Beranda Berita Hearing Rektorat sebagai Jawaban atas Tuntutan Aksi “Geger Gedhen”

Hearing Rektorat sebagai Jawaban atas Tuntutan Aksi “Geger Gedhen”

oleh Redaksi

“Kalau terjadi asymmetric information, (maka) akan banyak ketidakseimbangan informasi, yang (pada akhirnya) menyebabkan ketidakstabilan,” kutip Bapak Djagal Wiseso,
mengawali Hearing Rektorat UGM pada Rabu (15/12). Hearing tersebut dilaksanakan di Ruang Nusantara University Club (UC) UGM dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat kampus, seperti BEM KM UGM, Forum Advokasi (Formad) UGM, Forum Komunikasi Mahasiswa UGM, Aliansi Mahasiswa UGM, dan perwakilan dari elemen lainnya. Selain dilaksanakan secara luring terbatas, hearing ini juga dilaksanakan melalui media Zoom dengan jumlah peserta yang dibatasi.

Dalam hearing tersebut, perwakilan mahasiswa berkesempatan untuk menyampaikan keluhan dan tuntutannya secara langsung kepada pihak rektor. Terdapat 3 subtopik yang diejawantahkan menjadi enam bahasan beserta rekomendasi dan tuntutan kepada pihak rektor. Enam pokok pembahasan tersebut meliputi pembangunan fasilitas kemahasiswaan, kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, implementasi program Kampus Merdeka, pelaksanaan KKN-PPM UGM, fasilitas dan unit layanan disabilitas, serta bahasan finansial yang mencakup unit konseling finansial mahasiswa dan pelibatan mahasiswa dalam verifikasi UKT.

Menindaklanjuti dari kegiatan “Geger Gedhen” yang diadakan pada Jumat (10/12) minggu lalu, pihak rektor akhirnya merespons lewat Hearing Rektorat yang dibuka dengan sambutan oleh Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr selaku Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Pembangunan Fasilitas Mahasiswa

Pembahasan pertama mengangkat tentang isu pembangunan fasilitas mahasiswa. Topik ini dilatarbelakangi oleh keresahan mahasiswa mengenai transparansi informasi serta kondisi terkini pembangunan fasilitas yang sedang berlangsung.

Pembangunan tersebut meliputi Gelanggang Mahasiswa, GOR Pancasila, Kawasan Kerohanian, fasilitas ramah difabel, dan fasilitas akomodasi kebutuhan mahasiswa. Topik pertama tersebut mendapatkan respons hangat dari Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng. selaku Rektor UGM yang menyampaikan bahwa proses pembangunan Gelanggang Mahasiswa saat ini telah sampai pada tahap pembuatan DED dan harapannya akan dilanjutkan dengan tahapan groundbreaking awal tahun depan.

Selain itu, beliau juga menambahkan bahwa proses yang lama ini terjadi karena adanya beberapa perubahan desain yang mengacu pada kebutuhan dan kesesuaian terhadap konsep yang berkelanjutan (green bulding). Konsep bangunannya yang “ikonik” dengan struktur kompleks juga menyebabkan beberapa perubahan desain untuk menjaga keamanan struktural. Penataan ruangan Gelanggang juga akan mengusung “konsep kegiatan” yang kolektif dan lebih terbuka, tanpa sekat-sekat atau ruangan khusus. Namun, keputusan tersebut menuai banyak polemik di tengah mahasiswa karena kehadiran ruang privat dirasa sangat dibutuhkan untuk mewadahi setiap UKM dengan dinamikanya yang berbeda-beda.

Penjelasan selanjutnya kemudian ditambahkan oleh Prof.Dr.Ir. Bambang Agus Kironoto selaku Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset yang menyampaikan bahwa perkembangan pembangunan GOR sudah sampai pada tahapan tanda tangan kontrak sebesar 35 miliar rupiah. Anggaran tersebut perlu dibarengi dengan pengawasan dan pengendalian kualitas bahan bangunan yang ekstra. Beliau menyatakan bahwa adanya permasalahan perizinan dan penyerahan dari pihak Kemenpora kepada UGM, membuat GOR mangkrak cukup lama sehingga membutuhkan beberapa perbaikan dan revisi desain.

Sementara itu, Pusat Kerohanian telah mengalami berbagai polemik di masa-masa sebelumnya sehingga sejak beberapa periode rektor yang lalu, gedung ini hanya sampai output berupa konsep, belum sampai DED. Setelah didapatkan perizinan, kendala saat ini meliputi sulitnya mendapatkan lahan yang luas sehingga perlu dilakukan relokasi beberapa bangunan dan rumah dinas.

SCH atau Super Creative Hub turut disinggung pada pembahasan ini. SCH rencananya berlokasi di sepanjang Gelanggang hingga PKKH. Prof. Djagal menyatakan bahwa SCH diharapkan dapat menjadi pusat wadah untuk membekali mahasiswa UGM dengan berbagai aspek yang meliputi keterampilan, kepemimpinan, kewirausahaan, dan kebudayaan. Beliau juga memaparkan bahwa nantinya terdapat beberapa training center yang berorientasi pada perusahaan startup abad 21 seperti Tokopedia atau Amazon. Hal tersebut tentunya akan memfasilitasi mahasiswa dalam program MBKM karena mempermudah akses terhadap berbagai lembaga, perusahaan, dan organisasi eksternal.

Terkait persoalan transparansi akan kejelasan proses pembangunan fasilitas mahasiswa yang sedang berlangsung, Pak Panut menyatakan bahwa tidak ada masalah apabila nantinya terdapat portal tambahan atau sekadar menu informasi pada laman resmi UGM. Partisipasi mahasiswa dalam berbagai bentuk seperti survei ataupun hasil pemikiran juga sangat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi, kembali lagi jika tidak semua usulan tersebut dapat dikabulkan mengingat periode kepengurusan rektor yang akan berakhir hingga akhir Mei 2022 ini.

Peraturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Pembahasan dimulai dengan pemaparan survei terkait pelayanan Unit Layanan Terpadu (ULT) yang selama ini dinilai kurang dekat dengan mahasiswa dan birokrasinya terkesan bertele-tele. Kenyataan tersebut dicerminkan lewat hasil survei dengan 317 responden mahasiswa UGM, pernyataan “Aku merasa aman dari kekerasan seksual” hanya mendapatkan nilai 3,18 dari 5.

Menanggapi hal tersebut, pihak rektor menyatakan bahwa UGM sudah terlebih dahulu menangani kasus kekerasan seksual sebelum adanya Permendikbud Ristek 30 Tahun 2021. Penanganan kasus tersebut kemudian diadaptasikan dengan Permendikbud Ristek supaya dapat sesuai juga dengan tradisi yang ada di UGM. Terlebih lagi, revisi-revisi tentu sangat dibutuhkan sehingga nantinya mahasiswa yang ingin mengekspresikan pendapatnya dapat secara langsung diakomodasi dalam penyesuaian Peraturan Rektor No. 1 Tahun 2020.

Pihak rektor menambahkan bahwa nantinya sosialisasi mengenai mekanisme pelaporan akan digencarkan sehingga harapannya semua elemen civitas academica di UGM dapat terlayani dengan baik oleh ULT. Banyak upaya dan diskusi yang telah dilakukan oleh pihak universitas mengenai penanganan kasus-kasus yang sedang terjadi. Peran badan advokasi mahasiswa di sini juga penting keberadaannya karena diharapkan dengan adanya advokasi tersebut, mahasiswa dapat lebih terbuka dalam menyampaikan masalahnya.

Tidak dapat dimungkiri bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi tergolong hal yang rumit untuk diatasi. Berbagai peraturan dan tim yang ada tentunya ditegakkan untuk menjaring pelaku dan memberikan sanksi yang setimpal. Pihak rektor secara langsung juga meminta bantuan dari mahasiswa untuk mensosialisasikan serta menegakkan peraturan-peraturan yang ada agar semuanya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang ditargetkan.

Pelaksanaan Program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (MBKM) di UGM

Merdeka Belajar: Kampus Merdeka merupakan program yang saat ini sedang hangat untuk dibicarakan mengingat peran serta keberadaannya yang tergolong krusial. MBKM dinilai sebagai terobosan baru yang mendorong mahasiswa untuk lebih berorientasi secara mandiri dan sistematis. Akan tetapi, berjalannya Program MBKM memiliki berbagai kendala, terutama saat persebaran informasi pada tingkat fakultas ataupun prodi. Mayoritas dari mahasiswa merasa bahwa mekanisme dari MBKM ini kurang jelas, bahkan beberapa di antara mereka mengaku tidak mendapatkan informasi mengenai mekanisme dari program terkait.

Berdasarkan pernyataan tersebut, pihak rektor menyatakan bahwa segala informasi mengenai Program MBKM telah disampaikan dan disosialisasikan secara bertahap melalui berbagai komponen di universitas. Berangkat dari hal tersebut, bayangannya baik fakultas maupun prodi dapat meneruskan kepada mahasiswanya sehingga dapat terimplementasikan dengan baik. Begitu pun sistem konversi SKS yang berhubungan erat dengan program MBKM ini juga sudah disosialisasikan. Namun, semua kebijakan yang bersangkutan dengan konversi SKS tersebut tetap kembali kepada keputusan pemilik kurikulum—dalam hal ini yaitu prodi— sehingga nantinya dapat menyesuaikan dengan ketetapan yang ada.

Pada periode lalu, Program Grebeg MBKM telah digencarkan di laman Simaster. Akan tetapi, kenyataanya dari ribuan mahasiswa hanya terdapat sekitar 100 mahasiswa yang mengikuti sosialisasi di laman Simaster. Dari permasalahan tersebut, rencananya akan ditambahkan Ruang Pra-KRS sehingga diharapkan mahasiswa dapat merancang SKS terlebih dahulu agar nantinya tidak ada kebingungan baik dalam hal mekanisme maupun penerapannya.

Dalam pembahasan ini, pihak rektor juga menyinggung mengenai pertukaran mahasiswa baik pada cakupan dalam negeri maupun luar negeri. Pihak rektor sangat menyayangkan kenyataan minat pertukaran mahasiswa ke luar negeri yang sangat jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pertukaran mahasiswa dalam negeri.

Pihak rektor juga menekankan bahwa pada penerapan Program MBKM ini dibutuhkan pemikiran yang matang dari mahasiswa sehingga nantinya tidak ada kejadian salah pilih ataupun mangkir dari program yang telah dipilih atau diikuti. Beliau berpesan untuk menyukseskan Program MBKM ini karena program ini adalah sarana yang tepat untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas yang ada.

Penetapan dan Pelaksanaan Kebijakan KKN PPM UGM

Secara spesifik, terdapat 3 permasalahan yang diangkat dalam isu kali ini. Pertama terkait peran universitas sebagai jembatan antara mahasiswa, Pemda dan masyarakat. Kedua mengenai kebijakan KKN daring yang cenderung memberatkan masyarakat. Ketiga tentang kepastian yang jelas mengenai pelaksanaan KKN yang luring atau daring. Dr. Rachmawan Budiarto, S.T., M.T. selaku Sekretaris Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat pun berkesempatan untuk menjawab permasalahan-permasalahan pada isu ini.

Menurut Rachmawan, universitas sangat berhati-hati dan cermat dalam mengambil keputusan KKN. Tidak hanya mengamati lewat indikator total jumlah meninggal dan terinfeksi secara nasional, tetapi sampai ke level kabupaten bahkan mencermati variabel-variabel penentu lainnya. Sebagai gambaran, per tanggal 13 Agustus 2021, terdapat 111 mahasiswa yang melaporkan terinfeksi Covid-19 saat menjalani KKN daring. Melihat situasi yang ada, universitas memohon maaf karena tidak bisa memberi kepastian mengenai pelaksanaan KKN tahun depan.

Mengenai permasalahan kinerja sejumlah DPL yang dirasa mahasiswa kurang maksimal, Rachmawan mengingatkan bahwa semua DPL yang ada di UGM sudah melalui Sekolah DPL sehingga diharapkan dapat memiliki kompetensi yang dapat membantu mahasiswa saat menjalani KKN. Walaupun begitu, universitas juga tidak menutup mata akan adanya satu atau dua DPL yang tidak maksimal sehingga evaluasi akan terus-menerus dilakukan oleh universitas.

Rachmawan juga menegaskan bahwa setiap unit KKN diberi uang program 5 juta rupiah yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan sehingga mahasiswa diperbolehkan untuk membeli pulsa kepada masyarakat di tempat pengabdiannya. Di samping itu, daerah setempat telah memberikan persetujuan dan kesanggupannya untuk menerima tim KKN daring di UGM sehingga UGM berharap masyarakat tidak merasa terbebani.

Panut menambahkan bahwasanya sudah banyak kepala daerah yang menghubungi secara langsung beliau, meminta untuk diadakan KKN luring di daerahnya. Sebagai contoh Bupati Kampar yang meminta UGM untuk melaksanakan KKN luring guna pengembangan Satu Data di daerahnya. Lurah dari Lombok Barat juga menghubungi secara langsung untuk meminta mahasiswa KKN UGM dalam pengembangan pariwisata dan penataan irigasi pada daerah tersebut. Namun, Ia menekankan kembali bahwa UGM akan terus melihat kondisi Covid-19 di Indonesia sebelum menerjunkan mahasiswanya untuk KKN secara luring.

“Karena ada orang tua mahasiswa yang menyampaikan, lebih baik anak saya tidak jadi sarjana kalau harus mati sia-sia,” tutup Pak Djagal mengakhiri isu keempat pada hearing.

Fasilitas Ramah Difabel

Pernyataan mengenai keluhan fasilitas dan pelayanan difabel disampaikan langsung oleh Alexander Farrel sebagai perwakilan dari mahasiswa dengan disabilitas. Hal pertama yang digarisbawahi di sini adalah masih ada beberapa dosen yang belum mengetahui tentang keberadaan mahasiswa difabel pada kelas mengajarnya. Hal tersebut dikhawatirkan akan mempersulit mahasiswa difabel untuk mengikuti kelas yang sedang berlangsung. Pihak rektor kemudian menanggapi secara langsung bahwa kendala tersebut merupakan evaluasi bagi pihak kampus untuk melakukan pendataan dan pencarian informasi lebih lanjut agar dapat disosialisasikan.

Saat ini, fasilitas dan pelayanan difabel di kampus pun dikeluhkan masih banyak kekurangannya. Bahkan, beberapa fasilitas pun ada yang disalahgunakan. Pihak rektorat menyatakan sebenarnya fasilitas dan pelayanan difabel di UGM sudah tersedia di semua bagian baik di bangunan maupun fasilitas, jalan hingga trotoar. Meskipun begitu, pihak rektorat tetap akan menindaklanjuti perihal terkait sehingga upaya perbaikan akan terus dilakukan—khususnya di bangunan tua— hingga mencapai level yang diharapkan.

Saat ini, Unit Layanan Difabel berada di bawah kendali Unit Layanan Terpadu. Hal tersebut dirasa kurang efektif karena apabila ULD berdiri sendiri, fungsinya secara struktural dapat berjalan dengan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan langsung kepada rektor. Pihak rektor pun menanggapi bahwa nantinya akan ada diskusi lebih lanjut terkait penguatan fungsi sehingga nantinya dapat disegerakan untuk memfasilitasi hal-hal yang kurang.

Finansial

Prahara finansial yang kerap kali mengerucut pada UKT dari waktu ke waktu menjadi masalah yang cukup pelik di kalangan mahasiswa. Hal tersebut terbukti karena masih ada saja ketidakpuasan perihal sistematika, transparansi, dan peran mahasiswa dalam pembayaran UKT.

Kemudian dari situ, berangkatlah dua poin yang menjadi latar belakang dalam pembahasan finansial pada Hearing Rektorat kali ini. Dua poin tersebut meliputi pengadaan unit yang melayani penyesuaian UKT yang terintegrasi atau unit konseling finansial, dan adanya keterlibatan mahasiswa dalam pengurusan verifikasi UKT di pihak fakultas.

Pihak rektor menyatakan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam proses verifikasi di sini dinilai dapat menjadi masukan bagi dekan fakultas yang masih belum menerapkan keterlibatan mahasiswanya dalam proses verifikasi UKT. Hal tersebut perlu pendekatan yang baik sehingga nantinya sistem verifikasi yang melibatkan mahasiswa dapat terbagi secara merata di setiap fakultas dan penetapan UKT dapat menjadi lebih adil.

Menanggapi hal tersebut, pihak rektor juga menyatakan bahwa semua kendala terkait finansial pasti dapat diselesaikan melalui Ditmawa yang mengakomodasi berbagai macam jenis bantuan yang ditawarkan. Beliau juga menambahkan, “Tidak pernah tidak akan ada solusi. Pedoman kami tidak boleh ada mahasiswa ugm yang batal kuliah itu karena masalah keuangan. UGM bertanggung jawab untuk membantu keuangan itu.” tutur Pak Panut. Berbagai macam skema juga telah disiapkan guna menunjang kebutuhan akan bantuan dana pendidikan mahasiswa UGM. Pihak rektor menekankan bahwa permasalahan UKT dapat terselesaikan melalui komunikasi antarpihak, terutama antara mahasiswa dan Ditmawa.

Tulisan oleh Nadya Khailifa
Dokumentasi dari Humas dan Protokol UGM

Artikel Terkait