[Kabar Jabar] VRI : Sang Penyambung Asa di Pelosok Negeri

“Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat” – Soe Hok Gie

 

Akhir ini banyak anak muda yang berkontribusi untuk Indonesia lewat berbagai cara, memberikan secerca asa akan keadilan, kesejahteraan, dan kemajuan bangsa serta negaranya. Vertical Rescue Indonesia (VRI) adalah salah satu cabang dari Komunitas Panjat Tebing Merah Putih yang telah mengabdikan jasanya untuk dunia penyelamatan dan pencarian korban di ketinggian selama 17 tahun ini. Butuh 20 menit dari pusat kota Bandung, Jawa Barat untuk dapat bertemu dengan puluhan anak muda yang peduli akan sesama itu. Salah satu pendiri VRI, Tedi Ixdiana, mengatakan didirikannya VRI pada 2000 berawal dari banyaknya musibah di tempat tinggi, seperti orang yang terjatuh ke jurang atau tersangkut di tebing. Hal tersebut yang membuat Tedi harus mencari orang yang mempunyai kemampuan mengevakuasi di titik-titik sulit tersebut sehingga disiapkanlah Sekolah Vertical Resque.

 

Sewaktu ditemui di markas, sedang diadakan pelatihan pemanjat tebing untuk mencetak gerakan 1 Juta Pemanjat Tebing. “Program ini dimaksudkan agar panjat tebing dicintai oleh orang-orang Indonesia. Maka dari itu pelatih-pelatih kita harus dibekali kemampuan softskill,“ tutur Tedi. Jika dikelola dengan baik, panjat tebing memang bisa menjadi kegiatan seru di kawasan wisata tertentu. Namun, ada kendala bagi pemanjat Indonesia dalam kemampuan softskill. “Pemanjat Indonesia jago-jago tetapi kemampuan propagandanya lemah, maka dari itu dibuat gerakan satu juta pemanjat tebing untuk mencetak beberapa pemanjat di beberapa daerah dan dibekali agar bisa mengajak dan membawa agar orang tertarik,” imbuh Tedi.

 

Menyebar Asa

myhome

Ketika Tim Liputan Clapeyron akan menyambangi Markas VRI yang ada di Jalan Pahlawan Nomer 70, Selasa (26/10). Sampai disana para awak disambut baik oleh salah seorang pendiri VRI. Menempati bangunan tua hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, terlihat banyak tumpukan material bahan bangunan di sana. Material tertumpuk tersebut akan digunakan mereka untuk membangun jembatan yang merupakan bagian dari Gerakan 1.000 Jembatan Gantung untuk Indonesia. Gerakan ini diinisiasi karena kebutuhan warga di beberapa pelosok daerah yang belum memiliki akses mobilitas yang layak karena terbelah sungai sehingga belum ada jembatan permanen yang dibuat pemerintah. Jembatan pertama untuk masyarakat yang mereka buat terdapat di Garut pasca banjir bandang. Hanya butuh beberapa hari bahu-membahu bersama masyarakat setempat untuk menyelesaikannya. Jembatan darurat tersebut dibangun guna mengevakusi warga dan mempermudah akses distribusi logistik pengungsi.

 

Sebenarnya jembatan pertama dibuat di Papua, yaitu jembatan pertama untuk pendaki dan menjadi awal mula keterlibatan Tedi dan VRI dalam gerakan 1.000 jembatan tersebut, berawal ketika ekspedisi Papua, mereka melihat banyak pendaki yang bermasalah karena untuk mencapai puncak harus melewati tebing ke tebing dan butuh waktu yang lama agar sampai dan banyak memakan korban. Akhirnya, ketika ekspedisi kelima mereka mempunyai solusi dengan membuat jembatan tali tiga dengan lebar satu meter di ketinggian 4.884 mdpl dengan jurang di kanan dan kiri setinggi 500 meter dan bentang 25 meter pada tahun 2015. Sekarang untuk mencapai puncak hanya membutuhkan waktu 30 detik dan dirasa berdampak besar hingga sekarang bagi para pendaki dalam mengektifkan manajemen perjalanan dalam mendaki Puncak Cartenz.

 

Sampai saat ini sudah ada total 38 jembatan yang dibangun dengan 4 jembatan di antaranya bisa dilalui motor, sedangkan jembatan terpanjang dengan bentang 146 m ada di Lampung. “Pembuatan jembatan terlama yang kami buat yaitu 6 hari. Sedangkan yang tersingkat dikerjakan 12 jam dengan bentang 15 meter menggunakan bahan bambu dan kayu.Semua itu tergantung dengan kondisi geografis yang cocok, maka pengerjaan akan cepat selesai,“ tandas Tedi.

 

Pembangunan jembatan bisa bermula dari permintaan masyarakat setempat atau langsung dari VRI. Sebelum pembangunan jembatan, VRI selalu melakukan survei dengan banyak aspek yang diperhatikan, meliputi aspek teknis dan sosial. Pihak VRI pun harus mempunyai kemampuan berkomunikasi dan analisis yang baik dengan masyarakatuntuk mengontrol dampak sosial serta lingkungan dari pembangunan jembatan tersebut.

 

Tergerak Bersama

 

Gerakan 1.000 Jembatan Gantung Indonesia memang membutuhkan usaha yang keras dan butuh dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, VRI dalam programnya juga besinergi dengan TNI, Polri, BPBD, Pesantren, dan Relawan. Relawan bisa berasal dari berbagai profesi. Asal ada kemauan dari mereka, VRI siap menampung dan menyalurkan bantuan mereka. “Harapan saya teman-teman dari teknik sipil juga bisa berkolaborasi.Disini kami belum ada hitung-hitungaan untuk struktur jembatan, kami selama ini hanya menggunakan akses tali atau rope access,“ harap Tedi.

myhome_0

Dalam pembangunan jembatan ini, dana yang diperoleh VRI berasal dari para donatur. Kegiatan ini semua atas swadaya masyarakat dan melibatkan masyarakat setempat sehingga mereka akan mempunyai rasa memiliki selain mereka dapat melakukan perawatan jembatan apabila terjadi miring atau masalah lain pada jembatan, seperti dengan penarikan sling baja yang efisien dan kuat. Pemilihan material juga memaksimalkan segala potensi sumber daya alam yang ada di masyarakat sehingga perawatan bagian jembatan dapat dilakukan dengan mudah, seperti plat lantai yang terbuat dari bambu atau kayu.

 

Kini dengan adanya jembatan, aktifitas dan mobilitas warga tidak menemui kendala lagi.Kehadiran jembatan mampu meningkatkan kesejahteraan karena mereka tidak perlu lagi mengeluarkan ongkos yang lebih besar ketika harus pergi ke desa sebrang. Tedi mengaku kebahagian bagi dia adalah saat jembatan karyanya selesai dan ketika masyarakat dapat menyebrang jembatan tersebut dengan selamat.

 

#kabarjabar

 

Artikel: Iqbal Ibrahim

Foto: Sativa Dwipuspa

 

Informasi lebih lanjut:

Line: https://line.me/R/ti/p/%40asx6449h

Instagram: @clapeyron.ugm

Laman: clapeyronmedia.com

Surel: humas@clapeyronmedia.com