Tikus di Jalan Raya

Pak Kusen adalah karyawan sebuah Badan Usaha Milik Negara atau dikenal dengan BUMN. Sudah tiga puluh tahun dia mengabdi dan baru saja pindah dari Makassar ke Surabaya sebagai manajer pemasaran atau dikenal dengan sebutan MP. Sebagai karyawan senior yang meniti karir dari bawah, dia telah mengikuti berbagai jenis pelatihan dan penataran serta kursus atau pendidikan. Salah satunya adalah Penataran P4, Penataran Pedoman Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila. Pada waktu mengikuti penataran itu, Pak Kusen berusaha menyimak dengan antusias. Dia memang selalu ingin mengikuti setiap pelatihan dan pendidikan dengan serius dan berusaha untuk bisa menerapkan dalam pekerjaan. 

Penataran P4 tipe A yang dijalani selama 2 minggu sangat berkesan bagi nurani dan pemikirannya. Dia berkesimpulan, kalau saja setiap manusia Indonesia mampu dan memahami serta mengamalkan Pancasila dengan baik, niscaya Indonesia akan menjadi negara yang maju dan sejahtera. Dimulai dari menganut agamanya dengan baik sesuai sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, maka dengan sendirinya akan mengalir secara otomatis semua sifat kebaikan. Berwatak perikemanusiaan yang adil dan beradab, menjalin persatuan dengan sesama anak bangsa, bersifat demokratis dan tidak memaksakan kehendak, serta berbuat adil untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan mengembangkan perilaku bergotong-royong. 

Karena Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa, mestinya tidak ada orang buang sampah sembarangan, tidak ada tabrak lari dan perbuatan semena-mena. Apalagi perbuatan korupsi yang merugikan, sangat bertentangan dengan norma Pancasila sebagai pedoman berbangsa dan bernegara. Apalagi, dia pernah mendengar ceramah agama yang menyebut bahwa seseorang yang memakan segenggam barang haram hasil korupsi, doa orang tersebut tidak akan didengar Allah selama empat puluh hari. Seringkali dalam pikiran Pak Kusen muncul analisis, kalau suatu bangsa mempunyai budaya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dan merata alias berjamaah, maka doa bangsa itu pasti percuma saja, malah berbagai bencana yang akan didapat dan bisa saja terpuruk.

*****

Suatu hari, Pak Kusen bersama kepala bagian yang lain mendapat tugas mendampingi pimpinan unit atau PU untuk menghadiri rapat bersama asosiasi pemborong jalan raya dan instansi terkait. Rapat diadakan bertempat di Hotel Sheraton Surabaya. Manajemen BUMN sudah datang lebih dulu, mengatur posisi duduk, dan mempersiapkan bahan yang akan dibahas bersama. Beberapa saat kemudian, para pengusaha pemborong jalan raya dan Kepala Kanwil (Kantor Wilayah) Perhubungan serta Kanwil Pekerjaan Umum (PU) datang bersama-sama. Mereka datang sangat menggelitik, karena melenggang khas para pengusaha dengan memamerkan koran yang memuat artikel dengan gambar karikatur lambang BUMN yang dilukiskan sebagai 2 ekor tikus. Lucunya, Manajemen BUMN saling tertawa seolah ikut meledek, tetapi tidak bagi Pak Kusen. Dia malah berpikir dengan mengerutkan dahinya dan berseru dalam hati, ”Tunggu dulu, ya!” 

Rapat pun segera dimulai. Ternyata para pengusaha pemborong jalan raya, Kanwil Perhubungan dan Kanwil PU, protes kenapa harga produk aspal  dalam valuta asing US$ dan dirasa terlalu mahal. Ketika para pengusaha pemborong dan kepala kanwil dengan bersemangat menyampaikan keberatan atas harga aspal yang dinilainya mahal, lamunan Pak Kusen melayang jauh ke Makassar. 

Dia teringat ketika menjelaskan dengan panjang lebar seputar aspal kepada anak buahnya dan pengusaha pemborong jalan raya beserta para centengnya. Disamping harga minta diturunkan dan inginnya tidak dalam US$, mereka juga minta dipenuhi kebutuhannya tepat waktu agar proyek yang sudah disepakati tidak terbengkalai. Pak Kusen menyimak dengan seksama semua yang dinyatakan oleh para pengusaha dan para kanwil. Seperti kebiasaannya, dia mencatat data dan bagian penting yang perlu menjadi perhatiannya. Ketika pimpinan unit mempersilakan Pak Kusen untuk menjelaskan kepada mereka semua yang hadir, maka tidak disia-siakan kesempatan itu untuk menyadarkan semuanya, termasuk kepada dirinya sendiri.

*****

Semenjak krisis ekonomi global tahun 1997-1998 yang membuat nilai kurs US$ naik tak terkendali, semua perusahaan yang mengandalkan impor mengalami kesulitan. Produk aspal sebagian besar masih diimpor, maka untuk mengantisipasi berbagai gejolak harga, khusus produk aspal diterapkan harganya dalam valuta asing US$. Memang aneh, tetapi itulah yang terpaksa bisa ditempuh. Dijual di dalam negeri, tetapi harganya dalam US$. 

Didahului dengan menyampaikan salam, Pak Kusen mulai angkat bicara dengan diseling basa-basi sekadarnya dan tentu saja memperkenalkan diri dan memaparkan tanggung jawab tugasnya. Dia memulai dengan menyampaikan pertanyaan, ”Bapak-bapak sekalian! Kebutuhan aspal untuk Provinsi Jawa Timur ini termasuk besar sekali melampaui estimasi yang telah ditetapkan. Kita kewalahan untuk impor karena produksi di dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan di seluruh tanah air. Setahu saya, masalah jalan raya ini ada tiga tantangannya, yaitu membuka jalan-raya baru, peningkatan kelas jalan-raya, dan perbaikan jalan-raya yang rusak. Saya ingin tahu, di antara tiga kasus tersebut, mana yang lebih banyak membutuhkan aspal di wilayah Jawa Timur ini?”

Yang dijawab hampir serempak, ”Perbaikan jalan yang rusak selama musim hujan Pak, dan itu terdapat di berbagai tempat yang perlu segera diadakan perbaikan!”

“Baik, kalau begitu!” kata Pak Kusen sambil tersenyum sebelum melanjutkan penjelasannya. Kemudian, diuraikanlah pengalamannya sewaktu bertugas di Makassar beberapa waktu yang lalu. “Ini pengalaman saya sewaktu bertugas di Makassar. Suatu hari, anak buah saya mengajukan usul pengadaan minyak bakar atau MFO (marine fuel oil). Produk tersebut merupakan bahan bakar minyak atau BBM sejenis minyak diesel untuk mesin diesel putaran rendah yang berwarna hitam kental. Karena kebutuhan itu melampaui kapasitas tangki timbun yang tersedia dan beberapa kali lipat dari kebutuhan rutin, lalu saya pertanyakan digunakan untuk apa saja?” 

Pak Kusen melanjutkan kalimatnya, “Dia bilang, untuk proyek pembangunan jalan Trans Sulawesi. Lalu, saya minta penjelasan tertulis disertai data kapan proyek itu mulai dikerjakan dan kapan selesainya, serta data digunakan untuk apa saja produk MFO itu disertai konsumsinya per hari dan per bulan. Dan betapa terkejutnya saya ketika mendapat penjelasan bahwa di samping untuk bahan bakar kendaraan berat, juga akan digunakan untuk campuran aspal. Maka saya panggil pengusaha yang bersangkutan serta anak buah saya untuk diberikan penjelasan dan pembinaan. Dengan menguraikan panjang lebar mengenai proses pengolahan minyak bumi, saya jelaskan bahwa produk aspal itu larut oleh semua jenis produk olahan minyak bumi, apalagi dengan semua jenis produk BBM termasuk MFO yang wujud fisiknya menyerupai aspal cair panas.”

Penjelasan Pak Kusen masih berlanjut, ia menambahkan, “Kalau aspal dicampur dengan MFO yang warnanya sama-sama hitam, maka daya lekat dan daya rekat aspal akan berkurang bahkan bisa hilang karena aspalnya larut dan menjadi encer. Mungkin bapak-bapak juga sudah tahu, tetapi mungkin belum paham dengan benar. Akibatnya, jalan raya mudah rusak kembali. Lalu diperbaiki lagi, biaya lagi dan memacetkan atau mengganggu arus lalu-lintas, dan begitu seterusnya berulang-ulang. Memang, pengusaha bisa untung besar, tetapi jalan yang mudah rusak membuat kita berdosa kepada rakyat yang membayar pajak dan juga merugikan negara. Jalan raya itu dibuat untuk kepentingan rakyat agar komunikasi jalur darat dan perekonomian berjalan dengan baik dan lancar karena jalan raya yang bermutu dan awet, bukan mutu jalan raya yang tiap tiga bulan diperbaiki karena selalu rusak.”

“Mohon diingat, kita ini punya pedoman hidup yang dituntun agama dan Pancasila dalam bekerja dan mengabdi kepada bangsa dan negara sesuai profesi masing-masing. Buat apa kita kaya raya kalau ternyata mencelakakan orang lain, misalnya karena jalanan rusak dan seringkali terjadi membuat motor terjatuh. Jalanan rusak ternyata menyedot aspal yang besar jumlahnya sehingga kita impor dalam jumlah besar. Takutnya, upaya mencampur aspal dengan produk lain untuk akal-akalan mencari untung besar juga terjadi di mana-mana termasuk di sini, sehingga membuat jalan raya mudah rusak di berbagai lokasi. Ini namanya, tikus ternyata juga ada di jalanan, Pak!” uraian Pak Kusen yang disambut dengan senyuman kecut semua yang hadir, boleh jadi karena merasa tersinggung berkat sindiran balik yang setimpal

Lanjutnya kemudian, ”Mohon bapak-bapak kanwil terkait, ikut mengawasi dengan ketat jalan raya yang sedang dibangun dan diperbaiki agar dikerjakan dengan baik sesuai teori dan aturannya, dan aspalnya tidak dicampur-campur dengan produk lain yang bisa merusak. Alhamdulillah, penjelasan saya mengenai proses pengolahan minyak bumi dan sifat aspal dipahami dengan baik terutama oleh pengusaha yang bersangkutan, dan usaha mengoplos aspal dengan produk BBM tidak sampai terjadi. Karena sebelumnya mereka sempat menuduh dan menebarkan isu, bahwa BUMN tidak mau memenuhi kebutuhan MFO yang sangat diperlukan untuk proyek negara.” 

Sekelebat, Pak Kusen ingat kembali ketika datang lima orang utusan pejabat setempat yang menanyakan kenapa ada aturan tidak boleh membeli MFO sesuai jumlah yang diminta. Dengan penjelasan yang hati-hati dan sistematis, mulai dari proses pengolahan minyak bumi sampai menjadi aspal, mereka menyimak dan mencatat dengan antusias. Juga dijelaskan mengenai sifat-sifat aspal serta bahayanya apabila dilanggar karena bisa merusak mutu jalan raya. Mereka semua memahami, bahkan menyampaikan terima kasih karena merasa mendapat ilmu baru mengenai minyak bumi.

Rapat ditutup dengan janji, BUMN akan menyampaikan informasi ke kantor pusat mengenai kebijakan harga jual produk aspal dalam valuta asing US$ yang dikeluhkan para pelanggan atau konsumen. Juga harapan pemenuhan kebutuhan produk aspal yang terus meningkat khususnya untuk Kawasan Jawa Timur, agar tepat waktu sebelum musim hujan tiba.

*****

Beberapa lama kemudian, ketika musim hujan tiba, seperti yang selalu terjadi, di mana-mana terdapat genangan air yang juga bisa mengikis dan merusak jalan yang dibuat secara serampangan dan tidak bermutu. Selain genangan air, di mana-mana juga banyak terdapat hamparan sampah yang tadinya dibuang secara sembarangan. Ini juga membuktikan betapa norma agama dan falsafah hidup Pancasila tidak dipahami dan tidak diamalkan dengan baik oleh umumnya masyarakat Indonesia. Tidak dihayati bahwa membuang sampah seenaknya adalah melanggar ketentuan agama, tidak berperikemanusiaan terhadap sesama, dan tidak mempunyai semangat hidup bersatu. Pelanggaran ini juga membuktikan perilaku masyarakat yang tidak menjunjung tinggi kebersamaan dan semangat gotong-royong, serta hanya bersikap masa bodoh terhadap lingkungannya.

Koran pagi memuat berita banjir di mana-mana. Juga berita, seorang pelajar pengendara motor terjatuh dan motornya terlindas mobil angkot karena terjebak di jalan yang rusak dan berlubang. Menurut saksi mata, pelajar sebuah SMA tersebut tidak bisa menghindar karena lubang itu tergenang air hujan sehingga tidak mudah kelihatan bagi pengendara yang berlari kencang. Kabarnya, dia ternyata anak seorang pemborong jalan raya yang mau berangkat ke sekolah. Motor mewahnya rusak parah dan sang anak yang terluka, kemudian oleh masyarakat segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat.

Tulisan oleh Muhammad Sadji
Ilustrasi oleh Haykal Fahri Gibran