Beranda Berita Aksi Merawat Ingatan Dua Tahun Kasus Novel Baswedan

Aksi Merawat Ingatan Dua Tahun Kasus Novel Baswedan

oleh Redaksi

“Bukan Novel yang buta, tetapi negara yang buta. Negara bungkam, negara diam.”

Kamis (11/04/2019), genap dua tahun negara kita menoleransi kebobrokan penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus penyerangan yang dilakukan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Pada Jumat (12/04/2019), aliansi mahasiswa Universitas Gadjah Mada melakukan aksi untuk menyuarakan tuntutan akan keadilan hukum di Bundaran UGM, Yogyakarta.

Aksi dibuka dengan pembacaan puisi, dilanjutkan dengan orasi-orasi dari kelembagaan mahasiswa UGM, aksi teatrikal yang menampilkan reka ulang penyiraman air keras kepada Novel, lalu ditutup dengan penyalaan lilin dan pemanjatan doa. Eka yang berperan sebagai Humas dalam aksi tersebut menyebutkan bahwa waktu persiapan yang dibutuhkan untuk mengkaji urgensi pengusutan kasus oleh pemerintah dan pihak kepolisian adalah selama dua minggu. Selain itu, persiapan terkait koordinasi teknis antarorganisasi yang terlibat juga dilakukan.

Dalam aksi ini, mahasiswa menyatakan empat butir sikap. Pertama, mahasiswa mendesak Kapolri untuk segera menyampaikan perkembangan penyelidikan Tim Gabungan yang terbentuk sejak 8 Januari 2019. Kedua, mahasiswa menuntut adanya pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen.

Eka menambahkan bahwa kasus ini seharusnya sudah diusut secara tuntas sebelum berakhirnya masa tugas Tim Gabungan yang telah terbentuk, yaitu pada 7 Juli 2019. Jika masalah ini masih tidak menemui titik terang, Eka berharap terealisasinya pembentukan TGPF dengan proporsi anggota yang lebih berimbang karena Tim Gabungan saat ini didominasi oleh Polri.

Ketiga, mahasiswa menuntut presiden yang terpilih nantinya untuk menyelesaikan kasus penyerangan Novel Baswedan dalam kurun waktu 100 hari setelah dilantik. Poin keempat yang disuarakan adalah imbauan kepada masyarakat agar berperan sebagai mata yang ikut mengawasi jalannya pengusutan kasus ini.

Eka menyayangkan pihak kampus yang belum secara resmi merilis sikap terkait kasus Novel karena hal ini merupakan masalah nasional. “Kampus tidak boleh hanya sebagai mesin pemerintah. Kampus juga harus menjadi kritikus bagi pemerintah,” tutur Eka.

Aksi ini ditunjukkan sebagai bentuk empati mahasiswa yang merupakan bagian dari masyarakat Indonesia dan akan selalu ikut serta memperjuangkan keadilan bagi Novel Baswedan dan KPK.

Tim Liputan Clapeyron

Artikel Terkait