Beranda BeritaTanggap Warsa Clapeyron Korsa Merah dan Pengkhianatan Sejarah

Korsa Merah dan Pengkhianatan Sejarah

oleh Redaksi

Menyandang status mahasiswa bukan tidak menimbang banyak hal. Bertaruh dengan lebih dari satu atau dua pilihan adalah tuntutan yang tak gampang. Berbagai macam fenomena kemudian melintas di hadapan saya, di sinilah banyak kekhawatiran bermula. Saya sadar apa yang selama ini saya hadapi di latar belakang kehidupan pendidikan sebelumnya ternyata belum apa-apa, belum menunjukkan dunia ideal akademik yang sesungguhnya.

Saya berkuliah dan berproses di Teknik Sipil UGM. Di dalamnya, perkuliahan terasa begitu ilmiah dan saintifik, ini tentu belum cukup. Berbagai organisasi intra dan ekstra kampus saya jajal guna memenuhi kebutuhan mental dan keterampilan berdinamika sebagai mahasiswa, terlebih saya menganggap bahwa di internal sipil sendiri organisasi mahasiswa tidak cukup membuat saya kenyang melahap ilmu pengetahuan dan wawasan di luar kelas. Sementara, di ruang kelas, isi kepala saya sudah dijejali penuh dengan matematika, fisika, dan berbagai macam rumus hitungan lainnya.

Suatu ketika, organisasi-organisasi di teknik sipil secara bersamaan menurunkan tampuk kepemimpinan mereka ke generasi selanjutnya. Saya masih sekadar mengamati, belum terikat dengan organisasi manapun. Awalnya, saya juga tak berharap banyak tentang apa-apa yang dijanjikan kepengurusan tiap organisasi di awal periode kepengurusan mereka. Sampai akhirnya, suatu perubahan besar tertangkap dalam pengamatan saya.

Clapeyron, organisasi pers mahasiswa teknik sipil UGM yang pada awalnya sama sekali tidak pernah menyentuh ekspektasi saya terhadap pers mahasiswa, secara mengejutkan muncul dengan gebrakan-gebrakan baru dalam dunia jurnalistiknya. Saya tak perlu ragu menyebutkan nama senior setongkrongan sepermainan saya, Kemal Fardianto dan Dhirta Parera, dua di antara banyak nama di generasinya yang sama-sama berjasa membawa revolusi besar di tubuh Clapeyron. Mereka mengembalikan kebesaran nama Clapeyron yang hilang dari sejarah setelah beberapa angkatan belakangan. Revolusi yang bagi saya merupakan sebuah bentuk pengkhianatan atas kemandekan sejarahnya sendiri.

Sejak hari itu, Clapeyron terus menjadi organisasi yang paling progresif dan menggairahkan di mata saya, meninggalkan organisasi-organisasi rumah KMTS lainnya, hingga akhirnya saya datang pada mereka (pengurus), menawarkan diri dan kerja sama. Singkat cerita, saya bergabung dan masuk ke kepengurusan, mengenakan korsa merah paska pengkaderan, masuk ke markas kami, dan mulai membicarakan langkah-langkah kepengurusan ke depannya.

Di sini saya mulai semakin melihat organisasi dengan transparan, bahwa Clapeyron begitu konsisten berdiri di atas prinsip dan bergerak dengan nilai dan etika jurnalistiknya. Bagi saya ini bukan perihal padat-padatan curriculum vitae, melainkan untuk tak melewatkan kesempatan berproses yang baik, ruang aktivitas mahasiswa yang progresif; dalam arti tidak sekadar menjadi volunteer tenaga di organisasi profit oriented atau tak membudakkan diri di organisasi yang cuma fokus mengadakan event tahunan saja. Di Clapeyron, saya mulai menyelami dunia jurnalistik yang awam tapi terdengar menarik bagi saya sebelumnya.

Pers sebagaimana kita pahami pada prinsipnya merupakan instrumen penting dalam menyampaikan informasi aktual dan faktual secara objektif, netral, dan terbuka. Clapeyron seprofesional mungkin berusaha memenuhi tuntutan tersebut. Kami sudah terbiasa melahap dan menyediakan data-data akurat dari narasumber-narasumber yang kompeten, terpercaya, dan jelas sanadnya. Memantau, mengamati, kemudian menempatkan dengan cermat isu-isu strategis sebagai bagian dari konten yang kami siapkan untuk konsumsi publik, semua output kami fasilitasi dengan kualitas terbaik media sebagai kekuatan platform kami. Ini yang kemudian membuat tingkat kepercayaan publik terhadap Clapeyron beserta kontennya terus meningkat seiring waktu.

Di sisi lain, nilai-nilai kemahasiswaan tak boleh luntur dari korsa merah. Kami boleh jadi adalah komplotan jurnalis yang sibuk mondar mandir menyiapkan informasi dan data, tapi kami tak sekadar wartawan yang hanya banyak tanya, mencatat notula dan menyampaikannya dengan macam-macam hiperbola. Clapeyron tak sebatas itu, kami tak lantas pincang kala menyandang status mahasiswa. Di Clapeyron, kami berusaha membudayakan diskusi dan literasi. Sebagai bagian dari sivitas akademik, proses berpikir lewat berbagai diskursus menjadi begitu penting dalam mewujudkan iklim akademik yang sehat dan produktif.

Clapeyron punya karakter yang cukup kuat sebagai sebuah gelanggang berdialektika yang penuh tantangan, terlebih kalau kita berbicara tentang isu pembangunan. Melihat lebih jauh dari statusnya sebagai organisasi pers mahasiswa, saya menyadari ada berbagai macam kepala yang cukup tangguh dengan prinsipnya masing-masing, tegas menyuarakan keberpihakan dan tak membiarkan pemikirannya terpenjara. Idealisme kami kerap berbenturan satu sama lain, tapi ini jelas positif dan tentu saja saya dapat menemukan khazanah berpikir yang teramat luas di dalamnya.

Di Clapeyron, kewajiban utama saya sebagai fungsionaris organisasi di divisi perusahaan adalah memasarkan produk secara masif, mengusahakan finansial organisasi guna kebutuhan produksi dan kegiatan lainnya, serta menjamin kualitas luaran dari produk yang akan dipasarkan. Menjadi orang yang duduk menjajakan majalah di berbagai acara di dalam dan di luar kampus, kemudian berinteraksi dengan calon pembeli yang kebanyakan tak jadi beli; padahal saya harus berkali-kali menjelaskan review majalah sambil meyakinkan kalau harga tersebut tidak lah terlalu mahal untuk kualitas yang tak perlu dipertanyakan. Ini merupakan pengalaman baru bagi saya yang kaitannya dengan urusan jual beli, karena mungkin saya tak ahli-ahli betul berjualan, mungkin karena tak punya bakat juga. Di luar itu, terkadang saya pun dapat jatah giliran meliput dan wawancara sana sini untuk kepentingan publikasi.

Ini mungkin adalah sedikit investasi bagi saya dengan Clapeyron yang bersedia menjadi wadah untuk saya bisa berekspresi dengan leluasa. Betul sekali, secara fungsi memang saya bertugas di divisi perusahaan, tapi kegemaran menulis musim-musiman saya sering kali diwadahi oleh Clapeyron. Tulisan dalam bentuk yang bagaimana dan tema apa saja tidak menjadi batasan. Clapeyron kerap kali merilis tulisan asal-asalan saya, mulai dari isu-isu pembangunan, politik, sosial, sampai review singkat sebuah film pernah dipublikasikan di media resmi Clapeyron yang hari ini sudah begitu populer; sampai-sampai tulisan tersebut sering menjadi pemantik berbagai diskusi dan perdebatan di media sosial.

Banyaknya hal-hal yang menantang selama berproses di Clapeyron telah membentuk kami para awak, dan menggairahkan bagi pribadi saya sebagai mahasiswa, menghadapi tekanan dan perjuangan yang tak sama dengan apa yang ada di ruang kelas atau bahkan organisasi lain. Apa yang kita peroleh boleh jadi bermanfaat di dunia kerja ke depan. Clapeyron mungkin adalah panggung simulasi daripada dunia professional itu sendiri karena yang kita bahas, amati, dan kaji adalah realita di lapangan yang bersentuhan dengan publik dan pemangku kebijakan.

Anda tak akan melihat begitu banyak alumni Clapeyron yang saat ini masih militan dan simpatik, bermitra kerja satu sama lain dan menjadi stakeholder di bidangnya masing-masing. Justru mereka telah berani menerima tantangan membawa nama Clapeyron dan berkembang di dalamnya bersama-sama, barangkali lebih berat daripada apa yang kita alami dengan segala bentuk aktivitas pers dan kegiatan kemahasiswaan yang sangat dibatasi oleh rezim pada zamannya.
Saya pribadi sangat bersyukur dan bangga dengan apa yang telah saya dapatkan dan saya bagikan, walaupun tak ada lah secuil sumbangsih saya bisa dikatakan berarti oleh sebuah nama sebesar Clapeyron. Doa dan harapan besar seiring bertambahnya usia dan pengabdian.

Selamat hari jadi Clapeyron, tetap profesional dan bermanfaat.

Tulisan oleh Muhammad Farizqi Khaldirian (Awak Clapeyron angkatan 2014)

Artikel Terkait