Dunia menghadapi perubahan yang kian masif dan berlangsung cepat sehingga mensyaratkan inovasi sebagai modal menghadapi era disrupsi. Sektor industri sebagai wajah nasional sedang dikiatkan melalui pembangunan kawasan-kawasan industri yang visioner untuk menjadi salah satu investasi besar bagi perekonomian nasional.
Sektor industri dapat memberikan multiplier effect bagi perekonomian suatu negara karena mampu memicu pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Sektor industri mampu memberi arus modal masuk, menyerap tenaga kerja, serta menyumbang devisa dari ekspor pajak dan cukai.
Riset dan inovasi sangat diperlukan untuk bisa bersaing pada era kompetisi industri. Menanggapi isu tersebut, lantas disusun RPJMN 2020–2024 sebagai dokumen perencanaan pembangunan lima tahun ke depan yang mengakomodasi kebutuhan pembangunan kawasan. Rencana pembangunan ini menetapkan beberapa kawasan prioritas, termasuk di antaranya adalah Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB).
Kawasan Industri Terpadu Batang merupakan pilot project kawasan industri yang ramah investasi di Indonesia. Keberhasilan penerapannya membutuhkan sinergi yang baik antara pemerintah dan pelaku industri sehingga mampu menciptakan daya saing.
Proyek KIT Batang
KITB merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digagas oleh Pemerintah. Proyek pengembangan KITB atau Grand Batang City dikelola oleh PT Kawasan Industri Terpadu Batang atau disingkat PT KITB. KITB disebut sebagai kawasan industri terpadu karena terintegrasi dengan fasilitas infrastruktur lainnya, seperti pelabuhan, pembangkit tenaga listrik, hingga fasilitas air bersih.
KITB memiliki dukungan aksesibilitas eksisting yang baik karena terletak di tepi Jalan Tol Trans-Jawa ruas Semarang–Batang, terintegrasi dengan jalur kereta api, serta dekat dengan Bandara Ahmad Yani dan Pelabuhan Tanjung Emas. Lahan yang tersedia juga merupakan aset BUMN, yaitu PT PN IX (Persero) yang sekaligus salah satu pemegang saham KITB.
KITB yang berlokasi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, juga memiliki beberapa potensi yang mendorongnya untuk ditetapkan sebagai salah satu PSN. Misalnya saja, banyak potensi investasi yang terdapat di KITB mencakup industri makanan dan minuman, kimia, ICT & elektronik, dan otomotif. Sektor industri KITB berfokus pada teknologi yang bernilai tinggi, mampu menyerap banyak tenaga kerja, mendukung sektor industri pionir, bekerja sama dengan pengusaha lokal, berorientasi ekspor, serta memiliki luas tenant besar.
Pembangunan KITB juga menerapkan pola baru karena menggunakan tanah negara dan fasilitas yang disediakan pemerintah, seperti jalan, air, sanitasi dan perumahan. Hal tersebutlah yang membedakan KITB dengan kawasan industri lain sehingga diharapkan mampu menarik banyak investor karena harga jual lahannya yang sangat kompetitif.
Masterplan KIT Batang
Ahmad Zaki, Senior Vice President Operasi dan Teknik PT KITB, mengatakan bahwa KITB dibangun di atas lahan PT PN IX (Persero) seluas 4.300 hektare yang secara agraris dialihfungsikan secara hak guna usaha—yang awalnya lahan tersebut digunakan untuk tanaman/perkebunan, kemudian mendapat hak pengelolaan lahan (HPL) untuk dikonversi menjadi kawasan industri terintegrasi.
Tahap pengembangan KITB terbagi menjadi 4 fase, yaitu Fase 1 seluas 450 hektare, Fase 2 seluas 2.650 hektare, Fase 3 seluas 800 hektare, dan Fase 4 seluas 400 hektare. Sementara itu, klaster KITB dibagi menjadi 3 klaster utama. Tiap klaster memiliki karakter dan fitur yang berbeda, menyesuaikan kondisi alam eksisting dan tema pengembangan klaster.
Klaster 1 seluas 3.100 hektare disebut sebagai Distrik Kreasi. Klaster ini menjadikan kegiatan industri sebagai program utama yang didukung infrastruktur komprehensif dan fasilitas pendukung sehingga menciptakan keragaman aktivitas di KITB.
Guna mewujudkan kawasan industri ramah lingkungan, Klaster 2 seluas 800 hektare disebut sebagai Distrik Inovasi yang didominasi oleh ruang terbuka hijau. Sebagian besar areanya berupa perbukitan dengan kemiringan yang sangat curam. Selain Distrik Kreasi dan Inovasi, KITB juga menghadirkan Klaster Rekreasi pada Klaster 3 seluas 400 hektare. Area ini didominasi perumahan dan komersial rekreasi.
Metode Pengadaan dan Pematangan Lahan KIT Batang
Pengadaan dan pematangan lahan yang sudah dilaksanakan berada dalam Klaster 1 Fase 1. Ahmad Zaki menegaskan bahwa area seluas 450 hektare tersebut memiliki jenis tanah yang baik sehingga tidak diperlukan adanya change material dari luar kawasan. Selain itu, tidak terdapat juga penanganan lahan secara konstruktif, tetapi hanya analisis pekerjaan untuk mendapatkan harga terefisien dan terefektif.
Tantangan yang dihadapi pada pengadaan dan pematangan lahan ini ialah pekerjaannya harus dilakukan secara paralel dalam waktu singkat. Padahal, stakeholders dan proyek pekerjaan yang terlibat dalam proyek KITB sangat kompleks.
Sementara itu, pendekatan Klaster 1 Fase 1 juga tidak bisa langsung diterapkan pada fase lainnya karena harus melalui soil investigation terlebih dahulu untuk mengetahui jenis dan kondisi tanah. Proses perizinan pun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, tetapi juga harus dilaksanakan secara bersamaan, seperti izin lokasi, rencana tata ruang wilayah (RTRW), hingga analisis dampak lingkungan (AMDAL).
Pembangunan Infrastruktur
Keberadaan infrastruktur menjadi hal yang sangat esensial untuk menunjang suatu kawasan industri, termasuk mendukung kegiatan produksi dan distribusi serta meningkatkan minat investasi. Infrastruktur yang tangguh akan mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan serta mendukung pengembangan inovasi.
Air baku merupakan kebutuhan primer dalam proses industri sehingga dibutuhkan penyediaan air bersih dengan kuantitas serta kualitas yang dapat memenuhi kebutuhan industri. KITB diperkirakan membutuhkan pasokan air sebesar 1.580 liter/s.
Guna mencukupi kebutuhan air baku, dilakukan pembangunan Bendung Kedung Langgar seluas 142 hektare dan Bendung Sungai Urang seluas 29,32 m3. Untuk Fase 1, KITB membutuhkan supply air sebesar 285 liter/s yang berasal dari Bendung Kedung Langgar. Sementara itu, Fase 2 akan memanfaatkan Bendung Sungai Urang dengan kapasitas 1.295 liter/s.
Ahmad Zaki mengatakan bahwa instalasi pengolahan air (IPA) dibangun berdekatan dengan dua reservoir yang masing-masing berkapasitas 500 ribu m3. Sumber air baku tersebut selanjutnya disalurkan melalui pipa transmisi yang mengarah ke reservoir. Di IPA tersebut, air akan diolah menjadi air minum dan didistribusikan ke setiap tenant yang berada di Fase 1.
Dalam kegiatan industri juga akan dihasilkan timbulan air limbah akibat adanya aktivitas produksi se- hingga harus ditangani secara tepat agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Untuk itu, akan dibangun pula IPAL terintegrasi berkapasitas 18.000 m3/hari dan jaringan perpipaan air limbah KITB. Total timbulan air limbah KITB diperkirakan sebesar 1.265 liter/s dan untuk Fase 1, diperkirakan sebesar 207 liter/s.
Selain menghasilkan timbulan air limbah, kegiatan industri juga akan menghasilkan sampah atau limbah padat. Sampah atau limbah padat yang dihasilkan oleh kawasan Fase 1 diperkirakan sebesar 659 m3/hari. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibangun juga TPST berkapasitas 35 ton/hari di dalam kawasan industri.
Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Jawa III juga memba- ngun rumah susun untuk memfasilitasi para tenaga kerja di KITB. Rumah susun berada tidak jauh dengan tempat kerja agar dapat memberi nilai efisiensi tinggi sehingga meningkatkan produktivitas para pekerja. Pembangunan rumah susun merupakan upaya Pemerintah untuk menyediakan hunian yang layak sehingga para pekerja dapat terfasilitasi oleh hunian yang sehat dan nyaman.
Kebutuhan hunian dalam bentuk rumah susun diperlukan hingga 10 twin block. Pembangunan rumah susun yang terdiri dari 5 lantai tersebut terbagi menjadi 3 paket. Rumah susun tersebut berkapasitas 262 orang serta menggunakan panel surya untuk mendukung kebutuhan listrik.
Pengadaan Utilitas
Sektor industri membutuhkan energi listrik yang berlanjut, terjangkau, dan cukup guna mendukung penyediaan produk yang berkualitas dan berdaya saing.
PLN sudah menyiapkan pasokan 60 MW untuk mendukung kebutuhan listrik industri yang akan dihubungkan langsung ke tenant yang berkontrak. Selain itu, KITB juga berencana menggunakan energi alternatif melalui panel surya PV rooftop & PV street lighting di gedung perkantoran, kawasan perumahan, serta lampu penerangan jalan.
Selain energi listrik, sektor industri juga menjadi salah satu pangsa terbesar dalam pemanfaatan energi gas. Selain sebagai bahan bakar, energi gas di sektor industri juga digunakan sebagai bahan baku. Kebutuhan gas KITB diproyeksikan saat beroperasi pada tahun 2023 sebesar 24 MMSCFD.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, PT KITB bekerja sama dengan PT PGN Tbk. melalui skema revenue sharing dalam pembangunan pipa transmisi Gresik–Semarang dan pipa transmisi Cirebon–Semarang. Gas yang disalurkan melalui pipa transmisi tersebut berasal dari Jambaran Tiung Biru, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang saat ini dioperasikan oleh PT Pertamina EP Cepu.
Aspek Konektivitas
Konektivitas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kawasan industri. Konektivitas berperan dalam mendukung terciptanya industri yang tangguh melalui penyediaan infrastruktur. Selain itu, penyediaan jaringan transportasi multimoda yang menghubungkan simpul-simpul logistik juga mampu meningkatkan aksesibilitas angkutan barang dari pusat produksi menuju target logistik.
Aspek konektivitas KITB dapat ditinjau dari sisi darat dan sisi laut. Dari segi darat, terdapat jalur eksisting berupa jalan nasional yang menghubungkan Jakarta–Surabaya ataupun sebaliknya. Direktorat Jenderal Bina Marga juga telah selesai membangun pekerjaan paket jalan yang menghubungkan jalan nasional dari dan menuju KITB.
Selain itu, dibangun pula simpang susun yang melalui jalur tol, yaitu Simpang Susun Gringsing yang menghubungkan KITB dari dan ke area Jakarta ataupun Semarang–Surabaya. Simpang susun ini berada di KM 371+400 jalur A (Jakarta–Semarang).
Terkait rencana pembangunan konektivitas dari sisi laut, PT KITB juga berencana membangun pelabuhan baru, tetapi proyek tersebut masih dianalisis dalam jangka panjang. Hal ini karena di sekitar KITB telah terdapat beberapa pelabuhan eksisting, seperti Pelabuhan Tanjung Emas dan Pelabuhan Kendal, sehingga pembangunan pelabuhan baru perlu dianalisis aspek efektivitas dan persaingan bisnisnya
Sementara itu, kapasitas angkutan juga dinilai masih me- mungkinkan dengan kereta api. Untuk itu, saat ini akselerasi proyek KITB salah satunya menitikberatkan pembangunan dry port (pelabuhan darat) yang direncanakan dibangun di Stasiun Plabuan dengan luas 15,7 hektare.
Mengusung Konsep Smart and Sustainability
Pengembangan kawasan industri sudah seharusnya membawa aspek-aspek smart industry yang berkelanjutan. Aspek tersebut diterapkan pada penggunaan energi, pembangunan infrastruktur, hingga penerapan sistem manajemen lingkungan yang terstandar.
Kawasan KITB mengusung konsep “The Smart & Sustainable Industrial Estate”. Konsep tersebut terdiri dari 3 basic principles (Smart Society, Smart Environment & Infrastructure serta Smart Economy) dan 2 design interventions (Smart Experience dan Smart Planning).
Ahmad Zaki mengatakan bahwa konsep smart yang ditawarkan oleh KITB mengikuti tren digitalisasi dengan adanya pemanfaatan teknologi. Misalnya pada sistem penyaluran tenaga listrik dari PLN yang nantinya melalui saluran bawah tanah (underground cable). Saat ini, sedang direncanakan pula sistem yang mampu mendeteksi adanya kebocoran jaringan saringan IPAL di tenant hingga pengukuran pemakaian limbah air secara digital.
Meski sebagai kawasan industri, KITB tidak hanya mempersiapkan kebutuhan seputar industri saja, tetapi juga perumahan, pasar, rumah sakit, sarana olahraga, dan sebagainya. Hal ini guna mendukung konsep work and life balance.
INDAH WILDAN NURIAH</