Gemah ripah loh jinawi, sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa kaya alam Indonesia. Hamparan pulau yang luas dari Sabang hingga Merauke dan Miangas hingga Rote pun terkesan tak ragu menyuguhkan beraneka ragam sumber daya alam. Tidak hanya itu, bentangan pulau tersebut juga menyimpan suatu kekayaan yang tidak kalah pentingnya, yaitu sumber daya air.
Air sebagai unsur penting dalam kehidupan makhluk hidup, sebenarnya telah diatur keberadaan dan penguasaannya dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3. Peraturan ini menjelaskan bahwa negara memiliki kuasa atas air dan harus mempergunakannya untuk kemakmuran rakyat, sehingga negara—dalam hal ini pemerintah pusat—maupun pemerintah daerah berkewajiban dalam pemenuhan hak masyarakat terhadap air bersih, sebagaimana tercantum pula dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pulau Jawa dan Bali telah mengalami defisit air pada musim kemarau sejak 1995. Beberapa wilayah lain di Indonesia pun tak luput dari isu krisis air, seperti yang terjadi di Kota Balikpapan pada 2014. Krisis air baku tersebut disebabkan oleh kebocoran pipa hisap air Waduk Manggar yang mengakibatkan amblesnya sebagian tanggul penampung. Padahal, Waduk Manggar merupakan satu-satunya sumber air baku yang digunakan oleh layanan air bersih di Balikpapan pada saat itu.
Upaya mewujudkan sembada air sebenarnya telah ditempuh pemerintah melalui proyek 65 bendungan dan ditargetkan selesai seluruhnya pada 2022. Salah satu proyek tersebut adalah Bendungan Teritip yang terletak di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Apabila ditilik lebih lanjut, Pemerintah Kota Balikpapan sudah berencana membangun Bendungan Teritip sejak 2003. Namun, proyek dengan pendanaan awal berasal dari APBD Kota Balikpapan itu harus berhenti pada 2007 akibat terkendala pembebasan lahan.
Ide melanjutkan proyek ini kemudian diangkat kembali oleh Rizal Effendi selaku Wali Kota Balikpapan ketika kota ini mengalami krisis air pada 2014. Bendungan Teritip pun ditetapkan menjadi proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 58 Tahun 2017 meskipun pembangunannya telah rampung pada akhir 2016.
Berdasarkan laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), bendungan ini mampu menyuplai air baku sebesar 0,25 meter kubik per detik untuk mengurangi defisit air baku yang ada di Balikpapan. Selain itu, Bendungan Teritip dapat digunakan sebagai pengendali banjir di permukiman penduduk dan industri di Balikpapan Timur serta menjadi tujuan wisata melalui fasilitas ruang terbuka hijau yang dimilikinya.
Terkait spesifikasi, tubuh Bendungan Teritip memiliki tinggi 10,5 meter, panjang puncak total sekitar 650 meter, dan lebar puncak bendungan 7 meter. Bendungan Teritip mempunyai kapasitas tampungan total sebesar 2,431 juta meter kubik dan kapasitas tampungan efektif sebesar 2,153 juta meter kubik.
Konstruksi bendungan dengan tipe urukan tanah homogen ini dikerjakan oleh PT Waskita Karya dengan nilai kontrak sebesar 261,5 milyar rupiah. Pembiayaan tersebut berasal dari pendanaan tahun jamak APBN dan APBD Provinsi Kalimantan Timur. Dengan adanya Bendungan Teritip, Kalimantan Timur khususnya Kota Balikpapan diharapkan dapat terbebas dari krisis air.
Tim Liputan Clapeyron
Rizki Ramadhan Prayitno
Afif Rachmadi
Andrea Wibowo