Desain rancangan istana negara untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) Baru di Kalimantan Timur sempat viral di media sosial bulan April lalu. Isu tersebut mencuat setelah beredar video pendek yang memperlihatkan desain istana negara berlambang Burung Garuda. Desain karya I Nyoman Nuarta, seniman asal Bali, ini pun sontak menuai beragam komentar di media sosial.
Dilansir dari Kompas.com, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas ,Suharso Monoarfa, memastikan bahwa lokasi titik istana negara untuk calon IKN yang baru akan berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Lokasi ini berjarak kurang lebih sembilan puluh kilometer dari pusat kota Balikpapan dan memakan waktu tempuh perjalanan darat sekitar dua hingga tiga jam.
Pendapat Ahli mengenai Desain Istana Negara IKN karya I Nyoman Nuarta
“Arsitek dan seniman memiliki pendekatan yang berbeda. Masalah utama ada pada desainnya, bukan siapa yang mendesain,” ungkap Dosen Arsitektur UGM, Jatmika Adi Suryabrata.
Ir. Jatmika Adi Suryabrata, M.Sc., PhD., telah menjadi dosen di Departemen Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Gadjah Mada, sejak tahun 1986 dengan keahlian pada bidang Bangunan Hijau dan Desain Bioklimatik. Jatmika juga merupakan seorang praktisi arsitek yang mengkhususkan diri pada bangunan berkinerja tinggi dan bangunan hijau, beberapa di antaranya telah menerima penghargaan dari kompetisi tahunan Penghargaan Energi ASEAN pada tahun 2014, 2016, dan 2018.
Sejak polemik desain istana negara IKN ini mencuat, setidaknya terdapat lima asosiasi profesi yang secara terang-terangan mengkritik desainnya. Kelima asosiasi itu adalah Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP).
“Apakah cocok istana negara didesain seperti itu? Apakah itu tidak seperti Disneyland? Saya pribadi berpendapat desain itu jelek,” ujar Jatmika.
Desain yang Tidak Berlandaskan Pemikiran Berkelanjutan
“Saya rasa jika (desain istana) itu jadi, dan dicari-cari supaya konsepnya memiliki nilai sustainable, ya bisa saja. Tapi apakah desain itu lahir dari pemikiran sustainable, itu yang saya ragukan,” tambah Jatmika.
Arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture) sering juga dikenal sebagai green architecture. Konsep arsitektur ini berusaha untuk meminimalkan dampak negatif lingkungan bangunan dengan melakukan upaya efisiensi dan moderasi dalam penggunaan bahan, energi, dan pengembangan ruang serta ekosistem secara luas.
“Saya yakin bukan itu yang pertama kali terpikirkan saat mendesainnya (istana negara IKN). Tapi yang muncul pertama kali adalah optik Burung Garuda. Setelahnya dicari-cari agar desain tersebut bernilai sustainable, dan (cara, red) itu salah.”
Di sisi lain, Jatmika tidak sepenuhnya meragukan kemampuan I Nyoman Nuarta ataupunseniman lainnya untuk berkecimpung di dunia arsitektur. Jatmika justru menyanjung beberapa karya arsitektural yang didesain oleh I Nyoman Nuarta. “Apakah I Nyoman Nuarta tidak pantas untuk mendesain? Belum tentu juga. Desain beliau untuk masjid yang di sana (IKN, red) luar biasa bagus, out of the box,” tambah Jatmika.
Saran dari Ahli terhadap Persoalan Ini
Dikutip dari Bisnis.com, desain istana negara IKN diselesaikan oleh I Nyoman Nuarta hanya dalam tempo dua belas hari. Keterlibatan Nuarta dalam sayembara istana negara ini bermula saat Kementerian PUPR mengundangnya bersama dua puluh orang arsitek lain . Namun, hanya lima orang yang hadir untuk mengikuti Rapat Koordinasi Persiapan Sayembara di Kawasan Inti Pusat Pemerintah IKN.
Kelima orang tersebut diminta untuk menyelesaikan dua belas desain IKN, seperti Istana, Gedung DPR, kantor-kantor kementerian, tempat ibadah, dan bangunan lainnya dalam waktu dua belas hari. Selanjutnya, desain yang telah dibuat dipresentasikan kembali dalam bentuk video pendek. Tiba-tiba, saat pengumuman, I Nyoman Nuarta sangat terkejut karena dinobatkan menjadi pemenang dan dalam waktu satu bulan kedepan, diminta untuk membuat pradesain.
Jatmika pun membandingkan proses sayembara desain istana negara IKN ini dengan desain IKN. Menurutnya, sayembara desain IKN dilakukan secara transparan dan profesional. Sekadar menyegarkan kembali ingatan para pembaca, sayembara desain IKN diikuti oleh 755 peserta dari berbagai provinsi, termasuk luar negeri. Seluruh desain tersebut disaring melalui tahapan seleksi berupa evaluasi administrasi, voting, dan sistem scoring oleh tim juri berdasarkan beberapa kriteria penilaian yang telah ditetapkan. Hingga pada akhirnya, tersisa lima desain terbaik yang akan dinilai langsung oleh Presiden Jokowi bersama dewan juri.
“Saya yakin jika kita melakukan proses (sayembara, red) seperti yang dilakukan saat menyeleksi desain IKN, kita akan mendapatkan yang terbaik. Apa ada yang protes dengan desain (IKN, red) karya Sibarani (founder dan direktur dari URBAN+, studio desain pemenang desain Ibu Kota Negara Baru)? Ga ada,” tutup Jatmika.
(Artikel ini merupakan bagian pertama dari tulisan yang berjudul “Polemik Desain Istana Negara Ibu Kota Baru”. Nantikan pembahasan kami selanjutnya, yakni wawancara narasumber terkait lainnya dari pihak Pemerintah)
Data oleh Faatira Azzahra S K
Tulisan oleh Yoga Faerial
Gambar oleh Muhammad Iqbal Baihaqi