Beranda Berbagi Dalam Pandemi Epidemi dan Masyarakat: Bagaimana Epidemi Mengubah Tatanan Sosio-Ekonomi

Epidemi dan Masyarakat: Bagaimana Epidemi Mengubah Tatanan Sosio-Ekonomi

oleh Redaksi

Pandemi SARS-CoV-2 atau Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia telah berlangsung sejak awal tahun 2020. Penyebaran yang berlangsung dalam tempo sedemikian cepat dengan jangkauan geografis yang sangat luas telah mendorong gerakan penjarakan fisik (physical distancing) dan kerja dari rumah (work from home), dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan laju penyebaran virus.

Gerakan dan kebijakan tersebut telah mendorong perubahan mendasar pada cara dan gaya hidup masyarakat. Namun, ini bukan pertama kalinya dunia menghadapi perubahan yang sedemikian masif untuk menghadapi pandemi. Sejarah mencatat pandemi turut berperan dalam membentuk tatanan sosio-ekonomi modern yang kita hidupi hari ini. Artikel ini bertujuan membahas konsekuensi pandemi terhadap arah berjalannya sejarah dan dinamika masyarakat modern dunia.

Penyakit dan wabah berkontribusi besar terhadap terbentuknya alur sejarah seperti yang kita ketahui saat ini. Penyakit dan wabah merupakan faktor penting yang membuka jalan lebar bagi kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa. Salah satu peristiwa yang penting adalah The Columbian Exchange. Peristiwa tersebut merujuk pada masa setelah Christopher Columbus pertama kali tiba di benua Amerika pada tahun 1492. Hubungan antara Eropa dan Amerika sebagai ‘dunia baru’ telah membuka peluang bagi penyebaran berbagai penyakit seperti cacar, campak, tipus, dan kolera. Penduduk asli benua Amerika yang tidak memiliki ketahanan terhadap bakteri dan penyakit dunia lama dengan mudah terserang dan dampaknya sangat mematikan. Penyakit-penyakit tersebut memuluskan jalan para pendatang Eropa untuk menguasai dunia baru dengan membunuh sebagian besar penduduk asli yang tidak memiliki kekebalan tubuh dan teknologi medis yang memadai (Diamond 2017). Implikasi lanjutan dari kejadian tersebut adalah berkembangnya perbudakan. Kegiatan ekonomi koloni Eropa yang berkembang demikian pesat memunculkan kebutuhan tenaga kerja yang besar pula dari waktu ke waktu. Angka mortalitas yang demikian besar mendorong para kolonialis untuk mendatangkan budak-budak dari Afrika (Nunn dan Qian 2010). Demikianlah perbudakan dimulai. Perbudakan akan menjadi isu besar yang memicu konflik dan masih diperdebatkan hingga era peradaban modern.

Penguasaan bangsa Eropa terhadap dunia baru tidak hanya membawa dampak negatif. Dengan bantuan penyakit yang dibawa, bangsa Eropa dapat dengan mudah membentuk ulang masyarakat dan menyusun kembali tatanan institusional masyarakat dunia baru (Acemoglu, Johnson, dan Robinson 2003). Acemoglu dan kawan-kawan juga menjelaskan bahwa pembentukan sebuah koloni baru mempertimbangkan prevalensi penyakit di tempat tersebut. Masyarakat yang dibangun oleh kolonialis Eropa memiliki modal institusi dan tatanan sosio-ekonomi berkualitas. Dampaknya, peradaban dengan tatanan institusi sosial dan ekonomi yang rapi berdasarkan contoh masyarakat Eropa hanya ada di daerah-daerah yang layak dihuni dan tidak terdapat penyakit mematikan. Faktor-faktor tersebut menjadi alasan penjelas bagi kemunculan negara-negara yang lebih maju daripada negara lainnya dalam segi ekonomi.

Konsekuensi lain dari pandemi terhadap aspek ekonomi masyarakat yang pernah dicatat sejarah adalah dampaknya terhadap pasar tenaga kerja dan redistribusi kekayaan. Alfani dan Murphy (2017), dalam penelitiannya, membahas bagaimana wabah pes (Yersinia pestis) yang dikenal sebagai The Black Death mengubah peradaban Eropa. Wabah pes dikaitkan dengan temuan penurunan ketimpangan pendapatan. Alfian dan Murphy berargumen bahwa penurunan ketimpangan ini dapat disebabkan oleh kenaikan upah riil akibat penurunan penawaran tenaga kerja. Kematian akibat wabah pes diperkirakan mencapai 60 persen penduduk Eropa dan Mediterania saat itu. Selain itu, perubahan lain dalam pasar tenaga kerja menyangkut partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja, khususnya di Eropa bagian utara. Penurunan penawaran tenaga kerja mendorong perempuan untuk masuk dalam pasar tenaga kerja. Peristiwa ini telah berkembang sedemikian rupa dan membentuk budaya masyarakat dengan pemahaman kesetaraan gender yang lebih matang.

Kita tidak dapat memungkiri pandangan normal yang melihat bahwa pandemi adalah sesuatu yang negatif dan menimbulkan penderitaan. Namun, menengok kembali dan memahami sejarah sepertinya bijak dan perlu untuk tiga hal. Pertama, sejarah dipelajari agar kita tidak lagi mengulangi kesalahan yang terjadi di masa lampau. Kedua, sejarah dipelajari agar kita menyadari hikmah dari musibah yang terjadi. Terakhir, pemahaman akan sejarah memupuk harapan akan situasi yang lebih baik setelah musibah berlalu.

 

Ditulis oleh Immanuel Satya Pekerti.

 

Referensi:

Acemoglu, Daron, Simon Johnson, dan James Robinson. 2003. “Disease and development in historical perspective.” Journal of the European Economic Association 1 (2–3): 397–405. doi:10.1162/154247603322391035.

Alfani, Guido, dan Tommy E. Murphy. 2017. “Plague and Lethal Epidemics in the Pre-Industrial World.” Journal of Economic History 77 (1): 314–343. doi:10.1017/S0022050717000092.

Diamond, Jared. 2017. Guns, Germs, and Steel: The Fate of Human Societies. W. W. Norton & Company.

Nunn, Nathan, dan Nancy Qian. 2010. “The Columbian exchange: A history of disease, food, and ideas.” Journal of Economic Perspectives 24 (2): 163–188. doi:10.1257/jep.24.2.163.

Artikel Terkait