Sekitar abad ke-14 pada zaman Majapahit, Pancasila sudah dikenal melalui kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Pada kitab Negarakertagama tertulis:
“Yatnanggegwani Pancasyila Kertasangkarabhisekakakakrama”
Kalimat tersebut berarti, “Raja menjalankan dengan khidmat kelima pantangan (Pancasila), demikian juga dalam berbagai upacara ibadah dan dalam berbagai penobatan.“
Adapun dalam kitab Sutasoma, Pancasila lebih diartikan secara etimologis. Terdapat dua arti yang berbeda berdasarkan cara pembacaannya. Pancasila dengan huruf i dibaca pendek (Pancasila) bermakna berbatu sendi yang lima dengan panca yang berarti lima dan sila yang berarti batu sendi. Sedangkan, Pancasila dengan huruf i yang dibaca panjang (Pancasiila) berarti lima tingkah laku yang utama atau pelaksanaan kesusilaan yang lima. Lima tingkah laku utama ini disebut dengan Pancasila Krama. Isi dari Pancasila Krama adalah sebagai berikut:
• Tidak boleh melakukan kekerasan.
• Tidak boleh mencuri.
• Tidak boleh berjiwa dengki.
• Tidak boleh berlaku bohong.
• Tidak boleh minum minuman keras yang memabukkan.
Pancasila yang umum dikenal dewasa ini merupakan hasil dari rancangan konsep dasar negara yang dibahas dalam sidang BPUPKI. Pancasila lahir atas usulan dari Mr. Mohammad Yamin (29 Mei 1945), Mr. Soepomo (31 Mei 1945), dan Ir. Soekarno (1 Juni 1945). Pidato Ir. Soekarno menjelaskan tentang filosofi Pancasila sebagai dasar negara beserta dengan kelima sila yang terkandung di dalamnya. Pada akhirnya, tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.
Pada mulanya, Pancasila muncul dari perenungan Ir. Soekarno di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Saat itu, Ir. Soekarno berada dalam masa pengasingan pada tahun 1934-1939. Belanda mengasingkan Ir. Soekarno karena merasa terancam dengan pergerakannya. Di bawah pohon sukun pada sebuah taman, Ir. Soekarno duduk dan merenung hingga Pancasila terlintas dalam pikirannya.
Saat ini, taman tersebut dikenal sebagai Taman Renungan Pancasila atau Taman Renungan Bung Karno. Sedangkan, pohon sukun yang terdapat di taman itu diberi nama Pohon Pancasila sejak tahun 1980. Selain itu, dibuat patung Ir. Soekarno yang sedang duduk di bawah Pohon Pancasila dan menghadap ke arah laut untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut.
Seperti yang kita ketahui, lambang negara Indonesia, yakni burung Garuda Pancasila, merupakan lambang yang terinspirasi dari burung Garuda tunggangan Dewa Wisnu. Dalam mitologi Hindu, seekor burung yang gagah (Garuda) sedang mencari amertha sari untuk membebaskan ibunya dari seekor naga. Dalam perjalanannya, Garuda bertemu dengan Dewa Wisnu dan dijanjikan mendapat amertha sari apabila Garuda bersedia menjadi tunggangan-Nya.
Pancasila boleh jadi memiliki lambang agung serta filosofi melangit, tetapi akan menjadi tiada arti apabila anak bangsa luput untuk memaknainya dalam hati. Kita sebaiknya tidak hanya mengetahui dan mempelajari seluk beluk Pancasila sebagai dasar negara, tetapi juga menghayati dan melaksanakan Pancasila sebagai jati diri warga negara Indonesia. Dengan demikian, kita turut ikut dalam pembangunan karakter bangsa.
“Aku tidak mengatakan bahwa, aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah.”
– Ir. Soekarno (dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, halaman 240, oleh Cindy Adams)
Data dan tulisan oleh Wahyu Setyaningsih
Gambar oleh Rifki Fadhilah