Tanpa adanya perubahan minda (mindset) masyarakat tentang sepeda dibarengi dengan kebijakan-kebijakan lain yang mampu mengakomodasi dan mendorong warga untuk lebih memilih sepeda ketimbang mobil atau sepeda motor, pembangunan jalur sepeda di kota-kota kita akan menjadi mubazir dan hanya buang-buang duit.
Dalam hal bersepeda, kita memang boleh iri pada masyarakat Belanda ataupun Denmark. Kedua negara tersebut boleh dibilang sebagai surganya para pesepeda. Kota-kota di Belanda ataupun Denmark menyediakan fasilitas untuk sepeda sedemikian prima sehingga menjadikan kendaraan roda dua nonpolutif ini sebagai salah satu transportasi utama di dalam kota. Imbasnya, tingkat polusi udara berkurang secara signifikan dan ini berarti kawasan perkotaan di sana menjadi makin bersih dan makin sehat.
Pertanyaan mendasarnya adalah mungkinkah kota-kota kita akhirnya bisa seperti kota-kota di Belanda ataupun di Denmark, di mana sepeda menjadi salah satu transportasi utama sehari-hari warga kota?
Menentukan Sukses
Kebijakan para pengelola kota akan sangat menentukan sukses atau tidaknya memasyarakatkan penggunaan sepeda di kalangan warga kota. Artinya, pengelola kota memang harus sungguh-sungguh dalam menyediakan sejumlah fasilitas memadai untuk sepeda dengan disokong pula oleh sejumlah kebijakan yang benar-benar prima.
Ketersediaan infrastruktur sepeda menjadi salah satu elemen krusial untuk mendorong makin banyak warga yang akhirnya memilih sepeda sebagai sarana transportasi sehari-hari.
Langkah pengelola sejumlah kota di Indonesia yang saat ini telah merintis pembangunan infrastruktur sepeda berupa jalur khusus bagi para pesepeda (bike lane) perlu diacungi jempol. Jalur khusus untuk pesepeda sangat dibutuhkan demi menjamin kenyamanan dan keselamatan para pesepeda. Jalur khusus bagi pesepeda perlu diperbanyak dan diperpanjang. Jalur-jalur khusus sepeda yang telah ada juga mesti rutin dirawat. Pelanggaran atas jalur sepeda, seperti untuk kepentingan berdagang atau parkir mobil, wajib ditindak tegas.
Keberadaan bike lane perlu didukung juga oleh sarana parkir sepeda. Dengan demikian, para goweser tidak kebingungan atau kerepotan apabila mereka telah sampai di suatu tempat dan harus memarkir sepeda mereka. Tempat-tempat publik dan fasilitas publik seperti taman kota, perpustakaan, kampus perguruan tinggi, sekolah, rumah sakit, rumah ibadah, gedung pertemuan, pusat perbelanjaan, hingga kantor pemerintah seyogianya mulai menyediakan lahan parkir buat sepeda.
Khusus untuk kampus perguruan tinggi dan sekolah, tidak ada salahnya apabila diwajibkan untuk memiliki lahan parkir sepeda. Hal ini guna menyokong gerakan bersepeda ke kampus ataupun bersepeda ke sekolah. Pengelola sekolah perlu mendorong siswa-siswinya untuk bersepeda ketimbang menunggang sepeda motor atau mobil pribadi, seperti yang banyak dilakukan para siswa-siswi sekarang ini—kendatipun sebagian dari mereka tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM) karena masih belum cukup umur.
Keberadaan pangkalan sewa sepeda (bike sharing) juga perlu diperbanyak agar mampu mengakomodasi orang-orang yang tidak memiliki atau tidak membawa sepeda, tetapi ingin bersepeda. Jika memungkinkan, pangkalan sewa sepeda ini juga tersedia di sekitar kompleks-kompleks permukiman sehingga akses warga untuk bersepeda makin mudah.
Mengingat kita berada di daerah tropis, di mana matahari bersinar sepanjang tahun, infrastruktur hijau berupa pohon-pohon rindang peneduh jalan mutlak dibutuhkan untuk membuat nyaman para pesepeda. Ini sangat penting.
Pohon-pohon berdaun rimbun yang berjejer di kanan dan kiri jalan sehingga membentuk kanopi, selain membuat suasana terlihat asri, juga akan membikin hawa lebih adem dan lebih segar. Keberadaan bike lane dengan pohon-pohon peneduh yang rindang menjadikan para goweser tidak akan cepat lelah dan kehilangan banyak cairan tatkala harus mengayuh pedal sepeda di siang hari saat matahari bersinar sangat terik sekalipun.
Keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut perlu dibarengi dengan sejumlah kebijakan lain, mulai dari tata kelola parkir dan tarif parkir kendaraan bermotor, pembatasan mobil dan sepeda motor, peningkatan layanan transportasi umum hingga insentif untuk para pesepeda, yang muaranya mendorong warga agar lebih memilih bersepeda daripada menggunakan sepeda motor atau mobil untuk transportasi sehari-hari.
Namun, itu juga masih belum cukup. Masih ada lagi hal lain yang dibutuhkan, yaitu perubahan minda masyarakat tentang sepeda.
Sejatinya, sepeda adalah alat transportasi. Seperti halnya mobil atau sepeda motor. Sebagai alat transportasi, sepeda sejatinya juga dapat menggantikan sepeda motor dan mobil, terutama untuk menempuh jarak yang relatif dekat.
Faktanya, sejauh ini, sepeda di negeri ini masih belum difungsikan secara masif sebagai alat transportasi. Dewasa ini, sebagian besar masyarakat kita masih menganggap sepeda sekadar alat rekreasi dan olahraga saja. Jadi, tak perlu heran apabila mereka sepedahan hanya sekadar untuk rekreasi dan olahraga, bahkan ada yang cuma untuk gaya-gayaan.
Untuk transportasi sehari-hari, ke tempat kerja, ke kampus, belanja ke pasar, apalagi ke kondangan, mayoritas orang kita menggunakan sepeda motor dan mobil. Selama sebagian besar masyarakat kita masih menganggap bahwa sepeda hanya sebatas alat rekreasi dan olahraga maka sulit diharapkan bila sepeda mampu mendominasi jalanan di kota-kota negeri ini.
Disediakannya jalur-jalur khusus sepeda, misalnya, tidak otomatis membuat orang-orang yang tiap hari naik mobil dan naik sepeda motor segera beralih naik sepeda. Oleh sebab itu, sejauh ini, keberadaan jalur-jalur sepeda di kota-kota kita akhirnya kurang efektif. Jalanan kita tetap saja dipenuhi oleh kendaraan bermotor dan tetap polutif. Orang kebanyakan tetap emoh ngantor atau ngampus naik sepeda.
Tanpa ada perubahan minda serta tanpa ada kebijakan-kebijakan lain yang mampu mendorong warga untuk lebih memilih bersepeda, sekeren apa pun jalur khusus yang disediakan untuk pesepeda, akhirnya jalur itu hanya kosmetik. Paling-paling hanya ramai untuk sepedahan dan selfie-selfie pada akhir pekan dan hari-hari libur—itu pun di pagi hari saat cuaca belum terik.
Hari-hari kerja biasa, praktis jalur khusus sepeda itu cenderung nganggur, tak banyak digunakan oleh para pesepeda. Orang kita tetap merasa lebih nyaman wara-wiri sepanjang hari untuk berbagai keperluan menggunakan sepeda motor dan mobil.
Jadi, tampaknya masih perlu waktu panjang untuk menjadikan kota-kota kita sebagai kota sepeda, seperti di Belanda, ataupun di Denmark. Itulah realitasnya.
Tulisan oleh Djoko Subinarto
Ilustrasi oleh Ammar Fadhil