Beranda Berita Flyover Kopo: Obat Kemacetan Kopo-Cibaduyut

Flyover Kopo: Obat Kemacetan Kopo-Cibaduyut

oleh Redaksi

Jalan yang terbebas dari kemacetan merupakan harapan bagi setiap orang, baik untuk mendorong mobilitas maupun menunjang perekonomian. Kemacetan umum dikenal sebagai terhambatnya laju kendaraan pada suatu ruas jalan yang biasa terjadi. Kemacetan sudah lama menguji kesabaran masyarakat daerah Kopo, Jawa Barat, tepatnya di persimpangan sebidang antara Jalan Raya Kopo dengan Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Menyikapi masalah kemacetan yang makin tidak kondusif, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional DKI Jakarta-Jawa Barat dan Pejabat Pembuat Komitmen 4.5 Satker PJN IV Jawa Barat sebagai pemilik berinovasi untuk mengurangi kemacetan pada titik tersebut. Inovasi yang dilakukan yakni berupa pembangunan jalan layang tak sebidang (flyover). Flyover Kopo nantinya akan dibangun melewati persimpangan sebidang Jalan Raya Kopo-Soekarno Hatta dan Persimpangan Cibaduyut-Jl. Soekarno Hatta, Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Dengan bentang rencana sepanjang 1,7 km, flyover ini mulai dibangun sejak 15 November 2020 lalu. Proyek yang dikerjakan oleh PT PP (Persero) Tbk dengan nilai proyek sebesar Rp262.643.015.797,80 ini ditargetkan akan rampung pada 3 September 2022 mendatang.

Hingga April (17/4), progres pelaksanaan proyek Flyover Kopo sudah mencapai angka 9%. Adapun pengerjaan terdiri atas frontage, yakni pelebaran pada sisi selatan, kemudian dilanjutkan dengan bagian elevated jika frontage sudah selesai.

Padatnya lalu lintas di sekitar area proyek menjadi salah satu hambatan bagi kontraktor untuk bisa bekerja secara produktif. Seperti yang disampaikan oleh Angga Johar Waluyo, Project Manager Flyover Kopo, “Jalan Soekarno-Hatta merupakan jalan dengan kepadatan tinggi. Jika nantinya frontage sudah selesai, maka (frontage, red) akan digunakan untuk pengalihannya.”

Flyover yang membentang sepanjang 1,7 km terdiri dari bagian jembatan sepanjang 1,3 km serta sambungan frontage sepanjang 0,4 km. Flyover ini dibangun menggunakan fondasi tipe bore pile dengan diameter 1,2 meter dan panjang 24-25 meter. Untuk memaksimalkan kekuatan struktur, spun pile dengan diameter 0,5 meter dan panjang 17-18 meter juga digunakan.

Pemilihan dua tipe fondasi ini berdasarkan proses perencanaan dengan data tanah yang sudah dianalisis. Metode pemancangan yang dipilih juga sudah mempertimbangkan kondisi lingkungan yang terletak sangat dekat dari kawasan publik dengan traffic yang cukup tinggi.

Adapun, pemancangan tidak dilakukan menggunakan hammer. Pasalnya, metode tersebut dapat menimbulkan getaran yang bisa mengakibatkan bangunan dan jalan eksisting yang ada di sekitarnya mengalami keretakan serta menimbulkan polusi suara.

Oleh karena itu, pemasangan spun pile pada flyover ini menggunakan metode khusus dengan alat Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) 320 ton. Cara kerjanya bukan dipukul dengan hammer, melainkan ditekan sehingga tidak menimbulkan getaran seperti proses jacked-in pile dan risiko terhadap lingkungan sekitar juga sangat minim.

Girder yang digunakan pada flyover ini menggunakan girder PC-I. Sedangkan pada area sebelum dan sesudah persimpangan, girder PC-U digunakan tepat di atas persimpangan dengan jarak 50 m. Penggunaan PC-U di atas persimpangan dipilih karena jarak bentangnya yang cukup panjang.

Setiap proyek tentu memiliki keunikannya masing-masing, baik itu keunikan yang bisa menjadi kelebihan atau malah menjadi kekurangan. Keunikan yang ada pada proyek ini terdapat pada situasi di sekitar area proyek karena penyedia jasa harus membuat infrastruktur di atas jalan yang sudah beroperasi. Tentu hal ini menjadi tantangan yang sangat besar karena kontraktor harus beradaptasi dengan persoalan yang ada di sekitarnya, mulai dari kondisi lalu lintas yang fluktuatif hingga masalah pembebasan lahan yang belum terselesaikan.

Keunikan lainnya, kontraktor mendapatkan banyak objek vital yang berada di bawah jalan eksisting. Pembangunannya harus mempertimbangkan keberadaan benda-benda vital tersebut, seperti jaringan kabel telepon sampai pipa-pipa PDAM.

Kontraktor harus menghadapi hambatan yang tidak kunjung terselesaikan di tengah kewajibannya untuk terus produktif. Hambatan ini timbul dari beberapa lahan yang belum terbebaskan karena kasus sengketa. Kendati demikian, kontraktor tidak memiliki wewenang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun, kontraktor harus terus berupaya agar pekerjaan tidak sampai terhenti karena flyover ini sudah lama ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kopo.

Dengan nilai kontrak sebesar Rp262.643.015.797,80, Proyek Flyover Kopo dibangun dengan skema pembiayaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang merupakan instrumen pembiayaan bersifat kreatif atau creative financing. Seperti yang dijelaskan oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, pada Forum Kebijakan Pembiayaan Proyek Infrastruktur, “Ini merupakan upaya kita untuk terus meningkatkan perkembangan ekonomi syariah atau instrumen syariah di Indonesia. Dengan peningkatan ini, Indonesia makin memiliki posisi dalam global syariah financing.”

Dengan dibangunnya Flyover Kopo, kemacetan yang selama ini menjadi halangan bagi aktivitas sehari-hari masyarakat daerah Kopo diharapkan dapat berkurang. PT PP (Persero) Tbk selaku kontraktor tentunya akan memaksimalkan pelaksanaan konstruksi dari segi mutu, biaya, serta waktu. Harapannya, Flyover Kopo bisa menjadi infrastruktur yang berguna bagi semua masyarakat yang nanti akan melintasinya.

Data oleh Tim Liputan Flyover Kopo
Tulisan oleh M. Ari Kesuma Shandy
Gambar oleh PT PP Proyek Flyover Kopo, disunting oleh Iqbal Baihaqi

Artikel Terkait