nabi Ibrahim, sudah sepantasnya kita sebagai manusia biasa juga ikut berkurban bagi mereka yang mampu. Berkurban pada hari raya Idul Adha merupakan sesuatu yang wajib dilakukan bagi semua orang yang mampu melakukannya. Amalan tersebut sangat dianjurkan dan ditekankan di dalam Islam. Nabi Muhammad sendiri bahkan mengancam orang yang memiliki harta dan berkecukupan, tetapi enggan untuk melakukannya. Ancaman itu tertuang di dalam sabda Nabi Muhammad yang berbunyi, “Barang siapa yang memiliki kelapangan [harta], sedangkan ia tak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami,” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Pada tanggal 9 Dzulhijjah, tepat sehari sebelum hari raya berlangsung, umat muslim mengumandangkan takbir melalui pengeras suara masjid saat malam sebagai tanda bahwa hari raya Idul Adha akan segera tiba. Esok hari, pada tanggal 10 Dzulhijjah, umat muslim akan berbondong-bondong mendatangi masjid untuk menunaikan ibadah salat Idul Adha secara berjamaah tiap tahunnya. Setelah kegiatan salat ied selesai, kegiatan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban (berupa sapi atau kambing) oleh panitia qurban atau pengurus masjid sembari dilihat oleh warga sekitar yang penasaran. Nantinya, daging hewan qurban akan dibagikan kepada warga yang kurang mampu, setelah itu baru dibagikan kepada warga sekitar sesuai jatahnya masing-masing. Selain menjadi momen yang tepat untuk berbagi, hari raya Idul Adha juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai momen untuk mempererat hubungan yang telah renggang, menjalin hubungan dengan tetangga sekitar, serta mengunjungi sanak saudara agar hubungan yang selama ini mereka jalin tetap berjalan dengan harmonis.

Tradisi Idul Adha di Berbagai Tempat

Dari zaman dahulu hingga sekarang, hari raya Idul Adha seringkali dimanfaatkan sebagai momen yang pas untuk menjalin silaturahmi dan komunikasi yang baik dengan tetangga atau komunitas di sekitar tempat tinggal. Berawal dari komunikasi untuk menjalin hubungan yang baik dengan sesama, apalagi hari raya Idul Adha hanya diadakan setiap setahun sekali, merangsang setiap komunitas umat muslim di seluruh dunia membuat suatu kegiatan yang bertujuan untuk mempererat hubungan antar sesama. Selain itu, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk memeriahkan hari raya Idul Adha selama bertahun-tahun sehingga akhirnya menjadi suatu tradisi yang terus menerus dilestarikan.

Di Jogja, terdapat tradisi Grebeg Gunungan atau Grebeg Besar yang telah dilakukan sejak pemerintahan Hamengkubuwono I setiap setahun sekali pada tanggal 10 Dzulhijjah untuk memeriahkan hari raya Idul Adha. Proses Grebeg besar akan diawali dengan pawai para prajurit keraton yang diarak dari keraton ke berbagai tempat-tempat penting, seperti Masjid Gede Kauman, Kantor Kepatihan, dan Pura Pakualaman. Tradisi tersebut bertujuan untuk membagikan hasil bumi berupa buah dan sayuran yang bertumpuk hingga tujuh lapis kepada warga sekitar sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Lain halnya terdapat di daerah Maluku Tengah, masyarakat Negeri Tulehu juga memiliki tradisi Idul Adha yang bernama Kaul Negeri dan Abda’u. Tidak seperti umat muslimin lainnya, proses penyembelihan di dalam tradisi Kaul Negeri dan Abda’u dilaksanakan sebanyak dua kali. Pertama, penyembelihan pada umumnya yang biasa dilaksanakan setelah salat ied. Lalu, penyembelihan kedua dilaksanakan sebagai acara khusus yang terdiri dari tiga kambing. Sebelum disembelih di masjid setempat oleh imam masjid, tiga kambing tersebut digendong dengan kain oleh pemuka adat agama setempat untuk diarak keliling kampung dengan diiringi lantunan dzikir dan sholawat. Setelah dilakukan penyembelihan, sejumlah ibu-ibu mulai menebar bunga rampai yang harum baunya, sedangkan darah kambing tersebut diperebutkan oleh para pemuda setempat sebagai simbolisasi para pemuda Tulehu siap berkorban demi menegakkan kebenaran.

Setelah melihat tradisi Idul Adha yang ada di pulau jawa dan maluku, terdapat tradisi unik lainnya yang terjadi di Provinsi Aceh, yaitu Meugang. Tradisi Meugang telah dimulai semenjak awal abad ke-16 pada masa Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Meugang adalah tradisi menyembelih hewan-hewan kurban yang berjumlah ratusan lalu dibagikan kepada warga untuk dimasak di rumahnya masing-masing, setelah itu membawanya ke masjid untuk makan bersama keluarga, kerabat, tetangga, dan yatim piatu. Meugang biasanya dilaksanakan sehari atau dua hari sebelum hari raya tiba.

Memaknai Idul Adha

Idul Adha merupakan momen yang penting bagi seluruh umat muslim di dunia yang sedang menjalaninya. Kita dapat memaknai hari raya Idul Adha dengan melaksanakan dan mengimplementasikan ibadah yang kita laksanakan. Melalui salat Idul Adha, kita diajarkan untuk jangan lupa senantiasa bertakwa, dan beribadah kepada-Nya-untuk menunjukkan seberapa besar rasa syukur yang kita miliki. Lain halnya dengan ibadah kurban, melalui pemotongan daging kurban yang dibagikan kepada masyarakat kurang mampu, ibadah ini mengajarkan kita untuk peduli terhadap keadaan sekitar dan saling berbagi kepada siapapun manusia yang membutuhkan pertolongan tanpa pandang bulu.

Setelah melewati Idul Adha dua tahun penuh tanpa bertemu maupun bertamu, pada tahun ini akhirnya kita diberikan sedikit kelonggaran untuk bisa merayakannya di rumah sanak saudara yang selama dua tahun ini kita impikan untuk bertemu. Momen langka yang tidak dapat kita dapatkan semenjak virus Covid-19 menyerang negeri ini dua tahun lalu, haruslah bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh kita semua. Benang dan ikatan yang sudah kendor mulailah harus dikencangkan lagi, goresan luka yang dipahat di dinding hati mulai harus dihapuskan lagi, ego yang terlampau tinggi mari kita turunkan lagi, semua dilakukan demi memaknai dan mengambil pesan tentang pentingnya kebersamaan yang terdapat di hari raya Idul Adha yang sedang kita rasakan saat ini. Jangan sampai perbedaan budaya, ras, agama, bahasa, dan warna kulit yang kita miliki dijadikan sebagai sekat untuk mengotak-ngotakkan dan memberi jenjang sosial antar sesama manusia, tetapi jadikanlah perbedaan sebagai sesuatu untuk saling melengkapi kekurangan. Bukankah pelangi menjadi indah karena berbagai perbedaan warna yang saling melengkapinya?

Akhir kata, selamat Idul Adha bagi umat Islam yang menjalaninya. Semoga kita bisa mendapatkan hikmah dari hari mulia ini.

Tulisan oleh Dhiya Ul Hilal
Data oleh Sanitya Pralambang
Ilustrasi oleh Aldhytian Surya A.