Pernahkah Anda mendengar istilah co-working atau co-working space? Co-working adalah sebuah gaya bekerja yang melibatkan lingkungan kerja bersama. Tidak seperti kantor biasanya, para pekerja di lingkungan co-working dapat berasal dari perusahaan atau organisasi yang berbeda-beda. Menggunakan konsep kerja sama dan keberagaman tersebut, muncul sebuah gaya hidup baru yang dinamakan co-living.
Co-living atau communal living adalah sebuah konsep tinggal bersama orang lain yang memiliki minat atau nilai-nilai hidup yang sama dan berbasis kekeluargaan. Tempat tinggal atau hunian yang digunakan dapat berupa rumah, unit apartemen, atau bahkan kostan. Para penghuni biasanya memiliki kamar tidur dan kamar mandi pribadi dengan beberapa ruang umum, seperti dapur dan ruang tamu yang dipakai secara bersama. Hunian co-living pada umumnya luas, terbuka, dan didesain sedemikian rupa supaya lebih ekonomis dan mendukung interaksi sosial antarpenghuni. Teman hunian juga bermacam-macam, bisa teman yang sudah dikenal sejak masa kecil, teman sekelas saat masa SMA, atau bisa juga orang asing yang belum pernah kita temui sebelumnya.
Konsep kekeluargaan ini mendorong penghuninya untuk saling berinteraksi dan berkolaborasi, layaknya sebuah komunitas yang erat. Pada umumnya, penghuni memiliki nilai-nilai atau tujuan yang sama. Para penghuni mungkin belajar di universitas yang sama atau mungkin bekerja di bidang pekerjaan yang mirip. Oleh sebab itu, hunian co-living juga dapat berperan ganda menjadi tempat co-working atau bahkan tempat untuk mengembangkan bisnis seperti startup.
Kostan dan Co-living, Apa Bedanya?
Walaupun beberapa kostan menggunakan konsep co-living, tetapi pada umumnya mereka berupa gaya hunian yang berbeda. Salah satu perbedaan besar dari kostan dan co-living adalah pengelolaannya. Co-living dikelola secara profesional, mengutamakan pelayanan dengan aspek komunitas (yoga, workshop, pemutaran film, fitness), serta memiliki fasilitas yang lebih lengkap (kolam renang, gym, laundry, taman). Pihak pengelola hunian co-living juga sering mengadakan acara-acara komunitas.
Dari segi gaya hidup juga sangat berbeda, co-living berbasis keterbukaan dan juga kekeluargaan yang mendorong penghuninya untuk saling berinteraksi dalam kehidupan sehari-harinya. Para penghuni dapat dengan mudah bekerja sama, bermain bersama, dan saling membantu, layaknya sebuah keluarga pada umumnya. Budaya hidup kostan pada umumnya lebih individualis karena para penghuninya biasa menghabiskan waktu di kamar masing-masing, tanpa berinteraksi dengan penghuni lainnya.
Mengapa Konsep Co-living Menjadi Populer di Kalangan Milenial?
Menaiknya popularitas co-living pada umumnya disebabkan oleh harga beli dan sewa properti yang sulit dijangkau. Bagi para kalangan milenial yang bekerja dan tinggal di sebuah kota baru, hal tersebut akan menjadi tantangan besar. Menurut data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, pada tahun 2019 diperkirakan ada 81 juta milenial di Indonesia yang belum memiliki hunian, dan jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat. Di perkotaan besar seperti Jakarta, hanya sekitar 84% generasi milenial yang memiliki atau menyewa tempat tinggal, sedangkan di Kota Yogyakarta, angka tersebut hanya mencapai 82%.
Kelebihan dan Kekurangan Co-living
Seperti yang telah disebutkan, hunian yang mengikuti konsep co-living memiliki banyak kelebihan, terutama dalam menghemat biaya dan mendapatkan fasilitas yang baik. Hunian co-living bisa menjadi tempat untuk mengembangkan diri, menambah relasi, dan juga menjadi peluang bisnis yang baik. Selain itu, kelebihan utama dari co-living adalah mendapat keluarga baru yang saling membantu dan mendukung. Konsep co-living juga sangat mendukung kalangan anak muda untuk mengembangkan diri, saling berkolaborasi, dan bertukar ilmu serta wawasan. Relasi dan kemampuan yang didapatkan akan membantu kalangan milenial dalam dunia kerja. Selain fasilitas dan pelayanan, desain tempat tinggal yang luas dan modern juga menarik banyak perhatian.
Co-living memiliki banyak kelebihan, tetapi tentu konsep tersebut bukan untuk semua orang. Karena latar belakang dan karakter para penghuni yang berbeda-beda, beberapa orang mungkin sulit beradaptasi dan merasa tidak cocok dengan lingkungannya. Hal tersebut akan berdampak negatif terhadap individu tersebut. Perbedaan gender penghuni juga merupakan isu di berbagai tempat. Selain itu, tidak semua orang ingin tinggal bersama orang-orang yang belum dikenal, dan bagi mereka yang ingin, privasi dan keamanan sesama penghuninya belum dapat terjamin.
Tulisan oleh Muhammad Haekal Azariansyah
Data oleh Nabila Alfiyya Husna
Gambar oleh Bagas Adi Wicaksono