Django Unchained: Perbudakan Tak Kunjung Tuntas, Luka Tetap Berbekas

“Manusia dilahirkan dengan kapasitas yang berbeda. Jika mereka bebas, mereka tidak setara. Jika mereka setara, mereka tidak bebas”.

Kutipan tersebut diungkapkan oleh salah satu penulis kontemporer asal Rusia yang menerima penghargaan nobel sastra pada tahun 1970, Aleksandr Isayevich Solzhenitsyn, dalam salah satu bukunya “The Gulag Archipelago”. Kutipan ini menggambarkan kebebasan dan kesetaraan manusia yang tidak dapat terjadi dalam satu waktu. Salah satu praktik nyata yang dampaknya masih dapat dirasakan hingga kini adalah perbudakan manusia.

Berdasarkan sejarah, perbudakan telah ada dan berkembang sejak lama yang dimulai dengan adanya penaklukan atas suatu kelompok oleh kelompok lainnya. Kelompok yang kuat dan memiliki kekuasaan akan menguasai kelompok yang lemah. Kepemilikan kekuasaan ekonomi dan politik juga menjadi sumber serta peluang berkembangnya perbudakan. Bila ditelisik dari fakta tersebut, sejatinya perbudakan bukanlah sebagai suatu dinamika baru dalam kehidupan bermasyarakat melainkan sebuah ritme pengulangan sejarah yang terjadi dalam suatu ekosistem.

Salah satu perbudakan yang diketahui banyak orang yaitu perbudakan di Amerika Serikat (AS). Titik awal dimulainya perbudakan di AS terjadi pada tahun 1616, ketika kargo berisi orang-orang benua Afrika yang diperbudak sampai di Virginia. Antara 1618 dan 1620, tercatat sekitar 50.000 orang diperbudak. Banyak di antara mereka merupakan tawanan perang yang didatangkan dari Angola.

Budak tidak diizinkan memiliki kehidupan keluarga yang stabil dan sedikit pun privasi. Bahkan, budak dilarang oleh hukum untuk belajar membaca ataupun menulis. Budak yang penurut/tidak melawan akan menerima tebusan berupa keringanan dari tuannya, sebaliknya budak yang memberontak atau memprovokasi akan mendapat hukuman brutal.

Bass Reeves merupakan satu dari sekian banyak contoh budak yang melakukan pemberontakan. Bass telah memenjarakan lebih dari 3000 kriminal dan membunuh 14 orang. Bass Reeves juga merupakan salah satu orang keturunan Afrika-Amerika pertama yang menjadi seorang Deputy US Marshal. Tokoh inilah yang menginspirasi Quentin Tarantino pada tahun 2012 untuk membuat film Django Unchained.

Berlatar belakang di Texas sekitar tahun 1858, Film Django Unchained mengisahkan seorang budak berkulit hitam sebagai tokoh utama bernama Django yang diperankan oleh Jamie Foxx. Django dibeli oleh seorang asing berkebangsaan Eropa, dr. King Schultz (diperankan oleh Christopher Waltz), dengan harga tawaran yang cukup tinggi dan memberinya surat kemerdekaan atas status budaknya.

Django yang sudah mahir berkelahi, dimanfaatkan oleh Schultz untuk menjadi rekannya dalam memburu para penjahat demi memperoleh tebusan uang. Hal tersebut akan menjadi kesenangan tersendiri bagi Django, disebabkan mayoritas para penjahat merupakan orang berkulit putih sehingga Ia merasa dendamnya terhadap mereka dapat terbalaskan.

Di dalam film Django Unchained didapati bahwa dampak dari sistem perbudakan dapat memengaruhi kondisi manusianya. Terlihat dari beberapa adegan, emosi Django tampak tidak stabil. Perbudakan akan memberikan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada individu yang mendapatkan perlakuan tersebut. Setelah mengulas film Django Unchained, didapati beberapa dampak perbudakan yang ditinjau dari aspek mental, kecerdasan, ekonomi, sosial, dan budaya.

Dari segi mental individu yang diperbudak, seseorang tentunya akan merasa tertekan karena segala hal yang dilakukan adalah berdasarkan paksaan dari pihak yang memperbudak. Hal ini selanjutnya menyebabkan mental seseorang akan terganggu. Terdapat dua akibat yang mungkin akan muncul, yakni sikap memberontak atau diam saja (putus asa). Namun, di sisi lain, kita pasti tidak asing dengan kata “senasib-sepenanggungan”. Sifat empati individu yang mengalami perbudakan terhadap sesamanya menjadi lebih tinggi karena mereka merasakan penderitaan yang sama.

Selanjutnya, perbudakan berpengaruh terhadap aspek kecerdasan dari budak itu sendiri. Korban perbudakan cenderung mendapat pekerjaan yang menuntut kekuatan fisik dalam periode waktu yang cukup lama. Selain itu, para budak tidak dapat memperoleh pendidikan sehingga kemampuan otak mereka tidak berkembang seiring berjalannya waktu. Karena keterbatasan tersebut, ilmu pengetahuan yang mereka miliki pun akan sejalan dengan aspek kecerdasannya.

Dari segi ekonomi, keuangan individu yang diperbudak tidak akan bertambah karena mereka bekerja tanpa dibayar. Sedangkan tuan mereka akan terus bertambah kaya karena mempunyai budak yang tidak perlu dibayar dan bekerja secara terus-menerus.

Adanya perbudakan juga membawa dampak terhadap aspek budaya suatu individu atau kelompok masyarakat dalam berbagai bidang. Peradaban suatu masyarakat tumbuh dan berkembang karena pertemuan manusia dari berbagai etnis dan wilayah. Adanya perbudakan antar kelompok masyarakat yang berbeda memungkinkan terjadinya percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling memengaruhi.

Perbudakan pada abad 21 sudah jarang kita temui secara gamblang. Walaupun begitu, tidak adanya perbudakan belum tentu menandakan bahwa manusia saat ini seutuhnya merdeka. Sejatinya, seseorang dapat dinyatakan merdeka apabila dapat terpenuhi hak hidupnya. Salah satu hak mendasar bagi manusia merdeka adalah kebebasan berekspresi.

“Saya dapat mengatakan apapun yang saya mau karena itu adalah kebebasan”, kalimat tersebut tidak salah, namun juga tidak bisa dibenarkan. Kebebasan berekspresi yang tidak bertanggung jawab memang tidak diinginkan, namun tidak berarti bahwa pembatasan kebebasan berekspresi merupakan hal yang sepenuhnya benar.

Praktisnya, seseorang yang memiliki kebebasan berekspresi penuh akan melanggar kebebasan berekspresi orang lain. Bila dibayangkan ada dua pihak berbicara pada saat bersamaan dan masing-masing ingin memenangkan perdebatan. Kita pasti mengharapkan masing-masing pihak agar tidak berbicara di saat bersamaan sehingga tercipta percakapan yang lebih teratur dan beradab.

Jika mereka tidak melakukan hal tersebut, maka interaksi di antara keduanya akan berubah menjadi saling bentak dan teriak sehingga masing-masing ingin lebih keras dibandingkan pihak lain. Akhirnya yang terjadi adalah kebisingan dan bukan pembicaraan. Kebebasan berekspresi dalam kasus ini telah diabaikan oleh kedua pembicara tersebut. Dengan kata lain, kita memerlukan sejenis sistem atau mekanisme untuk memastikan kebebasan berekspresi digunakan dengan baik.

Dalam menjamin kebebasan berekspresi yang termasuk dari hak untuk merdeka tetap terjaga, diperlukan kejelasan acuan berupa sistem maupun mekanisme supaya hal-hal yang berpotensi memicu terjadinya perbudakan dapat terhindarkan. Bila perbudakan sudah terjadi, apa yang dapat dilakukan untuk menghentikan perbudakan? Tidak ada jawaban pasti, tetapi dunia membutuhkan seorang pionir atau pencetus sebuah kemerdekaan. Dalam film ini, dr. Schultz memberikan sebuah sistem berupa surat kemerdekaan dan banyak sekali modal untuk Django sehingga pemberontakan yang dilakukannya bisa berhasil.

Klub 3 Diskusi Clapeyron
(Irma, Kinan, Ria, Dwitha, Bimo, Fikri, Setiawan)